Tuntunan Ringkas Ibadah Haji
[
Indonesia - Indonesian - إندونيسي ]
Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan
Diringkas
dari buku Mulakhos Fiqihi dalam kitabul Hajj
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2012 - 1433
Islamhouse.com
مختصر في فقه الحج
الشيخ صالح بن
فوزان الفوزان
مقتبسة من كتاب الملخص الفيقهي
" كتاب الحج "
Tuntunan Ringkas Ibadah Haji
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan
salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihiwasallam, keluarga dan
sahabaatnya dan para pengikutnya.
Hukum Haji
Hukum menunaikan ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu dengan
kesepakatan kaum muslimin, serta fardhu kifayah bagi kaum muslimin tiap
tahunnya. Diantara dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ta’ala,
قال الله تعالى:
{ وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ
حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً } [آل عمران : 97]
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah . (Al Imran:
97)
Adapun dalil dari As Sunnah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda, Islam dibangun atas lima perkara: Syahadat bawasanya tida
ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa di bulan Ramadhan [1].
Syarat Wajib Haji
Diwajibkan haji bagi seseorang jika telah terpenuhi lima
syarat: Islam, berakal, baligh, merdeka dan mampu. Yang disebut mampu adalah
orang yang mampu melaksanakannya baik secara fisik maupun materi. Seperti mampu
untuk berkendaraan, memiliki bekal yang cukup menempuh perjalannya serta
meninggalkan nafkah yang cukup untuk anak, istri serta siapa saja yang menjadi
tanggungannya. Jika mampu secara harta sedang fisiknya tidak, seperti karena
tua ataupun sakit menahun maka boleh diwakilkan yang lainnya [2]. Dan untuk
wanita ditambah syarat wajibnya dengan adanya mahram yang menemaninya untuk
berhaji. Berdasar sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, Tidaklah
seorang wanita bersafar kecuali dengan disertai mahram, dan janganlah seorang
laki-laki masuk (berkhalwat) dengannya kecuali disertai mahram [3].
Keutamaan Haji
Haji memiliki keutamaan yang besar dan pahala yang besar
pula. Diantaranya sebagaimana dalam hadist, Tidak ada balasan bagi haji mabrur
kecuali jannah [4]. Aisyah radhiyallahu anha pernah berkata, Kita melihat jihad
adalah amalan yang paling utama, apakah kita (kaum wanita) tidak berjihad?
Rasulullah bersabda, Bagi kalian ada jihad yang lebih baik dan paling bagus
yaitu haji mabrur [5].
Miqat Haji
Secara bahasa miqat adalah batasan. Adapun secara istilah
adalah tempat ibadah atau waktunya. Untuk haji ada dua miqat yaitu miqat zaman
(waktu) dan miqat makan (tempat). Miqat zaman untuk haji yaitu bulan Syawal,
Dzulqa’dah dan 10 hari awal Dzulhijjah, Allah berfirman,
قال الله تعالى:
{ الْحَجُّ أَشْهُرٌ
مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ
جِدَالَ فِي الْحَجِّ } [البقرة
: 197]
(Musim) haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi , barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats , berbuat fasik
dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (Al Baqarah: 197)
Adapun miqat makani yaitu batasan yang tidak boleh dilewati
bagi orang yang mau berhaji kecuali sudah dalam keadaan berihram. Rasulullah
telah menjelaskan miqat-miqat tersebut, sebagaimana hadist Ibnu Abbas dia
berkata, Rasulullah telah menetapkan bagi penduduk Madinah (miqatnya adalah)
Dzul Hulaifah, Juhfah untuk penduduk Syam, Qorn Manazil untuk penduduk Nejed,
dan Yalamlam bagi penduduk Yaman dan Rasulullah bersabda, Tempat-tempat
tersebut adalah miqat bagi penduduknya dan bagi yang datang dari arah bagi
mereka yang ingin menunaikan haji. Adapun bagi yang kurang dari itu maka
silahkan berihram dari tempat yang ia inginkan, sampai penduduk Mekah berihram
dari Mekah [6]. Dalam hadist yang lain disebutkan, Dan miqat penduduk ‘Iraq
adalah Dzatul ‘Irq [7].
Tatacara
Berihram
Rangkaian pertama dari ibadah haji adalah berihram, yaitu
niat masuk pada manasik haji. Sebelum berihram disunnahkan melakukan beberapa
hal berikut:
Mandi [8].
Memotong hal-hal yang disunnahkan untuk dipotong seperti
kuku, kumis, bulu ketiak dan lainnya.
Memakai minyak wangi (dibadan)[9].
Bagi laki-laki hendaknya memakai pakaian yang tidak
berjahit sebagai persiapan ihram, karena setelah ihram diharamkan pakaian yang
berjahit untuk laki-laki.
Tidak ada shalat sunnah khusus sebelum ihram. Hanya saja
jika bertepatan dengan waktu shalat fardhu hendaknya berihram setelahnya. [10]
Jika telah persiapan telah selesai maka hendaknya berihram.
Lalu perbanyak membaca talbiyah, bagi laki-laki disunahkan mengangkat suaranya.
Bacaan talbiyah:
" لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ, إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك, وَالْمُلْكَ
لَا شَرِيكَ لَك "
Aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah.
Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab
panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya
segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu
Macam-macam
Haji
Diperbolehkan memilih satu diantara tiga bentuk haji yaitu:
tamattuk, qiran dan ifraad.
Tamattuk: Berihram untuk umrah di bulan Haji, lalu menyelesaikan
manasik umrahnya (dengan bertahalul). Kemudian berihram untuk haji pada tahun
itu pula.
Ifraad: Berihram untuk haji saja sejak dari miqat dan tetap dalam
keadaan ihram sampai selesai manasik hajinya.
Qiran: Berihram untuk haji dan umrah secara bersamaan.
Larangan
Ihram
Ada beberapa hal yang dilarang bagi orang yang berihram,
yaitu:
Menghilangkan rambut dari tubuh, baik dengan memotong,
mencukur atau mencabutnya tanpa udzur syar’i. Allah berfirman,
قال الله تعالى:
{ وَلاَ تَحْلِقُواْ
رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ} [البقرة : 196]
dan jangan kamu mencukur kepalamu , sebelum korban sampai
di tempat penyembelihannya. (Al Baqarah: 196)
1.Memotong kuku atau memendekannya.
2.Menutup kepala bagi laki-laki.
3.Memakai pakaian berjahit bagi laki-laki. Berdasar sabda
Rasulullah saat ditanya tentang pakaian apa yang dipakai orang yang berihram,
beliau bersabda, Tidak boleh mengenakan jubah, imamah, kemeja, celana,… dst
[11]. Adapun untuk perempuan boleh memakai pakaian apa saja yang menutupi aurat
mereka, kecuali wajah dan kedua telapak tangan[12].
4. Memakai wewangian.
5. Membunuh binatang buruan. Allah berfirman,
قال الله تعالى:
{ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ
الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُماً } [ المائدة
: 96]
Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat,
selama kamu dalam ihram. (Al Ma’idah: 96)
6. Melakukan akad nikah. Rasulullah bersabda, Tidak boleh
seorang yang berihram menikah atau dinikahi[13].
7. Berhubungan suami istri. Allah berfirman," Barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafats" (Al Baqarah: 196). Ibnu Abbas mengatakan, Rafats adalah jima’
[14]. Hendaknya pula seorang yang muhrim mengindari hal-hal yang mengarah ke
hal tersebut seperti bercumbu dengan istri, memegang dengan syahwat dan
lainnya.
Yang
Dilakukan Oleh Seorang yang Berihram
Hendaknya seorang yang muhrim sedikit berbicara kecuali
dalam hal-hal yang bermanfaat. Rasulullah bersabda, Barangsiapa beriman kepada
Allah dan Hari Akhir hendaknya berkata yang baik atau diam [15]. Hendaknya
menyibukkan diri dengan talbiyah, dzikrullah, qiraatul qur’an, amar ma’ruf dan
nahi munkar dan hal-hal lainnya yang bermanfaat. Karena sesungguhnya ia sedang
dalam keadaan ihram, dan dalam ibadah yang agung, dan akan mendatangi
tempat-tempat yang disucikan dan waktu-waktu yang berbarakah.
Saat
Sampai di Mekah
Jika telah sampai Mekah maka bagi yang berhaji Tamattuk
melaksanakan manasik umrah (thawaf dan sa’i) lalu bertahalul jika telah selesai
[16]. Jika telah bertahalul maka sudah dihalalkan apa-apa yang diharamkan saat
ihram seperti memotong rambut, kuku dan lainnya. Dan ia tetap seperti itu
(tidak dalam keadaan ihram) sampai hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) lalu berihram
untuk haji. Sedang yang berhaji Qiran dan Ifraad maka sesampainya di Mekah
hendaknya melakukan thawaf qudum. Jika ia menginginkan tidak mengapa melakukan
Sa’I haji setelah thawaf qudum. Dan mereka tetap dalam keadaan ihram sampai
hari iedul Adha (saat selesai haji, yaitu setelah tahahul ).
Hari
Tarwiyah dan Arafah (8 & 9 Dzulhijjah)
Jika telah datang hari Tarwiyah maka bagi yang Tamattuk berihram
untuk haji, sedangkan yang Qiran dan Ifraad mereka sudah dalam keadaan ihram
sejak sebelumnya. Hendaknya mereka berihram dari tempat mereka tinggal/singgah.
Lalu keluar menuju Mina, afdholnya sebelum tergelincir matahari lalu shalat
dhuhur dan yang lainnya dan bermabit disana sampai subuh.
Setelah matahari terbit (di hari ke 9 Dzulhijjah) maka
berangkat dari Mina menuju Arafah. Seluruh padang Arafah adalah tempat wukuf.
Jika telah tergelincir matahari maka shalat Dhuhur dan Ashar dengan cara qashar
dan jama’ taqdim dengan sekali adzan dan dua iqamat. Setelah selesai shalat
maka hendaknya menyibukkan diri dengan berdo’a dengan merendahkan diri kepada
Allah. Hendaknya bagi seorang yang berhaji bersungguh-sungguh dalam berdo’a,
merendahkan diri dan bertaubat kepada Allah di waktu dan tempat yang agung ini.
Rasulullah bersabda, Sebaik-baik do’a adalah do’a di hari Arafah dan
sebaik-baik yang saya ucapkan dan para nabi sebelumku disaat itu adalah laa
ilaha illallah wahdah, laa syariikalah lahu hamdu walahul mulku wahuwa ‘ala
kulli syai’in qadiir [17]. Wukuf di Arafah adalah rukun haji, bahkan dia rukun
yang paling utama, Rasulullah bersabda, Haji adalah Arafah [18].
Mabit
di Muzdalifah dan Amalan di Hari Iedul Adha (10 Dzulhijjah)
Jika telah terbenam matahari di hari Arafah maka hendaknya
bertolak ke Muzdalifah dengan tenang. Allah berfirman,
قال الله تعالى:
{ ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنْ
حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} [ الببقرة: 199]
Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya
orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al Baqarah: 199)
Jika telah sampai Muzdalifah maka shalat Magrib dan Isya’
dengan mengqashar rekaat isya’ dengan satu adzan dan dua iqamat. Lalu mabit di
Muzdalifah sampai waktu subuh. Mabit di Muzdalifah adalah salah satu dianara
kewajiban haji. Jika telah terbit fajar maka shalat subuh di awal waktu lalu
bertolak ke Mina sebelum matahari terbit. Bagi wanita dan orang-orang yang
memiliki udzur boleh meninggalkan mabit di Muzdalifah.
Diperbolehkan mengambil kerikil untuk melempar jumrah saat
perjalanan menuju mina, boleh juga mengambil saat di Mudzalifah atau di Mina.
Jika sampai Mina maka langsung menuju Jumrah Aqabah (jumrah terakhir, yang
dekat dengan Makah) dan melempar 7 kerikil. Setelah melempar jumrah Aqabah maka
yang paling afdhol adalah menyembelih hadyu, hal tersebut jika wajib baginya
hadyu Tamattuk atau Qiran (bagi yang Ifraad tidak wajib menyembelih hadyu). Setelah
itu mencukur atau memendekkan rambut, dan mencukur afdhol [19]. Adapun bagi
wanita cukup memendekkan saja.
Lalu menuju Mekah dan mengerjakan thawaf Ifadhah. Lalu sa’I
jika ia Tamattuk atau jika ia belum sa’I bagi yang Qiran maupun Ifraad.
Menertipkan hal yang empat ini (Melempar jumrah Aqabah-menyembelih
hadyu-bercukur/memendekkan rambut-thawaf dan sa’i) adalah sunnah, karena hal
itu yang dikerjakan Rasulullah [20]. Namun jika tidak urut tidak mengapa karena
Rasulullah bersabda, Kerjakan dan tidak ada masalah [21].
Tahalul awal: Telah melakukan dua diantara amalan yang tiga
(melempar jumrah, bercukur/memendekkan rambut, dan thawaf ifadhah). Tahalul
Tsani (tahalul sempurna): jika telah melakukan tiga amalan tersebut. Jika telah
bertahalul awal maka sudah halal apa yang menjadi larangan ihram kecuali
hubungan suami istri. Jika telah tahalul tsani maka sempurna tahalul, dan telah
halal semua larangan ihram.
Amalan
di Hari Tasyrik (11,12, 13 Dzulhijjah)
Lalu kembali ke Mina dan bermabit disana, hal ini adalah wajib
[22]. Bermabit selama tiga hari (tanggal 11,12, dan 13), boleh juga hanya dua
hari (tanggal 11 dan 12) berdasar QS al Baqarah: 203. Selama di Mina shalat
dengan qashar tanpa jama’ untuk tiap-tiap shalat. Melempar tiga jumrah tiap
hari setelah tergelincir matahari [23]. Harus urut dalam melempar jumrah, yaitu
Jumratul Ula (yang pertama, yang terdekat masjid Khaif) lalu Jumrah Wusta, lalu
Kubra (Jumrah Aqabah). Jika tidak mampu melempar maka boleh diwakilkan.
Jika seorang yang berhaji ingin bersafar dari Mekah dan
kembali ke tempat asalnya atau yang lainnya maka hendaknya melakukan thawaf
Wada’. Hendaknya menjadikan thawaf Wada’ di akhir urusannya di Mekah.
Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas, Manusia diperintahkan menjadikan akhir
urusannya (thawaf) di baitullah, kecuali bagi wanita haidh, maka diberi
keringanan (untuk tidak thawaf) [24].
Demikianlah uraian singkat tentang manasik haji. Hendaknya
seorang muslim bersungguh-sungguh untuk meniru tatacara manasik yang telah
diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, karena beliau pernah
bersabda, Dan hendaknya kalian mengambil dariku manasik kalian [25].
Semoga bermanfaat, sholawat dan salam semoga tercurah
kepada Rosulullah serta keluarga dan para sahabatnya.
Sumber : www.thaybah.or.id
Notes:
[1]. HR Bukhari (8), Muslim (16) dari sahabat Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma.
[2]. Sebagaimana hadist Ibnu Abbas tentang wanita dari
Khats’am tentang bapaknya yang sudah renta yang tidak mampu melaksanakan haji,
maka Rasulullah bersabda padanya, Hajikan untuknya. HR Bukhari (1513) dan
Muslim (1334).
[3]. HR Bukhari (1862), Muslim (1341). Lafadz hadist milik
Bukhari.
[4]. HR Tirmidzi (809) bab Haji, Nasa’I (263) bab Haji.
[5]. HR Bukhari (1861).
[6]. HR Bukhari (1524), Muslim (2796).
[7]. HR Muslim (2806).
[8]. Rasulullah juga mandi untuk Ihram, sebagaimana dalam
HR Tirmidzi (830) dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu.
[9]. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Aku memberi minyak
wangi pada rasulullah sebelum beliau berihram… HR Bukhari (1539), Muslim
(33/1189).
[10]. Ibnu Qoyiim rahimahullah berkata, belum pernah
dinukil dari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bahwa beliau shalat dua rakaat
sebelum ihram, kecuali shalat fardhu dhuhur. Zaadul Ma’ad (2/107).
[11]. HR Bukhari (1542), Muslim (1177). Lafadz milik
Bukhari.
[12]. Berdasar riwayat Bukhari (1838) dari Ibnu Umar.
[13]. HR Muslim (1409) dari Utsman radhiyallahu ‘anhu
secara marfu’.
[14]. Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (13224)(3/173) al Hajj.
Dan diriwayatkan juga dari ibnu Umar oleh Ibnu Abi Syaibah (13236) al Hajj, dan
al Hakim (3153).
[15]. HR Bukhari (6018), Muslim (47). Lafadz hadist milik
Muslim.
[16]. lihat tulisan kami sebelumnya tentang umrah.
[17]. Diriwayatkan Tirmidzi dari hadist Amru bin Syu’aib
dari bapaknya dari kakeknya.
[18]. Dikeluarkan oleh Lima.
[19]. Berdasar firman Allah dalam QS al Fath: 27, dan
Hadist Ibnu Umar bahwa Rasulullah mencukur kepalanya saat haji, HR
Bukhari(4410) dan Muslim(1304). Rasulullah juga mendo’akan orang yang mencukur
tiga kali, lalu yang memendekkan sekali sebagaiman dalam hadist Ibnu Umar juga,
Bukhari (1727), Muslim (317).
[20]. Sebagaiman hadist Anas riwayat Muslim (1305).
[21]. hadist Abdullah bin Amru, Bukhari (83), Muslim
(1306).
[22]. Berdasar hadist Ibnu Abbas, HR Ibnu Majah (3069).
[23]. Berdasarkan hadist Jabir yang diriwayatkan Jama’ah.
Muslim (1299/314)(5/52), Abu Dawud (1971), Tirmidzi (894), Nasa’I (3063), dan
Ibnu Majaah (3053).
[24]. Bukhari (1755), Muslim (1327).
[25]. Diriwayatkan Muslim dari hadist Jabir (1297).
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------