Bag-9 : Khalifah Dan Istilah-Istilah Baru
Di akhir penjelasan ini harus kami jelaskan bahwa istilah ‘al khalifah fil ardli’ (khilafah di muka bumi) adalah istilah al Qur’an yang kita tidak boleh menyimpang darinya kepada istilah yang lain di dalam pembahasannya.
Dan sesungguhnya apa yang dijadikan sandaran oleh sebagian manusia dalam mempergunakan istilah-istilah yang lain dalam pembahasan ini, baik untuk suatu niat yang baik atau niat yang jahat karena adanya sebagian persamaan atau pertentangan antara dia dengan Islam. Tidaklah membantu (merealisasikan) syari’at Islam, bahkan hal tersebut mengaburkan dan mengacaukan dan kadang-kadang mengakibatkan kepada penyimpangan dan penghancuran hal itu karena semua sistem mempunyai asas dan istilah-istilah tersendiri, dan termasuk salah besar meminjam (memakai) istilah dari suatu sistem ke sistem yang lain.

Langkah Baru
Telah kita ketahuidari apa yang telah lalu makna-makna ‘al khilafah fil ardli’ sebagaimana tercantum di dalam al Qur’anul karim yang kadang-kadang bermakna umum, yaitu pengangkatan khalifah jenis manusia secara keseluruhan seperti pengangkatan Adam dan anak cucunya sebagai khalifah.
Dan kadang-kadang bermakna lebih khusus dari makna umum. Yaitu pengangkatan suatu ummat sebagai suatu khalifah menggantikan ummat yang lain. Yang dimaksudkan oleh makna khusus ini kadang-kadang adalah khilafah ‘khola’if’ yaitu apabila yang menggantikan itu menggantikan ummat kafir yang telah dibinsakan oleh Allah. Dalam hal ini ummat yang menggantikan dituntut tidak mengikuti (jalan hidup) ummat yang digantikan.
Dan kadang-kadang yang dimaksudkann oleh makna khusus adalah khilafah ‘khulafa’ yaitu apabila ummat yang menggantikan tersebut menggantikan ummat mukmin yang sudah habis masanya. Dalam hal ini ummat yang menggantikan dituntut untuk mengikuti jalan hidup dan jejak langkah ummat yang digantikan.
Sebagaimana kita telah ketahui juga bahwa khilafah seluruh ummat terhenti pada ummat Rasulullah saw karena mereka sebagai pewaris berbagai ummat dan risalah. Dan sesungguhnya ummat tersebut (ummat Rasulullah saw) mencakup untuk khilafah ‘khola’if’ dan khilafah ‘khulafa’ dan ummat tersebut dituntut untuk tidak mengikuti (jalan hidup) ummat kafir yang telah dibinasakan oleh Allah swt dan juga dituntut untuk mengikuti ummat mukmin yang sudah habis masanya. Oleh karena itu, Allah swt mengisahkan kepada kita di dalam al Qur’anul karim ummat-ummat terdahulu untuk dijadikan pelajaran bagi kita. Dan di dalam khilafah ‘khola’if’ supaya kita tidak mengikuti orang-orang kafir di dalam jalan hidup dan perilakunya. Dan di dalam khilafah ‘khulafa’ mengambil suri tauladan terhadap orang-orang yang shaleh. 
“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.” (QS. Al An’am: 90)
Dan sebagaimana yang telah kami jelaskan juga bahwa ‘al khilafah’ kadang-kadang bermakna lebih khusus dari pergantian suatu ummat kepada ummat yang lain. Apabila yang dimaksudkan adalah khilafah hukum dan pemerintahan sebagaimana perihal Daud as.
Sehubungan dengan khilafah khola’if adalah khilafah kauniyah, yang diakhiri dengan dibinasakannya ummat yang digantikan dan munculnya ummat yang menggantikan yang dalam hal ini tanpa adanya suatu kehendak atau kemauan dari ummat yang menggantikan.
Sedangkan khalifah khulafa’ adalah khalifah syar’iyah yang diawali dengan mewarisi ummat yang shaleh yang sudah habis masanya. Tetapi hal itu sulit terlaksana kecuali dengan syarat-syarat tertentu yaitu iltizam kepada tauhidullah dan taat terhadap perintah-perintah-Nya, sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya. Namun ini semua bisa diusahakan oleh manusia karena berada di dalam batas-batas kemauan dan kehendaknya. Maka kami dapati khilafah ‘khulafa’ perkaranya tidak menentu antara pasang dan surut sesuai dengan jauh dekatnya dari ajaran-ajaran dien dan nilai-nilai Islam. Hal itu sebagaimana kami perhatikan di dalam tarikh khilafah ummat ini. Dan ketika persoalannya sampai kepadanya pada hari kehancuran daulah khilafah, setelah penopang kekuatan hakikinya lenyap dan menyimpang dari manhaj Allah. Jadilah mangsa bagi kekuatan musuh yang berskongkol untuk menghancurkannya dan yang menantikan kehancurannya. Dan dengan demikian, digulunglah lembaran-lembaran kekuatan di dalam tarikh ummat-ummat ini dan lembara kelemahan mulai muncul akibat terlepasnya tali khilafah dan terpecah belah menjadi berbagai negara.
Sesungguhnya realitas kelemahan dan perpecahan yang kita alami telah membikin musuh-musuh kita tergiur untuk menghabisi kita, dan menjadikan orang-orang kafir membentuk suatu kekuatan yang berani terhadap kita. Menginjak-injak kehormatan tempat-tempat suci kita. Membunuh anak-anak, menjajah sebagian tanah air, isteri-isteri kita tanpa ada rasa takut dan tanpa mempedulikan adat dan undang-undang. Sesungguhnya hal itu semua tidak mungkin terjadi seandainya khilafah itu ada dan kaum muslimin mempunyai eksistensi sehingga mampu menghimpun kekuatan dan persatuan.
Apabila realitas kita sekarang ini merupakan hasil secara tabi’i  dari perbuatan tangan-tangan kita, dengan jauhnya kita dari sumber kekuatan dan kejatuhan kita di bawah pengaruh perang intelektual (Gazhwul Fikri) musuh-musuh kita. Maka kita jangan bersandar pada kelemahan kita. Kita jangan menyerah pada kenyataan yang ada serta jangan pesimis. Sebab, kita tahu bahwa sejarah ummat dan bangsa itu pasang dan surut, kuat dan lemah, dan maju dan mundur. Kewajiban kita tidak lain hanyalah berusaha menghimpun kekuatan kita, memperkuat tekad kita dan mengejar ketinggalan-ketinggalan kita dari syarat-syarat kebangkitan dan kekuatan-kekuatan penopangnya.
Sesungguhnya masa dimana suatu negara dapat mengendalikan dirinya sendiri dan merasa cukup punya kekuatan dan sumber alam yang banyak sehingga tidak memandang perlu untuk bekerja sama dengan yang lain. Itu semua telah berlalu. Kini, dengan cepatnya ilmu pengetahuan, alam ini seolah-olah menjadi satu negara. Komunikasi yang cepat, tranformasi ilmu pengetahuan modern dan penemuan-penemuan baru sudah bisa dilaksanakan meskipun dari tempat yang terpisah-pisah di berbagai negara. Jarak yang jauh rasanya sudah menjadi dekat. Kepentingan ummat dan bangsa sudah menyatu. Maka timbullah blok-blok ideologi dan pemikiran serta blok-blok politik sehingga tidak ada tempat bagi negara-negara yang memisahkan diri sebagai negara-negara yang kecil di alam yang besar. Sesungguhnya perkembangan ini justru mempertegas apa yang dibawa oleh Islam sebelum empat belas abad yang lalu tatkala menegakkan daulahnya di atas asas akidah, dan menjadikan umat menyatukan bangsa-bangsa dan susku-suku yang bermacam-macam. Mereka disatukan oleh ukhuwah islam (persaudaraan Islam). Dan khilafah Islamiah merupakan bukti sejarah yang bisa menaungi kaum muslimin dan sekaligus sebagai suatu kekuatan yang melindungi mereka dari kekuatan penjajah.
Sesungguhnya apa yang kita saksikan pada kenyataan kita sekarang dengan munculnya negara-negara besar yang dapat menyatukan bangsa-bangsa yang bermacam-macam oleh ideologi yang satu seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat. Dan juga kita saksikan bahwa adanya persekutuan-persekutuan wilayah (blok-blok) dan persekutuan polotik serta pasar pedagangan yang menghimpun negara yang bermaca-macam. Dimana mereka disatukan oleh kepentingan bersama. Semua ini mempertegas keyakinan kita bahwa untuk sebuah khilafah Islamiah masih ada tempat di alam kita ini. Kita harus berusaha sekuat tenaga supaya ada jalan bagi kaum muslimin untuk mempersatuka mereka kembali, mewujudkan kepentingannya dan memelihara eksistensinya. Hal semacam itu tidak akan kita dapati kecuali di dalam sistem khilafah.




0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------