205 TANYA JAWAB AQIDAH AHLUS SUNNAH.
BAGIAN-10 :
BAB XI.
KEUTAMAAN ASMA’UL HUSNA,
DAN SIFAT DZAT ALLAH subhanahu wata’ala.

062.
Tanya:
Apakah asma Allah itu merupakan pecahan dari sifat-sifat Af’aal ataukah berdiri sendiri?
Jawab:
Nama-nama Allah itu berdiri sendiri. Tidak ada penamaan kecuali dengan segala hal yang telah Allah tetapkan didalam kitabNya atau melalui pernyataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setiap fi’il (perbuatan) merupakan ketetapan sendiri yang didalamnya terdapat pujian dan kesempurnaan. Namun, itu bukan berarti bahwa seluruh sifat manusia yang kita kenal disandang olehNya, dan begitu pula tidak semuanya menjadi asmaNya.
Hal mutlak yang telah disifati Allah sebagaimana tercantum dalam firmanNya ini:
“ Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali) ...”(Ar Ruum: 40).
Dia menamakan diriNya dengan Al Khaliq (Maha Pencipta), Ar Raaziq (Maha Pemberi Rizqi), Al Muhyi (Yang Menghidupkan), Al Mumit (Yang Mematikan), dan Al Mudabbir (Maha Pengatur). Sifat-sifat itu merupakan af’al yang mutlak untuk diriNya.
Di sisi lain ada penyifatan berdasarkan perbandingan, sebagaimana diterangkan dalam firmanNya berikut:
“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka ...”(An Nisaa: 142).
“... mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.”(Al Anfaal: 30).
“... mereka telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka ...”(At Taubah: 67).
Penyipatan dengan perbandingan tersebut tidak berlaku umum untuk setiap sifat jelek manusia, sehingga kita dilarang menyifati Allah dengan sifat yang ada diluar ayat-ayat diatas, misalnya mengatakan bahwa Allah merencanakan makar, menipu, berolok-olok, dan lain-lain. Juga kita dilarang mengatakan bahwa Allah itu pembuat makar, penipu, pengolok-olok, dan lain-lain. Allah tidak menyifati diriNya dengan Al Makr atau Al Khida’ kecuali dalam rangka pembalasan atau pembanding bagi orang-orang yang berbuat seperti itu. Bagi makhluk pun balasan untuk sikap demikian haruslah adil dan baik, apalagi balasan dari Yang Maha Pencipta, lebih adil karena Dialah Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana.

063.
Tanya:
Apa makna yang terkandung dalam asma Maha Tinggi yang juga mencakup Azh Zhaahir, Al Qaahir, dan Al Muta’aali?
Jawab:
Asma yang Maha Tinggi terjabarkan dalam seluruh maknanya. Maha Tinggi yang menyangkut tempat ditunjukkan dengan keberadaan Allah diatas ‘ArsyNya sehingga Dia Tinggi dan Jauh diatas seluruh makhlukNya sehingga Dia mengawasi dan mengetahui apa yang terjadi pada makhlukNya. Tak ada yang tersembunyi bagiNya apapun yang makhlukNya sembunyikan. Sifat memaksaNya unggul diatas segala-galanya sehingga tak ada makhluk yang mampu mengungguli, mendebat, melawan, mencegahNya. Segala sesuatu tunduk pada keagunganNya, hina dibawah keperkasaanNya, dan rendah dibawah kebesaranNya. Tak ada sesuatupun yang lepas dari genggamanNya, semua tunduk pada rencana dan paksaanNya. Jelaslah, seluruh sifat kesempurnaan ada padaNya dan hanya milikNya. Sebaliknya, semua kekurangan tertolak bagiNya. Dengan begitu, seluruh makna ketinggian sifatNya merupakan kemutlakan dan keharusan bagiNya. Seluruh makna yang menyifati asmaNya, satu sama lain tak akan terlepas.

064.
Tanya:
Apa dalil yang menegaskan bahwa tinggi dalam asma Allah itu menunjukkan juga pengertian ‘tempat yang tinggi’?
Jawab:
Sebenarnya banyak dalil yang menegaskan nama beserta maknanya. Perhatikan beberapa firman Allah berikut:
          “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.” (Thaahaa: 5).
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?, atau Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?”(Al Mulk: 16-17).
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas ...”(An Nahl: 50).
“...kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya ...”(Faathir: 10).
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi ...” (As Sajdah: 5).
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (Al Ma’aarij: 4).
“(ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa, Sesungguhnya aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku ...’.”(Ali Imraan: 55).

065.
Tanya:
Bagaimana dengan dalil tinggi itu dari As Sunnah?
Jawab:
Didalam hadits Au’al dikatakan:
“Dan ‘Arsy itu diatasnya dan Allah diatas ‘Arsy. Dialah yang mengetahui bagaimana kondisi kalian.”
Rasulullah pun pernah bersabda ketika Jariyah bertanya: “Dimana Allah?” Dengan mengatakan: “Dia dilangit.” Kemudian Rasulullah bersabda lagi: “Jika kamu telah meyakiniNya, engkau seorang mu’minah.”
Selain itu Rasulullah pun pernah bersabda:
“Barangsiapa bersedakah dengan sebiji kurma dari hasil usaha yang baik (halal), tidaklah naik (amalnya) kepada Allah kecuali yang baik saja.”
Dalam riwayat Bani Quraidhah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah besabda kepada Sa’ad:
“Aku telah memutuskan (suatu hukum) soal mereka dengan hukum Maha Raja (maksudnya Allah) dari atas tujuh lapis langit.”
Kemudian, didalam hadits qudsiy, beliau pernah bersabda:
“Manakala Allah memutuskan suatu perkara dilangit, maka malaikat mengeleperkan sayapnya sebagai bukti kepatuhannya terhadap firmanNya, bagaikan rantai diatas batu besar.”
Masih banyak hadits yang menegaskan masalah tinggi itu, hanya golongan Jahmiyyahlah yang mengingkarinya.

066.
Tanya:
Apa dalil yang menunjukkan bahwa Allah itu paling berhak memaksa?
Jawab:
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
          “Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya ...”(Al An’aam: 18).
          “... Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.”(Ar Ra’d: 16).
“Katakanlah (ya Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan, dan sekali-kali tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa dan Maha Mengalahkan.”(Shaad: 65).
“... tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya ...”(Huud: 56).
“Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”(Ar Rahmaan: 33).

067.
Tanya:
Bagaimana dalil As Sunnah menanggapi kekuasaan Allah itu?
Jawab:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku berlindung denganMu dari kejahatan seluruh binatang melata, Engkaulah yang memegang ubun-ubunnya.”
“Ya Allah, sesungguhnya aku ini hambaMu, anak hambaMu, dan anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku ada ditanganMu, berjalan menurut hukumMu dan adil dalam mengikuti ketentuan-ketentuanMu.”
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Engkaulah yang menetapkan (urusan) dan tak ada yang dapat menetapkan atas Engkau. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau kasihi dan tidak akan mulia orang yang telah Engkau hinakan (musuhi). Maha Agung Engkau, Maha Suci Engkau, wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau.”(HR. Thabrani, Baihaqi, Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i, dan Turmudzi).
068.
Tanya:
Bagaimana dalil yang menunjukkan keharusan mengetahui ketinggian dan menolak pengingkaran tentang Allah?
Jawab:
Pengakuan atas ketinggian Allah meliputi namaNya Al Quddus, As Salaam, Al Kabiir, Al Muta’al, dan hal lain yang menyangkut makna serta kesempurnaan dan keagungan dalam keesaanNya. Karena itu, jadikanlah pihak selain Dia itu sebagai raja atau penguasa yang lebih kecil dari kekuasaanNya atau sebagai pemberi syafa’at yang hanya dapat memberikan syafa’at atas izinNya.

069.
Tanya:
Bagaimana pengertian sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan bahwa yang menghafal atau menghitung asma’ul husna akan masuk surga?
Jawab:
Makna hadits diatas adalah akan masuk surga orang yang menghafal, berdo’a, dan memuji Allah melalui nama-nama tersebut. Dengan begitu, melalui nama Ar Rahiim dan Al Kariim seorang hamba patut menjadikan sifat itu sebagai teladan. Selain itu, ada nama-nama yang khusus bagi Allah, misalnya Al Jabbar, Al ‘Azhiim, atau Al Mutakabbir. Ada kalanya nama-nama tersebut mengandung pengertian janji, misalnya Al Ghaafur, Asy Syakuur, Al ‘Afwu, Al Haliim, atau Al Jawaadul Kariim. Dengan janji-janji itu, seorang hamba patut berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkannya. Terhadap nama-nama yang mengandung ancaman, seperti Al ‘Aziiz, Dzuntiqaam, Syadiidul ‘Iqaab, Sari’ul Hisaab, setiap hamba hendaknya merasa takut dan cemas. Tentang sifat kemahatinggian, keunggulan, dan bersemayamnya Allah diatas ‘ArsyNya harus diyakini oleh setiap hamba bahwa dari sanalah Allah mengatur urusan makhluqNya melalui ilmu dan qudrahNya. Sepatutnyalah setiap hamba membenarkan dan memberikan hakNya melalui ma’rifah kepadaNya. Seharusnyalah seorang hamba menjadikan hatinya sebagai sandaran untuk naik kepadaNya karena Dialah yang dapat menyelamatkannya. Diantara rentangan kedua tanganNyalah seorang hamba dapat berdiri sehingga dia merasakan segala ucapan dan perbuatannya naik kepadaNya. Hendaklah diyakini bahwa Dia telah menurunkan keputusan ilahiyyah kepada seluruh penjuru dunia meliputi kematian, kehidupan, kejayaan, kehinaan, rizqi, dan persoalan-persoalan lain yang memang hanya Dialah yang bebas melakukannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (As Sajdah: 5).
Dengan begitu, siapapun yang mengakui ketinggian Allah lewat ma’rifah kepadaNya, berarti dia telah rela diatur Rabbnya. Persaksian yang membenarkan ilmu Allah yang mencakup pendengaranNya, penglihatanNya, kehidupanNya, kemandirianNya, dan lain-lain hanya dapat diwariskan oleh para pendahulu yang dekat kepada Allah (ahli ibadah).

070.
Tanya:
Apa yang dapat digolongkan kedalam pengingkaran terhadap tauhid asma dan sifat Allah?
Jawab:
Pengingkaran terhadap tauhid asma dan sifat Allah ada tiga maca. Pertama,ingkar seperti kaum musyrikin yang berlaku aniaya terhadap nama Allah subhanahu wata’ala dengan menamai patung-patung mereka serta menambah dan mengurangi asma’ul husna. Karenanya, muncullah nama Laata yang diambil dari ilah, Uzza dari Al ‘Aziiz, dan Manaat dari Al Mannan. Kedua, ingkar dengan mentasybih (menyerupakan Allah dengan makhluqNya). Sifat-sifat Allah divisualisasikan dan diserupakan dengan sifat-sifat makhluqNya. Pengingkaran ini mengimbangi ingkarnya kaum musyrikin yang sama-sama menganggap Allah itu sejajar dan setara dengan kedudukan, sifat, dan fisik makhluqNya. Ketiga, ingkar dengan menolak dan meniadakan beberapa sifat Allah. Ingkar ini terbagi dua golongan, yaitu golongan yang mengatakan Ar Rahman Ar Rahiim tanpa adanya Rahmat, ‘Aalimun tanpa disertai ilmu, Samii’un tanpa adanya sam’un (pendengaran), Bashiirun tanpa adanya basharun (penglihatan), atau Qadiirun tanpa adanya qudrah (kehendak); dan golongan yang tegas-tegas menolak dan mengatakan tidak ada nama dan sifat Allah. Allah subhanahu wata’ala telah berfirman:
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”(Maryam: 65).
“... tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.”(Asy Syuuraa: 11).
“... Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya ...”(Al Baqarah: 255).

071.
Tanya:
Apakah kita wajib mengimani setiap jenis tauhid?
Jawab:
Ya, seluruh tauhid harus kita imani karena barangsiapa yang syirik terhadap satu jenis tauhid, berarti dia telah musyrik terhadap sisanya, misalnya berdo’a kepada selain Allah dan memohon sesuatu kepadanya; padahal tidak ada yang kuasa mengabulkan permintaan selain kecuali Allah. Doanya itu sendiri merupakan ibadah, bahkan otaknya ibadah. Namun, jika doa itu ditujukan kepada selain Allah, yang demikian itulah yang tergolong syirik dalam ilahiyyah; sementara permohonan atas terkabulnya sebuah permintaan kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa selain Allah itu sejajar dengan kekuasaan Allah termasuk kedalam syirik dalam rububiyyah. Selain itu, berdoa kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa selain Allah itu mendengar doanya, baik yang jauh maupun yang dekat termasuk kedalam syirik dalam asma dan sifat. Dia telah membenarkan sifat mendengar seluruh yang bisa didengar serta tidak terhijab oleh tempat bagi selain Allah. Dengan demikian syirik ini tergolong dalam syirik ilahiyyah, rububiyyah, asma dan sifat.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------