Syaikh Dr. Busthami Muhammad Sa`id,
GERAKAN PEMBARUAN AGAMA ANTARA MODERNISME DAN TAJDUDDIN
Penerjemah: Ibnu Marjan & Ibadurahman,
Wala’ Press Bekasi, 1995.
Update Abu Fahmi, Ma`had Imam Bukhari Jatinangor, Juli 2012

Bagian ke-1 : DAFTAR ISI
Daftar Isi
Pengantar Penerbit
BAB PERTAMA
PEMAHAMAN TAJDID YANG BENAR

PASAL SATU
DEFINISI TAJDID
·         Asal Kata Tajdid
·         Makna Etimologis
·         Kata Tajdid dalam Al-Qur’an
·         Kata Tajdid dalam Al-Hadits
·         Pendapat Salaf tentang Tajdid
·         Definisi Tajdid
·         Tajdid adalah Menghidupkan dan Mengembalikan
·         Rincian Makna Tajdid
·         Tajdid adalah Menyiarkan Ilmu
·         Tajdid dan Ijtihad
·         Tajdid adalah Lawan dari Bid’ah
·         Siapakah Mujaddid Itu?
·         Syarat-Syarat Mujaddid
·         Saat Kebangkitan Mujaddid
·         Jumlah Mujaddid pada Suatu Abad
·         Perkiraan Nama-nama Mujaddid

PASAL KEDUA
BEBERAPA CONTOH USAHA KERAS
PARA MUJADDID
·         Usaha Pengembalian Khilafah
·         Karakter Khalifah Rasyidah
·         Upaya Umar bin Abdul-Aziz
·         Para Mujaddid dan Perubahan Politik
·         Al-Ghazali Memperbaiki Politik
·         Imam Syafi’i dalam Ijtihad dan Tasyri’
·         Pembukuan Ushul Fiqh
·         Penolong Sunnah
·         Pembenahan Bentuk-bentuk Penyelewengan
·         Al-Asy’ari dan Pelurusan terhadap Penyelewengan
·         Memerangi Para Penyelewengan dengan Senjata Mereka
·         Mu’tazilah dan Filsafat
·         Upaya Al-Asy’ari
·         Imam Al-Ghazali dan Pembenahan Penyelewengan
·         Penilaian terhadap Filsafat
·         Penilaian terhadap Ilmu Kalam
·         Penilaian terhadap Batiniyah
·         Penilaian tentang Tasawuf
·         Al-Ghazali dan Tasawuf

BAB KEDUA
PEMAHAMAN YANG KELIRU
TERHADAP PEMBARUAN

PASAL SATU
SEJARAH PEMBARUAN DI BARAT
·         Pengertian Pembaruan
·         Liberalis Yahudi
·         Badai Pembaruan di Amerika
·         Gerakan Pembaruan Yahudi Abad XX
·         Pembaruan Nasrani
·         Gerakan Pembaruan Katolik
·         Penilaian Historis terhadap Tradisi
·         Penafsiran Ulang terhadap Ajaran Nasrani
·         Penolakan terhadap Kekuasaan Gereja
·         Pembaruan Protestan
·         Definisi dan Langkah-langkah Pembaruan Protestan
·         Penutup Pasal Ini

PASAL DUA
PEMBARUAN DALAM DUNIA ISLAM
·         Pengantar
·         Sayyid Khan
·         Pendapat-pendapat Sayyid Khan
·         Keberhasilan Pembaruan Sayyid Khan
·         Fiqh Sayyid Khan
·         Sekutu Sayyid Khan
·         Pembaruan Iqbal
·         Kontradiksi dalam Pembaruan Iqbal
·         Pembaruan Ushul Fiqh
·         Muhammad Abduh dan Muridnya
·         Qasim Amin tentang Penolakan Hijab
·         Ali Abdul-Razaq tentang Pemisahan Din dan Daulah

PASAL TIGA
PARA PEMIKIR GENERASI KEDUA
·         Pengantar
·         Muhammad Asad, Prototipe Sayyid Khan
·         Penetapan Fiqh Berdasarkan Pandangan Barat
·         Pembaruan Diartikan sebagai Pengembangan Agama
·         Contoh Praktis Perkembangan Agama
·         Kesalahan Buku ‘Ainal Khata’
·         Pemikiran yang tercecer

PASAL EMPAT
PEMBARUAN DI MATA BARAT
·         Pengantar
·         Kesaksian Kristenisasi
·         Optimisme Orientalis terhadap Pembarua Islam
·         Prediksi Gibbs terhadap Masa Depan Islam
·         Pandangan Pers Barat terhadap Pembaruan Islam
·         Bagian yang Ditolak Islam pada Barat
·         Pendobrakan Pintu Itihad

BAB KETIGA
PENILAIAN TERHADAP MODERNISME
·         Pengantar
·         Asumsi Dasar Modernisme
·         Penilaian terhadap Teori Evolusi
·         Penilaian terhadap Zama Ini
·         Penilaian terhadap Pengetahuan Modern
·         Hubungan Antara Pemikiran dan Kondisi
·         Penilaian terhadap Teori Relatifisme Agama
·         Baik-buruk Modernisme di Barat
·         Kesalahan Modernisme di Barat

PASAL DUA
PENILAIAN TERHADAP PERMASALAHAN RINCI
·         Pengantar
·         Aqidah Versi Modernisme
·         Metode Tafsir Versi Modernisme
·         Pengaruh Ilmu Pengetahuan dalam Memahami Al-Qur’an
·         Adakah Sistem Penilaian terhadap As-Sunnah?
·         Sistem Manakah yang Dapat Dipakai dalam Menilai Hadits?
·         Ijtihad dalam Ushul Fiqh
·         Sunnah Tasy’iriyyah dan Ghairu Tasy’iriyyah
·         Perbuatan Naluriah Rasulullah
·         Strategi Perang Rasulullah
·         Hadits tentang Mengawinkan Pohon Kurma
·         Hadits tentang Kedokteran
·         Muhammad Berkapasitas Sebagai Rasul, Imam dan Qadhi
·         Seluruh Sunnah Termasuk Tsyri’
·         Syari’at Allah dan Syari’at Fuqoha’
·         Yang Tetap dan Yang Berubah dalam Islam
·         Pengaruh ‘Urf (Adat) dalam Perubahan Hukum
·         Pendapat Ath-Thufi tentang Pengaruh Kemaslahatan dalam Perubahan Hukum
·         Keganjilan Sebagian Ulama Masa Kini
·         Ijtihad Umar Ibnul Khattab
·         Fiqih Syafi’i Lama dan Baru
·         Pendapat Imam Ibnul Qayyim tentang Perubahan Hukum
·         Hukum-hukum Nash Selalu Tetap
·         Tidak ada Kahanutiyyah dalam Islam
·         Penilaian terhadap Fiqh Modernisme
·         Batas Aktivitas Wanita dalam Islam
·         Penghambatan Tidak Ada Poligini
·         Dalil Hukum Rajam
·         Tidak Beralasan, Pembagian Jihad: Ofensif dan Defensif

PENUTUP
TAJDID MENGANDUNG DUA PEMAHAMAN
PUSTAKA ACUAN

---------------------------------------------------------------

PENGANTAR PENERBIT

Islam adalah mu’jizat yang dimilikinya, sekalipun sering digoncang berbagai badai, tetap tegar mengukir keindahan sejarahnya.
Sekarang ini, dunia Islam sedang mengalami gerak dinamika yang menawarkan Islam sebagai dasar dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara dan dalam menegakkan keadilan bagi umat manusia.
Dalam era kesadaran dan kebangkitannya kembali di dunia modern, Islam terus maju menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar, yang menghantam dan hendak menghancurkannya. Bahkan, peristiwa ini sebenarnya sudah dimulai sejak permulaan abad VII Hijriyah.
Dalam konteks historis, kita juga melihat bahwa pembaruan dan kebangkitan selalu muncul, dari masa ke masa sepanjang sejarah Islam. Semangatnya tidak pernah pupus dalam satu generasi pun.
Kehadiran Tha’ifah Manshurah, para penegak dan pembela kebenaran, para tokoh pembaru agama – dalam konteksnya yang benar -, tidak akan pernah kosong dari masa ke masa.
Kita dituntut kejelian dan ketekunan dalam mengenal figur-figur besar dan peranannya. Sebab, tak jarang dari pribadi yang agung dari kalangan kaum muslimin, yang begitu banyak mujahadah yang mereka lakukan dalam membersihkan Islam ini dari noda-noda kepalsuan dan kerusakan, tak pernah terdengar namanya.
Dari buku Mafhum Tajdiduddin ini, penulis mencoba mengungkap tabir-tabir itu, yang menutupi kepiawaian figur-figur pembaru agama berikut pembaru mujahadahnya, mulai dari pembaru abada pertama, seperti Umar bin Abdul Aziz, lalu Imam Al-Ghazali sampai dengan para pembaru generasi berikutnya. Penulis juga menyingkap tabir kepalsuan figur-figur yang mengklaim diri mereka sebagai tokoh pembaru, berikut penyimpangan-penyimpangan pemikirannya, seperti Sayyid Khan, Qasim Amin dan lain-lain.
Buku ini merupakan karya ilmiah dari Busthami Muhammad Sa’id dalam rangka mencapai gelar Magister dalam Tsaqafah Islamiyah di Universitas Riyadl, Saudi Arabia. Kemudian, karya ilmiah ini diterbitkan oleh “Daarud-Da’wah”, Kuwait. Sungguh jelas sistematikanya, adil dalam pemaparannya, dipenuhi dengan kritik dan pelurusan yang disertai dengan hujjah dan argumentasi kuat, sebagaimana layaknya gaya penulisan Salafus-Shalih sehingga memberi pemahaman dan kejelasan serta ketentraman batin kaum muslimin dalam mengkaji keagungan sejarah Tajdiduddin.
Kami merasa dituntut untuk menyebarluaskan karya penulis ini, agar bisa menerangi kaum muslimin dari kebutaan sejarah pembaruan yang benar, dan menyadari kekeliruannya ketika harus menelan mentah-mentah segala informasi pembaruan agama versi orientalis, kau modernis dan pendukung-pendukungnya yang tersebar di negara-negara Islam atau di negeri yang mayoritas muslim. Semoga, Allah Subhanahu Wa Ta’ala merahmati penulis dan menjaganya dari tipu daya musuh-musuhnya.
Penerbit menyampaikan terima kasih kepada penerjemah – Ibnu Marjan dan Ibadurrahman – yang telah berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita agung ini.
Diterbitkannya buku ini adalah dengan niat melurukan kekeliruan kaum mauslimin dari informasi/kajian tentang Tajdiduddin (Pembaruan agama), dan mengarah kepada informasi kajian yang benar.
Semoga kehadiran buku ini dapat menjadi obor penerang bagi pegiat dan pecinta da’wah Islam, amar ma’ruf nahi munkar, dalam rangka mengungkap fakta sejarah Islam berdasarkan kajian ilmiah dan akademisi. Selamat membaca.
Hadaanallahu Ajma’in

Nopember 1995
Penerbit, Wala’ Press Bekasi.
Updated: Juli 2012, Abu Fahmi Ahmad, Mahad Imam Bukhari Jatinangor.
-------------------------------------------------------------------------

BAB PERTAMA
PEMAHAMAN TAJDID YANG BENAR

PASAL SATU
DEFINISI TAJDID

Asal Kata Tajdid
Tajdiduddin adalah salah satu istilah Islam, yaitu istilah dari kosa kata Arab yang asli. Istilah tersebut digunakan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan oleh para ulama, baik makna dalam tinjauan bahasa maupun makna yang diberi arti khusus yang kuat hubungannya dengan makna bahasanya. Kata shalat misalnya, menurut pendapat yang paling kuat secara bahasa berasal dari kata do’a[1]. Tetapi, kata shalat telah mempunyai makna khusus, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Mengingat bahwa salah satu tujuan pembahasan ini adalah untuk menjelaskan pemahaman mengenai tajdid, maka selayaknya terlebih dahulu dibahas makna kata tajdid menurut bahasa dan penggunaan-penggunaannya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Istilah tajdid muncul dari sebuah hadits shahih yang lafazhnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Abu Daud meriwayatkan dalam sunannya dari Abu Hurairah Radhiyallohu ‘Anhu, dari Rasulullah:
“Sesungguhnya senantiasa Allah membangkitkan untuk ummat ini pada setiap akhir seratus tahun (satu abad), orang yang memperbarui dinnya.[2]
Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Ath-Thabari dalam Mujma’ul-Ausath, oleh Al-Hakim dan Al-Mustadrak, dan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Ma’rifat, semuanya bersumber dari Abu Hurairah, radhiyallahu ‘anhu.
Hadits ini shahih, disahkan oleh para imam hadits terdahulu seperti Al-Hakim dan Al-Baihaqi, juga para imam hadits generasi kemudian seperti, Al-‘Iraqi, Ibnu Hajar, dan Suyuthi[3], serta ulama pada masa sekarang ini, seperti Nasiruddin Al-Albani[4].

Makna Etimologis
Dalam beberapa kamus bahasa[5], kata jaddada disebutkan sebagai berikut:
Tajaddadasy-Syai’u artinya menjadi baru, demikian pula jaddadahu artinya menjadikan sesuatu menjadi baru, demikian pula ajaddadahu dan wastajaddahu. Jaddid (baru) adalah lawan dari khalaq (usang), dan jiddah adalah kata dasar dari jaddid yang berarti lawan kata dari bila (usang). Kata tersebut digunakan dalam kalimat “syair si fulan telah usang, kemudian ia memperbarui bait syairnya.” Dapat pula dikatakan kepada orang yang memakai baju baru, “Baju itu telah usang dan ia menjadikannya baru. Terpujilah orang yang memakainya.”
Asal maknanya yang lain adalah al-qath’u (memotong). Makna tersebut terkandung dalam kalimat “jadadtasy-syai’a” (engkau menjadikan sesuatu itu majdud, atau jadid yakni terpotong). Dari pengertian ini dikatakan bahwa pakaian itu jadid (artinya ia dijadikan terpotong), yaitu seakan-akan penenunannya memotongnya pada saat sekarang ini. Inilah makna aslinya. Sedangkan makna lain yang tidak berarti memotong, misalnya dalam kalimat jaddadal-wudlu’ (memperbarui wudlu) dan jaddadal-ahda (memperbarui janji).
Demikian pula “sesuatu yang berhari-hari” bisa dikatakan baru; dan al-jadidani (dua yang baru) adalah malam dan siang sebab keduanya tidak mengalami kerusakan dan keburukan selamanya.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa tajdid menurut tinjauan etimologis adalah gagasan yang mengandung tiga makna yang berkesinambungan, tida mungkin dipisahkan satu sama lainnya, dan setiap satu makna membutuhkan makna yang lainnya. Ketiga makna yang berkesinambungan itu adalah:
Pertama: sesuatu yang diperbarui itu sebelumnya sudah ada, jelas eksistensinya nyata, dan diketahui oleh manusia.
Kedua: sesuatu itu telah “dimakan” zaman sehingga mengalami kerusakan.
Ketiga: sesuatu itu kemudian dikembalikan seperti keadaannya semula, yaitu sebelum sesuatu itu rusak.
Dari beberapa pendapat yang dihimpun, dapat dipahami bahwa jadid (baru) adalah lawan dari khalaq (usang), jiddah adalah lawan dari bila (usang). Dengan demikian, maka makna jaddadaasy-syai’a berarti menjadikan sesuatu itu baru atau tidak usang. Dalam hal ini ada tiga unsur, yaitu: sesuatu yang usang, sesuatu yang sebelumnya tidak usang, dan usaha memperbarui untuk mengembalikan seperti keadaannya semula.
Kutipan-kutipan definisi dan pendapat mengenai kata tajdid yang dihimpun dalam pembahasan ini memperjelas makna-makna tersebut. kalimat “Syair si fulan telah usang, kemudian ia memperbarui bait syairnya” mengandung pengertian, bahwa si fulan telah memiliki sebuah syair yang kemudian menjadi usang karena ‘dimakan’ zaman. Syair itu kemudian diperbarui dengan mengembalikan kepada bentuk semula.

Makna yang serupa juga dapat dilekatkan kepada orang yang memperbarui bajunya, karena pakaiannya telah buruk atau rusak. Dapat dipahami bahwa pakaian itu telah mengalami kerusakan dan menjadi buruk, lalu diperbarui dengan membuat pakaian lain yang jenis dan modelnya sama seperti pakaian yang sebelumnya.
Sementara itu, dalam contoh kalimat “memperbarui wudlu” dan “memperbarui janji” semakin jelas tampak bahwa tajdid mengandung arti mengembalikan, karena makna “memperbarui wudlu” berarti mengembalikan atau memperbarui wudlu. Sedangkan makna “memperbarui janji” mengulangi janji sebagai penguat.
Kata “Jadid” dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an tidak terdapat kata jaddada atau lafazh tajdid, tetapi terdapat kata jadid. Kiranya penggunaan kata ini dalam Al-Qur’an akan memudahkan kita dalam memperjelas makna tajdid. Di antara ayat-ayat yang memuat kata tersebut adalah firma Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan mereka berkata: "Apakah bila Kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah Kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?" Katakanlah: "Jadilah kamu sekalian batu atau besi, Atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu". Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan Kami kembali?" Katakanlah: "Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama". lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat",
Diberitakan dalam ayat tersebut, orang-orang kafir berkeyakinan bahwa mereka tidak akan menjadi makhluk yang baru lagi, atau dengan kalimat lain, mereka tidak akan menjadi baru lagi setelah mereka rusak dan menjadi tulang belulang yang berserakan (dari kata rufat yang artinya sesuatu yang pecah dan rusak). Allah lalu membantah mereka, “Jadilah kamu sekalian batu atau besi.” Maksudnya, seandainya mereka semua menjadi batu atau besi sekalipun, sungguh Allah akan mengembalikan mereka seperti sediakala dan Allah aka mematikan dan menghidupkan mereka lagi. Dalam tafsir ayat tersebut, Mujahid berkata, “Jadilah sekehendakmu, niscaya kamu akan tetap dikembalikan seperti semula.[6]
Dari ayat ini, jelaslah bahwa tajdidul-khalqi (memperbarui penciptaan) maknanya adalah membangkitkan, menghidupkan, dan mengembalikan. Makna seperti itu terkandung pula dalam firman-Nya:
“Dan orang-orang kafir berkata (kepada teman-temannya). "Maukah kamu Kami tunjukkan kepadamu seorang laki-laki yang memberitakan kepadamu bahwa apabila badanmu telah hancur sehancur-hancurnya, Sesungguhnya kamu benar-benar (akan dibangkitkan kembali) dalam ciptaan yang baru?” (Saba’: 7)
Imam Qurthubi, dalam kaitan dengan ayat tersebut menyatakan dalam kalimat lain, “(yaitu) maukah Kami tunjukkan kepadamu seorang laki-laki yang memberitahukan kepadamu dan dia berkata kepadamu bahwa sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah kehancuranmu di alam kubur? Dan makna telah hancur sehancur-hancurnya adalah telah terpisah sama sekali, dan hancur itu maksudnya adalah terserpihnya segala sesuatu.[7]
Allah berfirman:
“Dan mereka berkata, ‘apakah apabila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?” (As-Sajdah: 10)
Imam Qurthubi menjelaskan, dlalalna (kami telah lenyap) asalnya dari perkataa Arab dlallal-ma’u fil-laban (air itu lenyap dalam susu).
Orang-orang Arab menggunakan ungkapan Qad Dlalla (ia telah lenyap) untuk mengatakan sesuatu yang telah terkalahkan oleh sesuatu yang lainnya sehingga pengaruhnya menjadi lemah[8]. Dengan demikian, pembaruan penciptaan ini juga berarti menghidupkan dan membangkitkan setelah sesuatu lenyap dan terhapus bekas-bekasnya. Makna yang sama juga terkandung dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Maka, letihkah Kami dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu terhadap penciptaan yang baru.” (Qaf: 15)

Ayat tersebut memuat satu pertanyaan yang mengejek orang yang mengingkari hari kebangkitan, seakan-akan dikatakan kepada mereka, “Engkau lemah terhadap perkara-perkara tersebut jika engkau belum menggenal wajah-Nya[9], karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak lemah untuk menciptakan manusia pertama kali, lalu bagaimana mungkin Dia tidak kuasa untuk menghidupkannya kembali?” mereka sebenarnya dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru, yaitu dalam keadaan bingung menghadapi hari kebangkitan. Ayat ini memberikan isyarat adanya tiga tahap: penciptaan yang pertama dan kehidupan yang pertama, kemudian mati dan hancur, kemudian dimatikan dan dihidupkan, dikembalikan dan diperbarui, maka makhluk itu menjadi penciptaan yang baru.


[1] Ibnu Manndzur, Lisanul Arab, XIV: 464
[2] Sunan Abu Dawud, Kitab Malahim, IV: 109
[3] ‘Aunul-Ma’bud, Syarah Sunan Abu Dawud, XI: 396; Faidhul Qadir, Al-Munawi, Syarah Al-Jami’us-Shaghir, II: 282; Al-Ajluni, Kasyful-Khafa’ I: 243
[4] Al-Albani, Shahih Al-Jami’us-Shaghir, I: 143; Silsilatul-Ahaditsis-Shahihah: 60
[5] Jauhari, Ash-Shahah, I: 451; Lisanul-‘Arab, III: 111; Maqayisul-Lughah, I: 409
[6] Tafsir Al-Qurthubi, X: 274
[7] Tafsir Al-Qurthubi, XIV: 263
[8] Tafsir Al-Qurthubi, XIV: 91
[9] Tafsir Al-Qurthubi, XVII: 8


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------