AHLUSSUNNAH WAL JAMA`AH, MA`ALIM INTHILAQATUL KUBRA
OLEH SYAIKH MUHAMMAD ABDUL HADI AL MISHRI
Penerjemah : Abu Fahmi Ahmad dan Ibnu Marjan, 1992 , updated Februari 2012
Bagain-5
Definisi Salaf
Menurut bahasa, salaf artinya “nenek moyang” yang lebih tua dan lebih utama. (Lisanul Arab 9:159)
Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan salaf seseorang (salaf ar-rajuli), maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya. (Tahirul Maqalah Min Syarhir-Risalah, hlm.36, mengutip dari Al-Maghrawi, Al-Mufassirun Bainat-Takwil wal Itsbat, hlm.18)
Menurut istilah, kata salaf berarti sahabat, sahabat dan tabi`in, serta pengikut mereka dari Imam-imam terkemuka yang mengikuti Al Qur`an dan as-Sunnah.


Menurut al- Qaslani, Salaf as-Shaleh ialah generasi pertama yang mendalam ilmunya, mengikuti  petunjuk Nabi Saw, dan memelihara Sunnah beliau. Mereka telah dipilih Allah untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan Din-Nya. Mereka adalah Imam-imam umat yang diridlai Allah dan berjuang dengan gigih di jalan Allah. Mereka berusaha semaksimal mungkin menasihati umat dan memberikan hal-hal yang bermanfaat. Mereka mencurahkan seluruh kemampuannya untuk mencari keridlaan Allah sehingga Allah memuji mereka dalam kitab-Nya….Karena itu, kita wajib mengikuti apa yang mereka sampaikan, meneladani apa yang mereka amalkan, dan memohonkan ampun buat mereka. (Al-Mufassirun Bainat-Ta`wil wal Itsbat 1:18)

Abdul Hasan berkata,”Mereka adalah para sahabat yang perkataan dan perbuatan mereka diikuti, dan ta`wil serta hasil ijtihad mereka diterima.”(Al-Mufassirun Bainat-Ta`wil wal Itsbat 1:18)

Menurut Al-`Adawi, makna salaf itu lebih mengacu kepada para sahabat. Berdasarkan perkataan Ibnu Naji, Salaf ash-Shaleh adalah sifat yang lazim dan mutlak hanya ada pada sahabat, serta tidak terdapat pada yang lainnya.(Al-Hasyiyah 106)
Mengenai Salaf ash-Shaleh ini, Al-Ghazali berpendapat,”Yang saya maksud salaf di sini adalah madzhab sahabat dan tabi`in.” (Ilhamul `Awam `an Ilmil Kalam 62)
Lain lagi menurut Al-Bajuri,”Yang dimaksud salaf ialah orang terdahulu yaitu nabi, sahabat, tabi`in, dan pengikut mereka, khususnya Imam Mujtahid yang empat.” (Syahrul Jauharah 111)

Syekh Mahmud Khafaji berkata, “Pembatasan waktu saja tidaklah cukup untuk menentukan definisi salaf. Seharusnya, pengkaitan kepada pendahulu itu disesuaikan Al Qur`an dan as-Sunnah. Maksudnya, pendapat mereka itu harus sesuai dengan Al Qur`an dan as-Sunnah, termasuk semangat ruhnya. Maka barangsiapa pendapatnya menyalahi Al Qur`an dan as-Sunnah, bukanlah ia seorang salaf “meskipun ia hidup pada jaman sahabat, tabi`in, atau  tabi`at-tabi`in.” (Al-`Aqidatul Islamiyyah Bainas-Salafiyyah wal Mu`tazilah 21)

Syekh Ibnu Hajar al-Qathari dalam kitabnya Al-`Aqa`idus Salafiyyah bin Adillatihal `Aqliyyah wan-Naqliyyah mengatakan,”…Yang dimaksud dengan madzhab Salaf ialah apa yang diperangi oleh: para sahabat yang mulia, pengikut mereka yang baik hingga hari kiamat, pengikut mereka lagi, Imam-imam ad-Din yang terkemuka, dan orang-orang yang menerima perkataan mereka dari generasi ke generasi berikutnya, seperti Imam yang empat ( Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi`I, dan Imam Ahmad bin Hanbal penj.), Sufyan ats-Tsauri, Al-Laits bin Sa`ad, Ibnul Mubarak, An-Nakha`I, Al-Bukhari, dan Muslim. Selain itu, juga para penyusun kitab Sunan yang tidak tertuduh  sebagai pembuat bid`ah dan tidak terkenal dengan gelar yang tidak menyenangkan seperti Khawarij, Rafidli, Murji`ah, Jabariyah, Jahmiyah, dan Mu`tazilah.” (Al-Mufassirun Bainat-Takwil wal Itsbat 1:19-20)

Dari uraian di atas, akhirnya kita dapat menarik garis definisi bahwa salaf ialah istilah yang diperuntukkan bagi Imam-imam terdahulu dari tiga generasi pertama yang diberkai Allah, yaitu generasi sahabat, tabi`in, dan tabi`it-tabi`in. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Sebaik-baik generasi ialah generasiku, kemudian orang-orang sesudahnya, dan orang-orang sesudahnya lagi. Lalu akan datang orang-orang yang kesaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.” (HR.Bukhari)

Karena itu, setiap orang yang beriltizam kepada aqidah, fiqih, dan ushul Imam-imam, ia dapat dinisbatkan kepada mereka (salaf) meskipun tempat dan jamannya berjauhan. Dan   orang yang menyalahi mereka –sekalipun ia hidup di tengah-tengah mereka, bahkan berkumpul dalam satu tempat dan satu masa- ia tidak termasuk golongan mereka.    

Definisi Golongan yang Mendapat Pertolongan
Golongan yang mendapat petolongan sebagaimana disebut dalam hadits-hadits Rasul Saw ialah golongan pejuang dari kalangan Ahli Sunnah yang memang layak memperoleh pertolongan Allah, baik secara moral maupun material. Pertolongan Allah itu misalnya, ilmu yang shahih, perilaku yang lurus terhadap sunnah-sunnah Allah di alam semesta, serta diharapkan. Jika tidak, atau hanya sekedar iman dan mengikuti aqidah Ahli Sunnah tanpa menjalankan hal-hal yang bisa mendatangkan kemenangan serta tanpa menjalankan sunnah-sunnah Allah di alam semesta –yang tidak melebihkan seseorang atas lainnya- maka Allah tidak menjamin pertolongan, kemenangan, dan kekuasaan di muka bumi, sebagaimana telah di janjikan – Nya buat hamba-hamba-Nya yang shaleh dan ikhlas.
Maka jelaslah bahwa golongan yang mendapat pertolongan itu ialah golongan Ahli Sunnah Waljama`ah. Golongan ini selalu melaksanakan fiqih yang shahih yang mengacu pada Salaf dan para Imam. Golongan ini senantiasa menjalankan hal-hal yang dapat mendatangkan kemenangan sehingga Allah selayaknya member mereka pertolongan. Mereka juga sama sekali tak mempedulikan orang-orang yang menentang, meremehkan, atau merendahkan mereka.

Sebagai makhluk Allah, golongan yang mendapat pertolongan ini sebenarnya sama dengan makhluk lain, kecuali mereka mendapat perlindungan Allah. Pada diri mereka juga terdapat kebaikan-kejelekan, keadilan-kezhaliman, dan ketaatan-kemaksiatan. Namun pada umumnya mereka lebih unggul daripada manusia lainnya, lebih berhak mendapat pertolongan Allah, dan lebih mampu memikul tanggung jawab ad-Din serta melaksanakan amanat yang dipikulkan Rabb-Nya.

Dalam hal tersebut Ibnu Taimiyah berkata, “Mu`awiyah dan Al-Mughirah serta lainnya berhujjah atas keunggulan golongan penduduk Syam, berdasarkan dua hadits shahih Nabi Saw:
“Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tegak menjalankan perintah Allah. Mereka tak peduli terhadap orang yang menentang dan mengecewakan mereka hingga datangnya hari kiamat.”

Lalu berdiri Malik bin Yukhamir dan mengatakan bahwa mendengar Mu`adz berkata, `Mereka itu ada di Syam.` Kemudian Mu`awiyah berkata, `Inilah Malik bin Yukhamir yang menyebutkan bahwa ia mendengar Mu`adz mengatakan, mereka (golongan yang mendapat pertolongan) itu ada di Syam.` Demikianlah hadits yang diriwayatkan Mu`awiyah.
Adapun hadits yang diriwayatkan Al-Mughirah ialah Nabi Saw bersabda:
“Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang menang dalam membela kebenaran hingga datang keputusan Allah, sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian.”
Ada dua alasan mengapa mereka menjadikan kedua hadits tersebut sebagai hujjah akan keunggulan penduduk Syam.

Pertama, Mereka (penduduk Syam) telah menzahirkan dan membela kebenaran hingga akhirnya segala urusan diserahkan kepada mereka –setelah terjadinya peperangan dan fitnah. Nabi Saw bersabda, `Mereka tak peduli terhadap orang yang menentang mereka.` Hadits ini mengandung arti bahwa golongan yang menegakkan kebenaran dari umat ini adalah golongan yang secara nyata akan mendapat kemenangan dan pertolongan. Maka ketika mereka mendapat pertolongan dan kemenangan, mereka itulah Ahlul Haq.

Kedua, nash-nash menentukan bahwa mereka ada di Syam sebagaimana yang dikatakan Mu`adz, dan seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Abi Hurairah dari Nabi Saw yang bersabda:

“Penduduk kawasan barat akan senantiasa mendapat kemenangan.”
Imam Ahmad berkata,”Yang dimaksud penduduk kawasan barat ialah pendudu Syam. Hal ini disebabkan Nabi Saw berdomisili di Madinah. Dengan demikian, kawasan yang ada disebelah barat Madinah disebut kawasan barat, sedangkan sebelah timurnya disebut kawasan timur. Penduduk Najd dan sebelah timurnya disebut penduduk kawasan timur, sebagaiana dikatakan oleh Ibnu Umar,”Telah datang dua orang dari kawasan timur, lalu berkhutbah.”
Kemudian Nabi Saw bersabda:
“Sesungguhnya dari keindahan bahasa itu dapat timbul daya pikat yang luar biasa.”

Banyak pula hadits Nabi yang menjelaskan bahwa kejelekan itu berasal dari timur, seperti sabda beliau:
“Fitnah itu berasal dari sini, fitnah itu berasal dari sini.”(seraya beliau menunjuk kea rah timur).
“Bilang kekufuran berasal dari timur.”

Hadits-hadits di atas mengandung maksud bahwa golongan yang mendapat pertolongan dari umat yang menegakkan kebenaran itu berada di kawasan barat, yaitu di Syam dan kawasan sebelah baratnya, sedangkan fitnah dan kepala kekufuran akan timbul dari kawasan timur. Penduduk Madinah menyebut penduduk Syam, sebagai penduduk kawasan barat. Mereka mengatakan, Al-Auza`I sebagai imam penduduk kawasan barat, sedangkan

Sufyan ats-Tsauri sebagai imam penduduk kawasa timur.
Alasan mereka karena batas ujung Syam dari sungai Efrat (di Irak) merupakan pintu gerbang Madinah yang membentang keseluruhan wilayah keduanya, sedangkan Haran Riqqah serta bagian lainnya merupakan pintu gerbang Mekah. Oleh karena itu, kiblat mereka adalah seadil-adilnya kiblat. Artinya, mereka tepat menghadap sudut Syam dan membelakangi kutub Syam; tidak miring kearah kanan seperti penduduk Irak dan tidak miring ke arah kiri seperti penduduk Syam.

Orang-orang berpendapat, jika nash-nash tersebut menunjukkan bahwa kelompok umat yang menegakan kebenaran –mereka yang tak peduli terhadap para penentang dan orang-orang yang menghina mereka- itu berada di Syam, maka hal itu bertentangan dengan sabda beliau:”Ammar akan dibunuh oleh kelompok durhaka.” Dan sabda beliau:”Mereka akan dibunuh oleh kelompok yang lebih berhak terhadap kebenaran.”
Pernyataan tersebut dijadikan hujjah oleh mereka yang berpendapat bahwa golongan yang benar atau yang mendapat pertolongan itu tidak hanya terdapat pada penduduk kawasan barat, tapi ada di semua kawasan. Perkataan itu mengandung permusuhan yang ditujukan untuk melawan kaum Syi`ah, Rawafidl, yang dianggap Ahlul Ahwa`. Adapun pendapat yang kami sodorkan ini mengikuti Ahli Ilmu yang adil.

Tak diragukan lagi bahwa nash-nash tersebut harus didahulukan pada porsi yang sebenarnya. Sabda beliau Saw tentang “Penduduk kawasan barat tetap mendapat kemenangan”dan sejenisnya itu menunjukan keberadaan penduduk Syam dan kemenangan mereka. Hal ini sudah menjadi kenyataan karena mereka tampil ke depan dan mendapat kemenangan” itu masih bersifat umum.Artinya, tidak tertutup kemungkinann bahwa di tengah-tengah mereka ada orang durhaka atau terdapat penyimpangan, semestara di luar mereka ada yang lebih patut terhadap kebenaran. Alhasil, ditengah-tengah mereka ada yang begini dan ada yang begitu.

Ihwal hadits Nabi “Mereka akan dibunuh oleh kelompok yang lebih patut terhadap kebenaran di antara dua kelompok yang ada” menunjukan bahwa Ali dan pengikutnya lebih patut terhadap kebenaran karena selain mereka merupakan kelompok lain.
Jika ada seseorang atau kelompok yang kalah dalam sebagian hal, maka hal itu tidak mencegah kemungkinan –di lain pihak- ia (mereka) taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebab, ada kalanya suatu perbuatan bisa bernilai lebih taat dari perbuatan lainnya. Dan jika sebagian mereka menyimpang pada suatu saat dan penyimpangannya itu merupakan dosa yang tak terampuni, maka yang demikian ini pun tidak menghalangi berlakuya nash-nash tersebut. Untuk itu, Nabi Saw menyebutkan keunggulan sebagian besar penduduk Syam dalam berbagai hal.

Begitu pun pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Beliau lebih mengutamakan penduduk Syam daripada penduduk Irak sehingga beliau berkali-kali datang ke Syam dan enggan pergi ke Irak. Demikian juga sewaktu beliau wafat- karena dibunuh seorang musuh- maka yang pertama kali diperkenankan melayatnya adalah penduduk Madinah, sebagai umat paling utama. Setelah itu baru penduduk Syam dan terakhir penduduk Irak. Demikianlah menurut riwayat yang shahih.

Sebelumnya, pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq juga sama. Beliau lebih mencurahkan perhatiannya untuk menaklukan Syam daripada Irak, sehingga beliau berkata, tertutupnya (terkucilnya) wilayah Syam lebih aku sukai daripada penaklukan (penguasaan) sebuah kota di Irak.”

Nash-nash dari Kitabullah, Sunnah Rasul, dan para sahabat beliau yang lebih mengutamakan Syam daripada Najd, Irak, dan semua kawasan timur, sangat banyak jumlahnya. Bahkan ada pula nash shahih dari beliau Saw yang mencela penduduk kawasan timur sepert sabdanya: “Fitnah dan biang kekufuran berasal dari timur.”
Adalah sesuatu yang kontroversial manakala munculnya anggapan-pada masa kekhalifahan Ali- bahwa penduduk kawasan timur lebih utama daripada barat. Karena itu, setelah Ali wafat, muncullah berbagai macam fitnah, nifaq, kemurtadan, dan bid`ah yang kebanyakan berasal dari penduduk kawasan timur (pendukung Ali). Tak bisa dipungkiri di kalangan mereka pun muncul ulama dan orang-orang shaleh yang lebih utama dari kebanyakan penduduk Syam, sebagaimana juga Ali, Ibnu Mas`ud, Ammar, Hudzaifah, dan lain-lain lebih afdhol daripada sahabat yang dari Syam. Namun, adanya sejumlah orang istimewa tersebut tidak menutup kemungkinan bagi kelompok lain untuk menyandang keutamaan.

Nabi Saw sendiri memang mengistimewakan kelompok Syam sebagai pelaksana perintah Allah dan golongan yang mendapat pertolongan-Nya sepanjang masa. Hal ini merupakan kabar yang tidak ada putus-putusnya bagi mereka. Di samping jumlahnya banyak, mereka juga penduduk yang kuat. Cirri ini hanya ada pada penduduk Syam di bumi Islam ini, dan tidak pada yang lain.Bahkan Hijaz, yang merupakan cikal-bakal tumbuhnya keimanan, pada akhir jaman akan mengalami kemerosotan, baik dalam bidang ilmu, iman, maupun perjuangan. Begitu pun Yaman, Irak, dan negeri-negeri timur lainnya. 
Adapun negeri Syam –yang didalamnya senantiasa ada ilmu dan iman- akan selalu mendapat pertolongan dan kemenangan bagi siapa saja yang memperjuangkanya.

Demikianlah kiranya, wallahu a`lam. Dan ini menunjukan keunggulan kelompok Syam dalam banyak hal, meskipun Ali lebih benar daripada musuhnya dan Amar dibunuh oleh kelompok yang durhaka sebagaimana ditunjukan oleh beberapa nash hadits.
Karena itu, kita mesti mengimani semua kebenaran yang datang dari Allah; kita tidak boleh memperturutkan hawa nafsu dan jangan berbicara seenaknya tanpa berdasarkan ilmu. Kita harus menempuh jalan ilmu dan keadailan, yakni mengikuti Al Qur`an dan as-Sunnah.

Adapun orang yang berpegang pada sebagian kebenaran dan mengabaikan sebagiannya, maka sikap demikianlah yang menyebabkan timbulnya perpecahan dan perselisihan.” (Majmu` Fatawa 4:445-450)

 Selanjutnya Ibnu Taimiyah juga memperkuat pendapatnya –tentang posisi kenyataan yang terjadi pada masa hidup beliau. Menurut beliau, “Kelompok yang ada di Syam, Mesir, dan lain-lain, yang membela Dinul Islam adalah kelompok yang lebih layak menyandang predikat Thaifah Manshurah (Golongan yang mendapat pertolongan) sebagaimana disebutkan bahwa di antara ciri-ciri  Thaifah Manshurah ini ialah `Mereka berada di Baitul Maqdis`. Dan sekarang, mereka inilah yang berada di Baitul Maqdis.” (Majmu` Fatawa 28:531,532,552)
 
Sikap Seorang Muslim dalam Menjalankan Perintah Syar`I dan Hukum Alam
Perlu kami suguhkan di sini akan suatu hal yang sangat penting, yang seringkali mengacaukan pikiran sebagian kaum muslimin. Sesuatu itu ialah tentang perbedaan antara peristiwa alami (alam semesta) dengan perintah syar`i, atau antara kehendak alam dengan kehendak Syari`at, atau antara yang dikehendaki Allah terhadap kita dengan yang dikehendaki Allah dari kita. Kita harus membedakan kedua hal tersebut. Artinya, setiap muslim senantiasa dituntut mengikuti dan melaksanakan segala perintah syara` sekuat tenaga, kapan pun saatnya dan di mana pun ia berada. Sebab, masalah inilah kelak yang akan dihisab Allah Swt.

Adapun di luar itu merupakan urusan-urusan alami yang berjalan menurut kehendak Allah yang mutlak dan kebijaksanaan-Nya yang luhur. Untuk urusan ini, Allah lebih tau di mana dan kapan Dia memberikan pertolongan-Nya kepada orang yang berhak memperolehnya di antara hamba-hamba-Nya.

Sikap yang dituntut dari seorang muslim –sebagaimana ditentukan dalam nash-nash syari`at- hanyalah mengimani, menerimanya, dan melakukan usaha-usaha positif semaksimal mungkin untuk mencapai keberhasilan.



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------