Haji Mabrur, Tetapi Bagaimana
Setelah Haji?
﴿ حج مرور وسعي مشكور, ولكن ماذا بعد الحج؟﴾
]
Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Daar Ibnu Khuzaimah
Terjemah : Muhammad
Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
Islamhouse.com
2009 - 1430
بسم الله الرحمن الرحيم
HAJI MABRUR,
AKAN TETAPI BAGAIMANA SETELAH HAJI?
Segala
puji bagi Allah I yang telah
memberikan petunjuk kepada hamba-hamba-Nya
jalan yang lurus, shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi r pemilik telaga
dan kedudukan yang agung, demikian pula
keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka kepada jalan yang
lurus.
Dan
sesudah itu, wahai saudaraku yang melaksanakan haji: apabila para haji telah
berniat pulang kembali ke tanah air mereka, mereka teringat bapak, ibu, istri,
anak, dan saudara, maka ia membawakan hadiah untuk mereka. Dan siapa yang
memiliki harta yang banyak, ia membawa berbagai macam barang untuk perdagangan,
dan orang yang berhaji dibolehkan melakukan hal itu, berdasarkan firman Allah I:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا
فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللهَ
عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن
قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّآلِّينَ
Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Rabbmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat,
berzikirlah kepada Allah di Masy'aril haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut)
Allahsebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum
itu benar-benar termasuk orang -orang yang sesat. (QS. Al-Baqarah:198)
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, 'Ayat tersebut
merupakan dalil boleh melakukan bisnis bagi orang yang melaksanakan ibadah haji
saat berhaji sambil melakukan ibadah, dan sesungguhnya hal itu bukan merupakan
perbuatan syirik dan tidak keluar dari tuntutan keikhlasan yang dibebankan
kepadanya. Ad-Daraquthni rahimahullah meriwayatkan dalam sunannya dari Abu
Umamah at-Taimi, ia berkata,'Aku berkata kepada Ibnu Umar t, 'Sesungguhnya aku seorang laki-laki yang bekerja di
jalur ini, dan sesungguhnya orang-orang berkata, 'Sesungguhnya tidak ada haji
untukmu'. Ibnu Umar t berkata, 'Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah r, lalu bertanya kepada beliau seperti yang engkau
tanyakan. Maka Rasulullah r diam sampai turun ayat:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا
فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ
Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Rabbmu…
Maka Rasulullah r bersabda: 'Sesungguhnya ada pahala haji untukmu.'
Saudaraku yang berhaji, sesungguhnya mengambil dari dunia
sekadar kebutuhan tidak mempengaruhi keikhlasan, akan tetapi bagaimana
perasaanmu saat meninggalkan tempat-tempat suci tersebut? Apakah engkau
mengetahui wahai saudaraku, bahwasanya Rasulullah r memerintahkan kepada setiap orang agar tidak
meninggalkan kota Makkah sebelum melaksanakan thawaf wada' (thawaf perpisahan)?
Dari Abdullah bin Abbas t, ia berkata, 'Orang-orang berpaling (meninggalkan kota
Makkah) dari segenap penjuru. Maka Rasulullah r bersabda:
لاَيَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُوْنَ
آخِرَ عَهْدِهِ بِاْلبَيْتِ
"Janganlah seseorang pergi
(meninggalkan Makkah) sehingga akhir ibadahnya di Baitullah (thawaf wada')."
HR. Muslim.
Saudaraku yang berhaji, seperti inilah Rasulullah r memerintahkan kepada para sahabat saat akan meninggalkan
Baitullah yang mulia, agar mereka melakukan thawaf terakhir sebelum
meninggalkan kota Makkah, saat itu hati dan pandangan mata mereka telah
dipenuhi keagungan Baitullah tersebut–semoga Allah I menambah kemuliaannya-.
Dan
engkau, wahai saudaraku, apakah yang engkau rasakan, saat engkau bersiap-siap
meninggalkan tempat yang suci tersebut?
Saudaraku, tidak diragukan lagi, sesungguhnya
meninggalkan tempat yang suci tersebut terasa sangat berat di hati, terutama
jiwa yang ikhlas karena Allah I saat menunaikan ibadah haji.
Kemudian
wahai saudaraku yang berhaji, ingatlah saat engkau meninggalkan Baitullah yang
agung, sesungguhnya engkau tadinya berada di hari-hari taat dan musim-musim
ibadah serta saat-saat yang sangat membahagiakan. Akan tetapi wahai saudaraku,
apakah ibadah menjadi terhenti saat engkau pulang ke tanah airmu? Dan engkau
teringat dirimu di hadapan Allah I di sisi bait-Nya yang agung, hari Arafah dan
kehebatannya, serta hari-hari Mina dan keagungannya.
Saudaraku, bagaimana bisa engkau gantikan kondisimu
dengan yang lain? Teruskanlah berbuat ibadah, bukalah lembaran baru dalam
kehidupanmu, agar engkau mendapatkan ciri-ciri haji yang mabrur. Al-Hasan
al-Bashari rahimahullah berkata: 'Haji mabrur adakah bahwa pelakunya
pulang, zuhud terhadap dunia dan senang terhadap akhirat.' Sebagian dari salaf
berkata, 'Di antara tanda haji mabrur adalah bahwa hal itu nampak di akhirnya.
Jika ia pulang menjadi lebih baik dari sebelumnya, diketahuilah bahwa ia
mabrur.
Kemudian,
ada hal lain wahai saudaraku yang berhaji, saat engkau meninggalkan Baitullah,
memohonlah kepada Allah I agar ini bukanlah saat terakhirmu di Baitullah, maka
sesungguhnya meneruskan taat termasuk sebab-sebab ketetapan (iman dan ibadah),
sebagaimana meneruskan maksiat termasuk sebab-sebab kesesatan dan penyimpangan.
Saudaraku, istiqamah engkau di dalam ibadah merupakan
kunci keberuntungan engkau di hari persidangan besar. Dan Nabi kita Muhammad r pernah ditanya, 'Amal apakah yang paling utama? Beliau
menjawab:
أدومه وإن قلّ [رواه مسلم].
'Yang terus menerus, sekalipun sedikit."
HR. Muslim.
Saudaraku yang telah berhaji, sesungguhnya di antara
tanda keshalihan adalah terus menerus (istiqamah) di atas taat, sekalipun
sedikit. Saudaraku, inilah permata yang tak ternilai, yaitu hendaklah engkau
memperbanyak amal shaleh dan menekuninya, janganlah engkau menganggap remeh hal
tersebut, semoga Allah I menetapkan husnul khatimah untukmu, dan memelihara
untukmu keberkahan hajimu.
Saudaraku, janganlah engkau seperti orang-orang yang
tidak pernah mengingat ibadah kecuali di musim-musim tertentu, dan apabila musim
itu telah berlalu, mereka kembali kepada kondisi mereka sebelumnya. 'Alqamah t bertanya kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anha, maka ia
berkata, 'Wahai Ummul Mukminin, bagaimana amalan Rasulullah r, apakah beliau r menentukan hari tertentu (untuk beribadah)?' Ia
menjawab:
"
لا, كان عمله ديمة وأيكم يستطيع ما كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم -؟! "
[رواه البخاري].
'Tidak, ibadahnya terus menerus, siapakah di
antaramu yang mampu seperti Rasulullah r? HR. al-Bukhari.
Muhammad
bin al-Qasim meriwayatkan dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa sesungguhnya
apabila dia (Aisyah) mengamalkan sesuatu, ia menekuninya.
Saudaraku
yang berhaji, engkau harus sabar dalam ibadah, sedangkan engkau meneruskan
perjalanan hidupmu yang baru. Dan bersabarlah pula dalam meninggalkan maksiat,
maka sesungguhnya sabar dalam melaksanakan ibadah dan meninggalkan maksiat
merupakan tingkatan sabar yang tertinggi. Maimun bin Mihran rahimahullah
berkata, 'Sabar terbagi dua: sabar di atas musibah merupakan suatu kebaikan,
dan yang lebih utama dari hal itu adalah sabar dalam meninggalkan maksiat.'
Dan janganlah engkau, wahai saudaraku yang berhaji,
termasuk orang-orang yang dikatakan oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah:
'Orang-orang yang tercela adalah mereka yang paling sabar dalam mentaati hawa
nafsu dan syahwat mereka, dan paling tidak sabar dalam ibadah kepada Rabb
mereka. Ia memiliki kesabaran yang luar biasa dalam menuruti keinginan syetan,
dan tidak sabar berkorban dalam beribadah kepada Allah I. Ia sangat sabar memikul beban yang berat untuk
mengikuti hawa nafsunya agar mendapatkan ridha musuhnya dan ia tidak sanggup
menahan sabar untuk mendapatkan ridha Rabb-nya.
Ia adalah
orang yang paling sabar berkorban untuk menuruti kemauan syetan dan hawa
nafsunya, dan ia paling tidak sabar dalam hal itu pada Allah I. Ini adalah celaan yang paling besar, ia tidak akan
mulia di sisi Allah I, tidak akan berdiri bersama orang-orang yang mulia saat
dipanggil di hari kiamat di atas pandangan para saksi, agar semua yang
berkumpul mengetahui, siapakah yang paling mulia pada hari ini,di mana
orang-orang yang bertaqwa.
Saudaraku
yang berhaji, sesungguhnya kesudahan orang-orang yang sabar adalah surga:
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَآءَ وَجْهِ
رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا
وَعَلاَنِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُوْلَئِكَ لَهُمْ
عُقْبَى الدَّارِ . جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ
ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلاَئِكَةُ يَدْخُلُونَ
عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ . سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ
عُقْبَى الدَّارِ
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan
Rabbnya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan
kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan
dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),
* (yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan
orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya,
sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; *
(sambil mengucapkan):"Salamun 'alaikum bima shabartum".Maka alangkah
baiknya tempat kesudahan itu. (QS. Ar-Ra'ad:22-24)
Dan dalam firman-Nya (Salamun 'alaikum bima shabartum),
Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, 'Mereka sabar terhadap apa-apa yang
diperintahkan kepada mereka dan sabar meninggalkan apa-apa yang mereka dilarang
darinya.'
Saudaraku,
tabi'at nafsu adalah menyukai sifat malas dan istirahat, maka janganlah engkau
memberikan kepadanya keinginannya, supaya syetan tidak mendapatkan jalan
kepadamu. Al-Hasan al-Bashari berkata, 'Apabila syetan memperhatikanmu, lalu ia
melihatmu tekun dalam ibadah kepada Allah I, maka ia menghendakimu dan menghendakimu, maka ia
melihatmu tekun dalam ibadah, maka ia jemu dan menolakmu. Dan apabila engkau
terkadang seperti ini dan terkadang seperti ini, niscaya ia sangat berharap
padamu.'
Saudaraku yang berhaji, engkau
datang dari hajimu, dan engkau masih dekat masamu dengan ibadah kepada Allah I, maka
teruskanlah semangatmu dalam ibadah sebelum datangnya rasa malas dan jemu. Dan
apabila engkau merasa cenderung kepada rasa malas, niscaya nafsu ammarah menguasaimu untuk berbuat
keburukan, maka sirnalah hajimu bersama angin. Dari Huraisy bin Qais
rahimahullah, ia berkata, ‘Apabila engkau ingin melakukan kebaikan, maka
janganlah engkau tunda sampai besok hari. Dan apabila engkau mengerjakan urusan
dunia, maka perlahanlah. Dan apabila engkau melaksanakan shalat, lalu syetan
berkata kepadamu, ‘Engkau riya di dalam shalat.’ Maka panjangkanlah shalatmu.’
Saudaraku
yang berhaji, segeralah, segeralah,
janganlah engkau katakan: Akan saya lakukan, akan saya kerjakan.
Tsumamah bin Bajad as-Salami berpesan kepada kaumnya:’Wahai kaumku, aku
memperingatkan kamu: saya akan mengerjakan, saya akan shalat, saya akan puasa.’
Saudaraku yang berhaji, ‘Berjihadlah
terhadap dirimu, dan janganlah engkau menjadi lemah, sebagaimana engkau
berjihad di hari-hari engkau berada di tempat yang suci tersebut.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang
yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik. (QS.
Al-Ankabuut:69)
فَأَمَّا مَن طَغَى . وَءَاثَرَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى . وَأَمَّا مَنْ
خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى . فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ
الْمَأْوَى
Adapun orang yang melampaui batas, * nerakalah tempat tinggal(nya). * Dan adapun orang-orang yangtakut kepada kebesaran Rabbnya
dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. * maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Nazi’aat:37-41)
Saudaraku yang berhaji, perbanyaklah
berdoa kepada Allah I agar selalu
menetapkan engkau dalam taat kepada-Nya. Maka perbanyaklah menghadap kepada-Nya
agar Dia meluruskan langkahmu dan engkau senantiasa menjalani jalur agama-Nya
yang benar. Dan Rasulullah r memperbanyak
doa kepada Allah I agar
menetapkannya di atas agama-Nya. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ditanya
tentang banyaknya doa beliau, ia berkata: ‘Kebanyakan doa beliau:
يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
“Wahai yang membolak-balikan hati, tetap hatiku
di atas agama-Mu.” Maka beliau ditanya tentang hal itu? Beliau menjawab, ‘
إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِيٌ إِلاًّ قَلْبُهُ
بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمنِ, فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ
شَاءَ أَزَاغَ
“Sesungguhnya
tidak ada manusia kecuali hatinya berada di antara dua jari di antara jemari
ar-Rahman, maka barangsiapa yang Dia kehendaki, Dia menetapkan)di atas kebenaran), dan barangsiapa yang
dikehendaki-Nya, dia menyimpang
(dia menyimpang dari jalan kebenaran).” HR. At-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi
Syaibah, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah. 2091
Dan dalam satu riwayat: Nabi r bersabda:
يَا مُثَبِّتَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ
قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ
‘Wahai yang menetapkan semua hati,
tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu.’ HR. Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibnu
Majah, karya al-Albani, 166.
Wahai saudaraku yang berhaji, apakah Nabi r selalu meminta kepada Rabb-nya agar menetapkannya di
atas agama-Nya, dan beliau melihat dari tanda-tanda Rabb sesuatu yang cukup dalam
menetapkan hatinya di dalam agama Allah I. Maka
bagaimana dengan kita? Sedangkan engkau, wahai saudaraku, berada di zaman yang
banyak sekali fitnah dan sebab-sebab penyimpangan, di era yang mungkin saja
engkau tidak menemukan para penolong di atas kebenaran. Bahkan apabila mereka
melihat engkau istiqamah dalam agama, mereka memperolok engkau dan menyebutkan
keburukan engkau. Akan tetapi orang beriman yang yakin berada dalam janji Rabb,
ia tidak menoleh hal itu. Tidak ada pilihan bagimu, engkau harus memperbanyak
doa kepada Allah I agar
menetapkan engkau di atas agama-Nya. Hendaklah doamu dengan hati yang ikhlas.
Nikmatilah ketaatan kepada Allah I dan senangilah
beribadah kepada-Nya. Janganlah engkau berdoa seperti doa orang yang lupa, yang
tidak memahami apa yang diucapakan. Sesungguhnya engkau, wahai saudaraku yang
telah berhaji, membutuhkan ketatapan di atas taat kepada Allah I, sehingga
engkau memetik buah hajimu dan merasakan berkahnya.
Wahai saudaraku yang berhaji, ada
persoalan penting yang ingin saya sebutkan kepadamu, dan engkau pulang ke tanah
airmu, janganlah engkau memandang kepada dirimu seperti pandangan orang-orang
yang tertipu, yang mereka sedikit sekali melaksanakan ibadah, lalu menganggap
diri mereka seolah-olah manusia paling mulia di muka bumi. Akan tetapi wahai
saudaraku, lihatlah kepada dirimu dengan pandangan kekurangan. Karena
sesungguhnya engkau, sebanyak apapun engkau melaksanakan amal shalih, engkau
tidak bisa bersyukur kepada Allah I terhadap
nikmat terkecil yang diberikan kepadamu. Apabila engkau ingin mengetahui, wahai
saudaraku, keadaan orang-orang shalih setelah mereka melaksanakan ibadah, maka
renungkanlah bersama saya tentang cerita-cerita mereka, supaya engkau
mengetahui bahwa hamba-hamba Allah I yang ikhlas
selalu mengakui kekurangan. Inilah Abu Bakar t setelah memangku
jabatan khalifah, ia memberikan pidatonya yang terkenal setelah pelantikannya:
‘Wahai manusia, aku telah diangkap sebagai pemimpin kamu, sedangkan aku
bukanlah yang terbaik darimu...”
Al-Hasan al-Bashari berkata,
‘Bahkan, demi Allah, dia adalah yang terbaik di antara mereka, akan tetapi
orang beriman mengaku kekurangan atas dirinya sendiri.’
Muhammad
bin ‘Atha menceritakan kepada kita, ia berkata, ‘Aku sedang duduk-duduk bersama
Abu Bakar t, lalu ia melihat burung, ia
berkata, ‘Alangkah beruntungnya engkau, wahai burung, engkau makan dari pohon
ini, kemudian engkau mengeluarkannya (buang air besar), kemudian engkau tidak
menjadi sesuatu, tidak ada hisab atasmu. Aku ingin sepertimu.’ Aku berkata
kepadanya, ‘Apakah engkau mengatakan hal ini, sedangkan engkau adalah orang
terdekat dengan Rasulullah r.
Inilah al-Faruq Umar bin Khaththab t, ia berkata,
‘Jikalau penyeru berseru di hari kiamat, ‘Wahai sekalian manusia, masuklah ke
dalam surga kecuali satu orang,’ niscaya aku menduga bahwa satu orang itu
adalah aku.’
Wahai
saudaraku yang berhaji, inilah Rasulullah r, mengajarkan
kepada kita, bagaimana beribadah kepada Allah I. Beliau
beribadah di malam hari hingga bengkak kedua tumitnya. Maka apabila mereka
bertanya, beliau menjawab
أَفَلَا أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا
‘Apakah aku tidak mau menjadi hamba
yang sangat bersyukur?’ HR. Al-Bukhari.
Dan Nabi r bersabda, ‘
وَاللهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ الله
وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
“Demi Allah, sesungguhnya meminta
ampun dan bertaubat kepada Allah swt dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.’ HR. al-Bukhari.
Bagaimana pendapatmu, wahai saudaraku yang berhaji,
apabila Rasulullah r, padahal Allah I telah mengampuni dosanya yang terdahulu dan yang akan
datang, sedangkan beliau beribadah kepada Rabb-nya dengan cara seperti ini,
apakah kita pantas mengatakan, ‘Aku telah beribadah kepada Allah I dengan sebenarnya?
Wahai saudaraku, tekanlah nafsumu dengan sebenarnya
niscaya ia menjadi lurus untukmu, dan apabila engkau memandang kepadanya dengan
pandangan sempurna niscaya ia melakukan kelalaian denganmu, hingga kekurangan
memasukimu dalam menunaikan ibadah.
Kemudian wahai saudaraku yang berhaji, aku ingin
menunjukkan kepadamu obat mujarab untuk mengobati penyakit malas dalam
beribadah. Maka sesungguhnya jika engkau mengambilnya, niscaya memberikan
pengaruh yang mengagumkan. Tahukah engkau, obat apakah itu? Sesungguhnya ia
adalah kematian. Ingatlah wahai saudaraku, sesungguhnya engkau akan berangkat
meninggalkan dunia ini menuju suatu negeri yang akan dibalas padanya
orang-orang yang berbuat baik dan yang berbuat jahat. Apabila engkau ingin
terus merasakan berkah hajimu, maka ingatkanlah dirimu dengan kematian, maka
sesungguhnya ia pada saat itu segera melaksanakan amal shalih dan giat
beribadah kepada Allah I. Nabi r mengajarkan kepada Abdullah bin Umar t tentang obat yang ajaib ini, maka beliau memegang
bahunya dan bersabda kepadanya:
كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ
أَوْ عَاِبرُ سَبِيْلٍ
“Jadikanlah dirimu di dunia
bagaikan orang asing atau yang sedang melewati jalan.”
Dan Ibnu Umar t berkata, ‘Apabila engkau ada di sore hari, maka
janganlah menunggu pagi, dan apabila engkau ada di pada hari maka janganlah
engkau menunggu sore. Ambilah kesempatan sehatmu untuk saat sakitmu, dan
ambilah kesempatan hidupmu untuk saat matimu.’ HR. al-Bukhari.
Iman an-Nawawi rahimahullah berkata, ‘Pengertian
hadits tersebut bahwa janganlah engkau cenderung kepada dunia, dan janganlah
engkau jadikan dunia sebagai tanah airmu, janganlah engkau berbicara kepada
dirimu untuk selama-lamanya, dan janganlah engkau bergantung darinya
sebagaimana orang asing (pengelana) tidak bergantung kepada selain tanah
airnya.
Saudaraku, Hasan al-Bashari berkata,
‘Bersegerah-bersegeralah, sesungguhnya itulah napasmu. Jika telah dihisab,
niscaya terputuslah darimu amal ibadahmu yang dengannya kamu mendekatkan diri
kepada Allah I. Semoga Allah I memberikan rahmat-Nya kepada seseorang yang merenungkan
dirinya dan menangisi dosanya, kemudian ia membaca firman Allah I:
إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا
karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari
siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. (QS. Maryam:84)
Kemudian ia menangis dan berkata, ‘Saudaraku, hitungan:
keluarnya ruhmu. Hitungan yang lain: engkau berpisah dengan keluargamu.
Hitungan yang lain: masuknya engkau ke dalam kuburmu.
Saudaraku yang telah berhaji, Inilah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah,
beliau berkata, ‘Kematian ini menekan penduduk dunia terhadap kenikmatan dunia
dan perhiasaannya yang mereka nikmati. Maka tatkala mereka dalam keadaan
seperti itu, kematian datang menjemput mereka, maka celaka dan rugilah orang
yang tidak takut mati dan tidak mengingatnya di saat senang, lalu ia bisa
memberikan kebaikan untuk dirinya setelah ia meninggalkan dunia dan para
penghuninya.’ Kemudian ia dikalahkan tangisnya dan berdiri.
Saudara-saudaraku, kemanakah engkau menunda amalmu,
sampai kapan engkau ingin mencapai angan-angan, dan engkau tertipu oleh
kesempatan serta engkau melupakan serangan kematian? Apa yang kamu lahirkan
maka untuk tanah, apa yang kamu bangun untuk kehancuran, apa yang kamu
kumpulkan hanya untuk kesirnaan, dan apa yang kamu amalkan maka tetap tersimpan
dalam kitab catatan amal hingga hari penghitungan.
Saudaraku yang telah berhaji, aku telah memaparkan
kepadamu apa yang tersimpan dalam sanubariku, dan aku telah memberikan kepadamu
hadiah yang berharga ini, maka renungkanlah. Kemudian, sesungguhnya aku memohon
kepada Allah I agar menetapkan aku dan engkau di atas agama-Nya yang
benar, dan memberikan kepadaku dan engkau kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allahu A'lam.
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------