6.3  Mengusai Media Massa Guna Menghapus Citra Buruk Yahudi
          Sejarah umat manusia telah menjadikan Yahudi sebagai simbol kebencian, kesialan, kejahatan, dan kelicikan. Wajar jika para sastrawan meminjam objek Yahudi dalam karyanya untuk melukiskan kebencian. Bahkan, seorang pujangga Inggris terkemuka, Willian Shakespeare, dalam salah satu puisinya menampilkan Scheiloc sebagai tokoh Yahudi puritan yang rakus,licik, busuk, dan pendendam.
          Dengan apa mereka menghapus segala simbol kejelekan yang dialamtkan kepada mereka di hadapan umat manusia seluruh dunia? Bagaimana bangsa Yahudi mencuci mencuci otak masyarakat internasional, khususnya Ameerika dan Eropa—kecuali Islam yang tidak dapat dibohongi karena sifat mereka itu tergambar jelas di Al-Quran—hingga gambaran-gambaran tercela bangsa Yahudi yang kikir, jelek, busuk, haus darah,egois,dan pengecut dapat berubah menjadi sosok yang cerdas, pemberani, jenius, tekun, kreatif, intelek, dan penuh cita-cita dan ide masa depannya? Itulah kondisi yang mesti diwaspadai oleh setiap orang di dunia manapun, oleh bangsa apapun.
          Melalui perjuangan panjang dan kerja keras tiada lelah, Yahudi terus bangkit mengubah wajahnya dengan menyandarkan hukum kausalitas yang hanya ingin mencapai kemapanan dan kekuasaan di dunia internasional, tentu melalui makar-makar jahatnya, yang terselubung maupun yang terang-terangan. Sebenarnya apapun yang mereka perbuat sehingga sukses dan mampu mengubah opini dunia tentang sifat dan karakter jeleknya, kalaupun tampak sebaliknya, hanyalah ibarat film kartun Casper, hantu yang baik. Semua orang tahu, tidak ada satu pun hantu di dunia ini yang baik, kecuali dalam rangka Mudahanah (berbuat baik untuk sementara guna menutupi makar jahatnya), guna menipu orang dan mengubah opini dunia.
          Wasilah yang paling efektif adalah penguasaan media massa, mngusai dunia informasi. Dengan menguasai informasi, dunia bisa digenggam tangannya.
          Fuad bin Sayyid Abdurrahman Ar-Rifa’i mengatakan,
          “Kerja keras Yahudi belum menghasilkan target yang diinginkan, terutama pada dekade 40 tahun pertama abad dua puluh. Citra buruk Yahudi sangat sulit dihapus. Namun, ada juga hal yang menandai keberhasilan mereka kerika Nazi jerman atas prakarsa Hitler mengadakan propaganda besar-besaran untuk mengusir bangsa Yahudi. Akibatnya, media massa yang didominasi Yahudi segera mengekspos berbagai versi pembantaian  masal atas kaum Yahudi. Mereka segera menyebarluaskan foto-foto wanita dan anak-anak dalam ekspresi gelisah, penuh cemas dan ketakutan guna menarik simpati dunia. Selain itu, mereka pun menuduh Hitler sebagai anti-Semit. Pengusiran Yahudi oleh Nazi dipublikasikan sebagai tragedi holocaus agar masyarakat dunia menaruh simpati dan iba yang selanjutnya berubah menjadi perasaan bersalah dari masyarakat dunia, terutama bangsa Jerman. Selain itu, ini dilakukan juga untuk mengumpulkan materi ganti rugi dan bantuan kemanusiaan. Ahli sejarah di Los Angeles menyediakan hadiah sebesar 50 ribu dollar untuk pihak yang membuktikan secara baik kebenaran peristiwa tersebut. Hingga detik ini, ahli sejarah terutama Wills Carto masih menunggu orang yang mampu membuktikan tragedi tersebut (1987 ketika artikel ini ditulis).
          Semit adalah keturunan Sam, salah seorang putra Nuh as yang di dalamnya termasuk bangsa Arab, Yahudi, dll. Pihak-pihak yang berhasil membongkar skandal-skandal Yahudi dianggap sebagai anti-Semit.   
          Di satu sisi provokasi yang digulirkan Hitler dapat menciptakan penderitaan bangsa Yahudi. Namun, di sisi lain, dengan berubahnya opini dunia, mereka mengeruk keuntungan yang sangat besar.5   
         
          Dengan kelicikannya, Eropa dan Amerika tercuci otaknya dan kemudian berbalik opininya, yang tadinya menganggap Yahudi itu sebagai simbol kerakusan, pengkhianat, dan pengecut, kini menjadi sosok yang teladan, tekun, kreatif,intelek, dan pemberani. Melalui dominasi media massa international yang mereka cetuskan dalam konferensi international di Swiss (tahun 1897), mereka telah berhasil mewujudkan sebagai impiannya.
          Propaganda Yahudi biasanya ditujukan untuk:
1.    Mengungkapkan kembali kekalahan kaum Nasrani pada perang Salib, terutama kekalahan di daerah Hittin ketika umat Islam berhasil mengusir mereka dari Palestina. Melalui cara ini, kebencian umat Nasrani terhadap Islam akan terungkit kembali.
2.    Menggambarkan bangsa Arab (Islam, maksudnya) sebagai bangsa terbelakang, primitif, terkukung, hedonis, pemabuk, penjudi, pemuas syahwat, dan kebiasaan primitif lainnya.
          Kita masih ingat Yahudi terusir dari Madinah. Mereka mencari celah-celah untuk menjatukan umat Islam. Sistem kekerasan militer sangat mereka hindarkan karena hanya akan memicu persatuan ke arah kekuatan yang dasyat dari umat Islam. Mereka gunakan politik pecah belah dan penurunan kualitas umat dalam tubuh umat Islam. Oleh karena itu, cara yan gterbaik bagi kita adalah kembali kepada manhaj Islam yang lurus guna menghadapi makar jahat mereka yang penuh kelicikan itu.

6.4 Strategi Global Yahudi dalam Mendominasi Dunia International
          Melalui prakarsa seorang Yahudi Inggris, Rothschild, pada tahun 1788,  terbitlah untuk pertama kali di Inggris sebuah majalah yang kini sangat populer, The Times. Melalui prakarsanya, Zionis Internasional menanamkan investasi besar-besaran agar majalah itu dapat sepenuhnya mereka kuasai.
          The Times menjadi majalah Yahudi tulen setelah dibeli seorang milyuner berbangsa Australia, yang bernama Robert Murdoch yang disebut-sebut penyelamat The Times dari krisis ekonomi. Tidak hanya itu, banyak majalah yang dikuasainya, seperti The Sunday Times, The Fleet Street, Sun News of the World, City Magazine. Majalah mingguan ini adalah majalah vulgar yang beroplah lebih dari 4 juta eksemplar per minggu. Selain itu, bangsa Yahudi juga menguasai media massa lain di Inggris, seperti The Daily Exspress, Sunday Exspress, The Daily Mail, Evening News, The Sunday Bible, dll.
          Di Amerika terdapat sejumlah media massa yang tidak kalah bergengsi, antara lain, New York Times, yang terbit sejak 1841. Pada 1896, surat kabar tersebut dikuasai oleh Adlf Osh, warga Yahudi, sebagai penyelamat dari krisis dan mengambil alih dari tangan pemiliknya, Henry Ranmond. Kemudian, surat kabar bergengsi lainnya yang juga dikuasai oleh Yahudi adalah The Washington Post. Zionis juga menguasai surat kabar besar lainnya, seperti The Daily News  dan The New York Post. Lalu majalah mingguan keluarga paling populer, Good  House Keeping. Di bidang seni, terdapat majalah seni dan film yang turut ditandatangani oleh 171 insan perfilman yang mendukung kampanye anggota Kongres Amerika simpatisan Yahudi lewat bantuan materi dan moril. Pernyataan berbentuk iklan sehalaman penuh itu berisi antara lain,
“Dukungan terhadap calon-calon yang mempercayai Israel bukan untuk kepentingan Israel belaka, melainkan juga demi kepentingan bangsa dan warga negara Amerika. Cara paling efektif untk melindungi kepentingan Amerika di Timur Tengah cukup memilih 50 anggota kongres yang benar-benar yakin akan perlunya eksistensi dan kelangsungan israel. Kepercayaan terhadap Israel akan memperkuat Amerika Serikat”. [1]
         
          Seperti halnya di Inggris dan Amerika, di Prancir pun terdapat sejumlah majalah dan harian bergengsi dan beroplah besar yang dikuasai Yahudi, Zionis Internasional. Harian Massa adalah salah satu harian yang paling menonjol warna dan dominasi Zionisnya. Dalam harian tersebut, warga Yahudi memperleh kebebasan untuk mengungkapkan ide dan keinginannya. Max Nordaw dalam tulisannya yang dimuat dalam salah satu terbitan harian tersebut mengatakan,
Kami bukan bangsa Jerman, Inggris, atau Prancis. Identitas kami jelas dan masyhur, yaitu bangsa Yahudi. Keyakinan mereka yang Masehi berbeda dengan keyakinan kami. Kami bangsa yang mandiri. Hertzl telah menjelaskannya kepada mereka. Untuk kami, kami keberatan jika mesti menyelam dalam cangkir kecil mereka.

          Kenyataan sekarang menunjukkan, masyarakat dunia telah kecanduan menerima media massa yang disebarkan Yahudi yang mengeksploitasi artis Hollywood. Sementara, jika disodori berita-berita yang menyangkut Islam, media massa tersebut akan bungkam dan pura-pura tidak tahu walaupun ratusan, bahkan ribuan, kaum muslim dibantai.
          Memang benar, orang-orang Yahudi bersekutu dengan kaum Atheis, Komunis, dan Nasrani untuk memusuhi Islam. Allah berfirman:
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman, yaitu orang-orang yahudi dan orang-orang musyrik.”  (Al-Maidah: 82)

          Contoh aktual adalah tragedi yang menimpa kaum Muslim di Bosnia-Hergezovina, mulai dari anak-anak hingga wanita lanjut usia. Begitu juga di Myanmar, Thailand, Pattani, Eritria, Ethiopia, Cyprus, Kashmir, Chad, Madagaskar, Nigeria, Senegal, dan lain-lain. Warga Muslim di sana sudah tidak dihargai lagi.
          Allah berfirman:
“Mereka merencanakan makar (jahatnya), dan Allah pun mempunyai rencana makar (atas mereka). Dan, Allah-lah sebagai (pemilik) makar yang terbaik.” (Al-Anfal: 30)
         
          Tidak hanya media massa yang dikuasai oleh Zionis Internasional, tapi juga dalam dunia perfilman, drama, dan periklanan.
          Semuanya sudah jelas, tidak perlu dipaparkan lagi di sini. Hal ini merupakan cermin karakter dan kepribadian asli yahudi yang tidak akan bisa berubah sepanjang zaman. Allah menegaskan perilaku mereka dengan firman-Nya:
“Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi.”  (Ali Imran: 118)

          Semakin jelas bagi kita, setelah terpilihnya Benyamin Nettanyahu sebagai orang nomor satu di Israel, yang menampakkan secara terang-terangan apa yang disebut Allah dalam ayat di atas. Di balik yang tidak tampak, tentu tidak hanya jauh lebih membahayakan perdamaian di Timur-Tengah, tetapi bagi kaum Muslim di belahan bumi mana pun. Dikuasainya PBB dan Dewan Keamanan PBB, lalu petinggi-petinggi sejumlah negara Amerika dan Eropa, semakin mengukuhkan sepak terjang Israel dalam mewujudkan klaim dan keangkaramurkaannya.
          Sehubungan dengan pentingnya menguasai ini, Dr. Abdurrahman Abdul Khaliq memasukkan penguasaan informasi bagi dunia Islam. Memiliki kantor berita sendiri yang berkaliber internasional merupakan bagian dari jihad fi sabilillah, yang disebutnya dengan istilah  jihadul i’lam. Di samping jihad yang lain, seperti I’dad dan Tarbiyyah (mempersiapkan dan mendidik) generasi penyongsong zaman, serta jihad qital (di medan laga). Pernyataan ini disebutkan dalam karyanya Fushul minas Siyasah Asy-syari’ah.
          Ujung dari semua makar Yahudi itu tidak lain adalah menurunkan kualitas iman kaum Muslim dan menjerumuskannya kepada dekadensi moral dan kerusakan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah:
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu) ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusakkan tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”  (Al-Baqarah: 205)

Sebutan ‘ia’ dalam ayat ini, pada beberapa riwayat shahih adalah ‘orang munafik’.
          Namun, kita harus sadar bahwa sifat nifak itu telah menjadi karakter Yahudi. Mereka adalah orang paling munafik di muka bumi.
          Pada zaman kita sekarang ini, setidaknya terdapat tiga tokoh utama Yahudi yang menjadi sutradara berbagai malapetaka dan kerusakan di muka bumi ini, yaitu Marx, Freud, dan Durkheim. Ketiga tokoh ini, dengan berbagai pernyataan dan teori-teorinya, cukup menjadi alasan bagi Muhammad Quthb untuk membuktikan hal tersebut di atas.  Tokoh pertama, Karl Marx, melahirkan teori ekonomi sosial dan filsafat politik yang dikenal dengan ‘dialektika materialisme’. Teori ini meluncurkan paham Historical Materialism, yang kemudian muncul menjadi komunis.
          Tokoh kedua, Sigmund Freud, melahirkan teori psikologi yang dikenal dengan paham ‘Libido Seksual’ bagi perilaku manusia.
          Sedangkan tokoh yang ketiga, Durkheim, melahirkan teori sosiologi. Di antara teorinya yang paling menonjol adalah paham ‘Logika Kolektif’ yang menggerakkan individu dari luar eksistensinya dalam bentuk pasti yang dalam waktu sama terus menerus berubah.
          Jika ada pertanyaan, apakah teori ini tidak ada manfaatnya buat manusia dalam kehidupan? Jawabannya, tentu ada manfaatnya. Namun, madlaratnya jauh lebih besar daripada maslahat dan manfaatnya.
          Misalnya, Freud berkata:
“Seks yang lahir bersama kelahiran bayi adalah kekuatan pokok bagi potensi kehidupan manusia. Karena itu, segala perilaku bayi, seperti menyusui, mengisap ibu jarinya, menggerakkan anggota badannya, kencing, dan buang air besar disertai dengan kenikmatan seksual. Kemudian, dengan keasyikan seksnya, anak tersebut timbul rasa malu kepada ibunya. Namun, ia menahannya karena takut kepada bapaknya. Sehingga, karena penahanannya itu, pada diri anak itu tumbuh agama, akhlak, dan tradisi menjadi sumber hati nurani. Sedangkan, bagi anak-anak perempuan timbul kebalikannya yang disebut dengan istilah ‘elektra kompleks’. Keduanya merupakan belenggu terhadap seks remaja yang menyebabkan berbagai penyakit kejiwaan dan saraf. Obatnya adalah melepaskan diri dari belenggu agama, akhlak, dan tradisi religius serta hati nurani.”  

          Teori yang tidak bersandar pada studi ilmiah ini sudah jelas arahnya. Namun, andaikan masih ada kesamaran bagi kita, masih bisa kita tengok dalam protokolat Yahudi. Misalnya, yang tertera dalam protokolat keempat, “Freud dari komunitas kita. Ia akan senantiasa mengetengahkan persoalan-persoalan seks segamblang mungkin sehingga remaja muda-mudi menjadi tidak malu dan tidak canggung melakukan kegiatan seks.”7
          Selanjutnya Muhammad Quthb mengatakan, “Barangkali jika ada seorang yang mengatakan bahwa teori itu sebagai suatu kerusakan yang tidak layak bagi alam kemanusiaan, penganut Marxis akan mengatakan ‘Itu bukan kerusakan, tetapi suatu kemajuan’; kemajuan (tathawwur), determinise (hatmiyyun).”
          Mereka menambahkan, “Sesungguhnya suprastruktur yang terdiri dari seperangkat ideologi, fikrah, peraturan-peraturan, lembaga-lembaga, dan yayasan-yayasan tidak lain adalah refleksi dari perkembangan materi itu sendiri dimana manusia termasuk didalamnya, secara determinan pula. Dari situ, jelas suprastruktur itu berubah mengikuti materi. Maka, ideologi dan keyakinan, pemikiran dan nilai-nilai moral serta berbagai tradisi religius pun berubah digantikan oleh yang cocok dengan perkembangan baru.”
          Kemudian, mereka memberi tekanan terhadap moralitas seksual itu sendiri dengan mengatakan, “Pada masa agraris terakhir, menjaga kesucian diri merupakan perkara paling penting. Karena, masa itu masa dominasi pria, yakni dia berusaha mencari nafkah dan memberi nafkah. Kini, wanita telah diberi kebebasan berekonomi sehingga nilai-nilai penjagaan kesucian diri yang pernah eksis pada masa agraris akan sirna dengan sendirinya. Mengapa? Karena laki-laki tidak lagi mendominasi wanita dan wanita pun, setelah terjadi liberalisasi ekonomi berhak menyerahkan dirinya kepada siapa pun yang ia sukai. Akibatnya, akan lahir new morality yang sesuai dengan era industrialisasi yang maju dan berkembang. Sebuah moral yang tegak di atas hubungan bebas (Alaqat hurrah) antara lelaki dan perempuan.8
          Menyusul kemudian Durkheim, mendukung teori-teori tersebut dari sisi lain. Dalam sebuah karyanya Qawa’idul Manhaj fi ‘Ilimil Ijtima’ (Dasar-Dasar Metode dalam Ilmu Sosial), ia mengatakan,”Dari arah sini (sifat fitrah perilaku manusia), sebagai ilmuwan mengatakan adanya rasa keagamaan yang fitri bagi manusia, dan bahwa yang terakhir ini dibekali dengan batas paling rendah dari kecenderungan seksual dan berbakti kepada orang tua serta mencintai putra-putri serta perasaan-perasaan lainnya. Sebagiannya lagi mengatakan, bahwa hal ini tumbuh dari agama, perkawinan, dan keluarga. Namun, sejarah mengajarkan kita bahwa kecenderungan-kecenderungan tersebut pada manusia bukanlah bersifat fitri.”
          Begitulah, tiga teori bertemu dan saling menguatkan. Ketiganya bertemu ketika bangsa Yahudi dengan tekadnya yang keras ingin menghancurkan musuh abadinya yang menghalangi rencana keji mereka, yaitu Ad-Dien, akhlak, dan tradisi religius yang di dalamnya tercakup pula perkara perkawinan, keluarga, dan moralitas seksual.9
          Ketika pemikiran Gereja mendominasi Eropa, yang sebelumnya ingin menetapkan sesuatu, semuanya tetap (tidak berubah-ubah), baik nilai-nilai, sistem, tradisi, moral, kondisi politik, ekonomi, sosial serta pemikiran, mereka pun mengalami kegagalan karena dalam kehidupan ini ternyata ada hal yang tetap dan ada yang berubah-ubah.
          Bangsa Yahudi datang untuk memanfaatkan teori Darwin, yang menyatakan segala sesuatu itu berubah-ubah, meliputi dasar dan esensinya, bukan sekadar bentuk dan rupanya. Tentu saja ini kesalahan yang lebih parah daripada kesalahan pertama. Kesalahan pertama menjadikan kehidupan ini statis, beku, dan rusak. Dalam kesalahan kedua, fondasi kehidupan menjadi hancur sejadi-jadinya.
          Namun justru inilah yang menjadi niat asli Yahudi, yaitu untuk menghancurkan bangsa-bangsa lain dari dasarnya dan menghancurkan kemanusiaan yang menjadi benteng kokoh dalam menghindari niat Yahudi untuk menjadikan mereka keledai tunggangannya.
          Melalui media ketiga revolusi, yaitu revolusi Prancis, revolusi Industri, dan revolusi Darwin, bangsa Yahudi secara gigih ingin mewujudkan impiannya mendominasi dunia. Kini, terwujudlah impian itu. Lebih jauh dari itu, mereka mampu menetapkan siapa saja yang akan memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat. Mereka pula yang mendorong anggota politbiro Komunis di Rusia, Komite Sentral Komunis Uni Sovyet untuk menduduki kursi pemerintahan. Melalui kedua negara adikuasa inilah, Yahudi dapat mengendalikan dan mendominasi bangsa lain di dunia ini.
          Dari uraian global tentang strategi Yahudi untuk mendominasi dunia internasional, diharapkan tidak timbul lagi rasa keheran-heranan orang-orang beriman yang bertanya-tanya, ”Mana janji Allah yang hendak menghinakan dan menghancurkan Yahudi? Apakah sunnah Rabbaniyah ini telah berubah?” Tidak, wahai Saudaraku.
          Ini semata hanyalah perbandingan mizan antara kita dan mereka. Kita mengatakan bahwa dunia ini tidak bernilai dan hina jika dibandingkan akhirat. Namun, untuk menuju akhirat, tidak ada jalan lain kecuali melalui dunia ini. Hal ini bisa dalam arti memanfaatkan kehidupan dunia dan akhirat yang bahagia; atau dengan mencampakkan akhirat dengan menjadikan dunia ini segala-galanya.
          Kita berpegang pada kaidah hukum kausalitas, disertai kepercayaan kepada masyi’atillah. Akan tetapi, Yahudi dan umumnya orang Kafir, hanya mengandalkan hukum kausalitas. Jika begini, hasilnya akan begitu.
          Kejayaan dan keteguhan serta kekuasaan yang Allah berikan kepada mereka (Yahudi dkk.) hanyalah istidraj, hanyalah penangguhan waktu yang memiliki batas. Kelak mereka akan mengalami adzab yang tidak berkesudahan. Namun, bagi kita memakmurkan bumi ini merupakan bagian dari manhaj ibadah yang syamil, sebagai tugas kekhalifahan di muka bumi yang juga harus tunduk kepada manhaj ibadah dalam makna yang luas.



5 Yahudi dalam informasi dan Organisasi. GIP. Jakarta. 1995. h.13-15
[1] Fuad bin Sayyid Abdurrahman Ar-Rifa’i, GIP Jakarta, hal. 18-21
7 Ru’yah Islamiyyah li Ahwalil ‘Alamil Mu’ashir. Muhammad Quthb. Dar Al-Wathan Riyadl.
   Hal. 105-106
8  Lihat Muhammad Quthb, Bab Komunisme dalam buku Madzahib Al-Fikriyah Al-Mu’ashirah,                h.106
9  Ibid.  H. 106


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------