BERMUWALAH KEPADA ORANG-ORANG MUKMIN SESUAI DENGAN KADAR KETAATANNYA.
Apabila mereka berkumpul di atas ketaatan kepada Allah dan RasulNya serta tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, tidak ada seorang pun (yang berhak) dalam segala-galanya, akan tetapi mereka bersama-sama  dengan yang lainnya harus berada dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya.[1] Tidak bersama-sama dalam kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi hendaklah mereka tolong menolong dalam kejujuran, keadilan, kebaikan, amar ma’ruf nahi munkar, menolong orang yang terzhalimi dan seluruh orang yang dicintai Allah dan RasulNya; tidak saling tolong menolong dalam kezhaliman, ashobiyyah jahiliyyah, mengikuti hawa nafsu tanpa petunjuk dari Allah, perpecahan dan ikhtilaf, ‘mengikuti perut’ terhadap seseorang untuk mengikutinya dalam segala sesuatu dan bersekutu di atas selain yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya.

Dengan demikian, seseorang tidak berpindah dari satu orang kepada yang lainnya, dan tidak bernisbat kepada siapa pun, tidak laqith, tidak tsaqil (tidak ustadz A, tidak ustadz B; tidak harokah A, tidak harokah B, pent) dan nama-nama jahiliyyah lainnya. Sesungguhnya hal itu timbul hanya karena sang ustadz ingin disetujui oleh para muridnya dalam segala keinginannya, muwalah terhadap orang-orang yang bermuwalah kepadanya dan memusuhi orang-orang yang memusuhinya secara mutlak. Perbuatan ini adalah haram. Seseorang tidak diperkenankan hal itu kepada yang lainnya dan memaksakan kepadanya[2] akan tetapi yang menyatukan mereka adalah as Sunnah, dan yang memisahkannya adalah bid’ah. Mereka dipersatukan oleh perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya, dan dipisahkan oleh maksiat kepada Allah dan RasulNya. Hingga manusia itu menjadi ahlu tho’at da ahlu maksiat kepada Allah. Tidak ada ibadah kecuali kepada Allah Azza Wa Jalla, dan tidak ada ketaatan mutlak kecuali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan RasulNya.

TERCELANYA BANYAK BERPINDAH-PINDAH
Tidak diragukan lagi, jika mereka dalam kebiasaan jahiliyahnya – orang yang diajari oleh seorang ustadz, dia menjadi sekutunya – orang yang berpindah dari ustadz yang pertama kepada ustadz yang kedua adalah orang yang zholim, yang melanggar dan tidak menepati janjinya. Hal ini juga haram dan dosa, lebih besar dosanya dari pada orang yang tidak melakukan seperti perbuatannya itu. Bahkan semacam inilah, apabila ia berpindah kepada selain ustadznya dan sekutunya, berarti dai telah melakukan perbuatan yang haram, kemudian menjadi seperti bangkai daging babi.

Sesungguhnya dai tidak menepati janji Allah dan RasulNya, dan juga janji ustadznya yang pertama. Dia seperti orang yang main-main yang tidak memiliki perjanjian, tidak memiliki agama dan tidak mempunyai sifat menepati janji.

Pada masa jahiliyah, ada seorang yang mengikat suatu perjanjian dengan suatu kabilah. Kemudian apabila dia mendapati kabilah yang lebih kuat dari kabilah yang pertama, dia batalkan perjanjian yang pertama, lalu mengadakan perjanjian da persekutuan lagi dengan kabilah yang kedua (keadaan orang ini sama dengan mereka yang di atas). Kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat,
Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.

Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar.[3] (an Nahl: 91 - 94)

MENCEGAH ORANG YANG BERBUAT KERUSAKAN
Mereka harus melakukan amar ma’ruf nahi munkar, tidak boleh membiarkan orang-orang yang ada di antara mereka berbuat kezholiman atau kekejian. Juga tidak boleh membiarkan anak-anak bertabarruj atau mempertontonkan sesuatu yang menimbulkan fitnah manusia. Tidak boleh menggauli orang-orang yang buruk pergaulannya, dan tidak boleh dihormati untuk tujuan jahat.

TERCELANYA WALA’ SECARA MUTLAK DENGAN BATIL MAUPUN HAK
Barangsiapa yang mengadakan perjanjian dengan seseorang untuk bermuwalah kepada orang-orang yang bermuwalah terhadapnya, dan memusuhi orang-orang yang memusuhinya, dia termasuk jenis bangsa Tartar yang berjuang di jalan syetan. Orang semacam ini tidak termasuk mujahid fi sabilillah atau tentara kaum muslimin. Pasukan kaum muslimin tidak boleh seperti mereka. Sekalipun mereka pasukan syetan, namun ada baiknya agar dikatakan kepada muridnya dengan perkataan, “Hendaknya kamu menepati janji Allah untuk bermuwalah kepada orang-orang yang bermuwalah kepada Allah dan RasulNya, memusuhi orang-orang yang memusuhi Allah dan RasulNya. Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Jika saya berada di atas kebenaran, maka engkau harus menolong kebenaran itu. Dan jika saya berada di atas kebatilan, janganlah kau tolong kebatilan itu. Barangsiapa yang berpegang dengan hal ini, maka dia termasuk mujahidin fi sabilillahi Ta’ala yang menginginkan seluruh dien ini hanya milik Allah dan juga tegaknya kalimat Allah.”[4]

Di dalam shohihain, bahwa Nabi saw ditanya: Wahai Rasulullah, ada orang yang berperang karena keberaniannya, ada juga yang karena kesombongannya dan ada juga yang karena ingin dipuji manusia. Mana diantara mereka yang ada di jalan Allah? Kemudian beliau bersabda:

Barangsiapa yang berjuang karena ingin meninggikan kalimat Allah, maka dai berada di jalan Allah.[5]
Apabila seorang mujahid berperang karena sombong kepada kaum muslimin, atau karena ingin dipuji oleh manusia, atau karena keberaniannya, maka dia berperang bukan di jalan Allah sampai ia berperang karena ingin meninggikan kalimat Allah Ta’ala.  Lantas bagaimana dengan orang yang belajar untuk memproduksi alat perang yang dibangun dari asas yang rusak dalam rangka membantu orang yang dikondisikan atas orang yang dikondisikan?
Barangsiapa yang berbuat demikian, maka dia termasuk ahli jahiliyah dan (seperti) bangsa Tartar yang telah keluar dari syari’at Islam. Orang semacam itu berhak mendapatkan hukuman berat yang bersifat syar’i untuk mencegah mereka dan orang-orang seperti mereka dari perpecahan dan perselisihan semacam ini; sampai dien ini semuanya milik Allah, dan ketaatan hanya kepada Allah dan RasulNya. Dan mereka menegakkan keadilan, bermuwalah kepada Allah dan RasulNya, cinta karena Allah dan membenci karena Allah serta beramar ma’ruf nahi munkar.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------