BAB V.
BUAH TAQWA.
Kami tutup pembahasan penting ini, dengan menyebutkan beberapa buah taqwa, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Dan kita mohon kebahagiaan dunia dan akhirat tersebut.
Taqwa merupakan sumber utama yang mendatangkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, bahkan tidak ada kebahagiaan tanpa ketaqwaan. Landasan taqwa adalah ma’rifah (pengenalan) kepada Allah Ta’ala. Ma’rifah membuat hamba dapat mengisi kehidupannya dengan ketaatan kepada-Nya, dzikir kepada-Nya dan mensyukuri nikmat-Nya. Dan inilah sebenarnya yang termasuk kebahagiaan jiwa. Kebahagiaan lain dari pengaruh ma’rifah adalah mahabbah kepada Allah, ridla dengan-Nya, serta  bertawakkal kepada-Nya. Kebahagiaan seperti ini lebih agung daripada kebahagiaan duniawi, dan orang yang bertaqwa merasakan kebahagiaan melalui ketaatan-ketaatan dan buah-buahnya yang nampak di dunia. Sebagai bukti bahwa kebahagiaan tersebut terdapat pada diri seorang hamba, adalah manakala dia terjerumus ke dalam kemaksiatan di karenakan lemahnya kendali taqwa, lalu terasalah kesempitan dalam dadanya, dan sempit pula hubungannya dengan Allah dan orang-orang mu’min. Meskipun dia bisa meraih dunia beserta kenikmatan-kenikmatannya, namun hal itu tidak mampu mengusir rasa sempitnya tadi.

Ibnu Qayyim rahimahullah, dalam mensifati orang yang merasakan kebahagiaan karena taqwa, lalu berpaling, ia berkata:
“Barangsiapa yang sudah merasakan suatu kebahagiaan karena ketaqwaannya kepada Allah, lalu dia melepaskannya, dan menyerah kepada kehendak nafsunya, kesenangan, dan kelezatan dunia, maka dia telah terjerumus ke dalam pengaruh-pengaruh yang menghancurkan, yang memenjarakan hatinya dan menyiksa hidupnya dengan siksaan yang tiada bandingannya di alam semesta ini. Maka kehidupannya menjadi tak berdaya, sedih dan susah. Kematiannya buruk (su’ul khatimah, ed), tempat kembalinya penuh penyesalan, dan perkaranya menjadi kacau balau. Orang demikian tidak lagi memiliki kelezatan dan kesenangan. Tidak ada tempat meminta dan mengadu, sebab kegembiraan dan kesenangannya sudah pergi entah kemana. Kini, tinggallah penderitaan, kesedihan serta kerugian. Riang berubah menjadi sedih, mulia menjadi hina, kaya menjadi miskin, persatuan menjadi perceraian. Semua pergi darinya tak dapat lagi dipertahankan. Yang demikian itu, karena dia mengetahui jalan menuju Allah, lalu dia tinggalkan dan berpaling dari padanya. Dia melihat kemudian buta, mengetahui kemudian mengingkarinya, menerima lalu membuangnya, dipanggil namun tak menjawab, pintu dibuka untuknya namun dia membelakanginya. Dia telah meninggalkan jalan Maulanya (Allah), dan dia menerima kata-kata hawa nafsunya .

Seandainya dia memperoleh sebagian nasib baiknya dan kelezatan dunia, niscaya hatinya akan terbelenggu, tak mampu beranjak ke medan tauhid, medan kesenangan, taman mahabbah, dan hidangan-hidangan yang mendekatkan (kepada Allah), dikarenakan dia menyimpang dan berpaling dari ilahnya yang Haq kepada derajat yang paling rendah (asfala safilin), akhirnya dia memperoleh berbagai hal yang menghancurkannya. Api hijab selalu menyala setiap waktu di dalam hatinya. Alam berpaling dari dirinya bila dia berpaling dari Allah, dan siap menghadang dirinya terhadap maksud hatinya. ( Thariqul Hijratain, 180, As Salafiyyah)

Semoga Allah melindungi kita dari ketergelinciran dan menganugerahkan kepada kita amal shalih, dan rasa cinta kepada orang-orang shalih. Kita juga mohon kepada Allah, semoga ia mengaruniakan kepada kita, dapat mengikuti jejak mereka dengan merasakan kelezatan. Dan kita berlindung kepada-Nya dari hilangnya itu semua setelah kita terima. Dan Allah memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.




0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------