Ternyata Merokok Setelah Makan Bahayanya 10 Kali Lipat, Waspadalah!

Hampir semua perokok akan mengatakan waktu yang paling nikmat untuk menyalakan sebatang rokok adalah sesaat setelah makan. Asap rokok akan mengepul lebih banyak dan terasa lebih nikmat apalagi jika dinikmati sambil duduk-duduk santai di teras rumah.

Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa merokok tidak baik bagi kesehatan tapi apa yang dokter dan para ilmuwan mewanti-wanti secara khusus adalah bahaya merokok setelah makan, dan melalui artikel
gudangsehat.net kali ini kita akan membahasnya secara khusus.

Adalah Lanre Alege, seorang apoteker berkebangsaan Nigeria dari Universitas Ilorin Teaching Hospital menyampaikan bahwa satu batang rokok yang dihisap sesudah makan sama bahayanya dengan merokok 10 batang sekaligus di waktu normal.



Menurut Alege, saat makan dan setelahnya terjadi lonjakan aliran darah dalam jumlah besar pada pembuluh terutama di saluran pencernaan. Jika anda merokok setelah makan maka zat berbahaya dalam rokok ikut terserap secara sempurna dan dalam jumlah yang banyak di dalam aliran darah tersebut.

Hal ini tentu saja meningkatkan faktor risiko berkali-kali lipat. Organ-organ dalam tubuh seperti hati, ginjal, jantung, paru-paru sampai otak akan mengalami kerusakan yang jauh lebih cepat daripada kemampuannya untuk meregenerasi sel-sel tubuh.

"Sistem pencernaan bekerja maksimal saat kita sedang makan. Jika kita merokok setelah makan maka oksigen dalam darah akan berikatan dengan nikotin dan mengalir lebih cepat di dalam tubuh sehingga lebih mudah diserap oleh organ tubuh yang lain," ujar Alege.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa merokok setelah makan secara dramatis akan meningkatkan risiko kanker usus dan kanker paru-paru. Jika memang tidak bisa menahan keinginan merokok, demi kesehatan anda cobalah untuk merokok paling tidak minimal 20 menit setelah makan.

Merokok berbahaya bagi kesehatan tapi merokok setelah makan jauh lebih berbahaya. Silahkan share informasi penting ini kepada teman anda yang perokok.


[Baca...]





Indahnya Masuk Surga Sekeluarga

وأقبل بعضهم على بعض يتساءلون ، قالوا إنا كنا قبل في أهلنا مشفقين ، فمن الله
علينا ووقانا عذاب السموم ، إنا كنا من قبل ندعوه إنه هو البر الرحيم.
“Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya. Mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab). Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.” (Ath-Thur [52]: 25-28).
Muqaddimah
Di antara hal yang dirindukan oleh banyak manusia adalah berkumpul dengan orang-orang yang disayangi. Ada rasa bahagia yang sulit dilukiskan dengan kata-kata dalam acara berkumpul itu. Di masa tertentu, seperti Idul Fitri dan Idul Adha misalnya, sebagian orang bahkan tak ragu bersusah payah dalam arus mudik demi berkumpul kembali dengan orang-orang yang dicintai. Kata pepatah Jawa, Mangan ora mangan sing penting ngumpul. Makan atau tidak makan yang penting bisa kumpul.
Di lingkungan surga kelak, orang-orang beriman tersebut digambarkan dalam ayat di atas suka berkumpul-kumpul kembali. Mereka saling mencari dan kumpul bersama masing-masing keluarga dan para sahabatnya dahulu. Para penduduk surga itu lalu saling bertegur sapa sambil tersenyum bahagia. Sungguh kebahagiaan yang tak terkira, ketika kembali bersua dengan orang-orang yang dicintai selama di dunia dahulu.
Makna Ayat
Ibn Abbas menceritakan, seperti dinukil oleh mufassir al-Qurthubi. Ketika orang-orang beriman telah dimasukkan ke surga, mereka lalu bernostalgia mengenang yang dahulu dikerjakan. Mereka juga saling menceritakan kepayahan yang mereka tanggung sebagai konsekuensi keimanan yang diyakininya.
Mereka harus menaati suatu kebaikan meski terkadang hal itu berseberangan dengan bujukan nafsunya. Sebagaimana ia harus menanggung pergolakan hati dan logika akibat rasa takut kepada neraka jika bermaksiat. Tak lupa para penduduk surga itu senantiasa memuji Allah SWT yang dengan limpahan rahmat-Nya berkenan mengganjar semua kepenatan dunia dengan nikmat yang begitu meruah di surga.
Obrolan ringan tersebut, menurut mufassir Ibn Katsir, dilakukan di sela-sela cengkerama penduduk surga dengan yang lainnya. Layaknya sebuah perkumpulan keluarga sambil diselingi suguhan berupa minuman dan makanan ringan. Dalam riwayat lain, ada yang bertanya, bagaimana cara kalian meraih surga? Jawab mereka, kami senantiasa saling memelihara serta mengingatkan di antara keluarga. Kami selalu khawatir dan takut sekiranya ada di antara anggota keluarga yang tergelincir ke dalam neraka.
‘Aisyah, istri Rasulullah SAW menambahkan, kerap ia membaca ayat ini, “Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya.” Tak lupa ‘Aisyah berdoa: Ya Allah, limpahkanlah kebaikan kepada kami dan jauhkanlah kami dari siksa neraka. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.
Visi Keluarga Dalam Islam
Sudah menjadi rahasia umum jika pernikahan dan keluarga bukanlah sekadar memenuhi kebutuhan biologis manusia. Sebab ia sekait dengan perjalanan panjang seseorang menuju terminal terakhir di hari Pembalasan. Sebagai orang terdekat yang paling banyak berinteraksi dalam keseharian, peran keluarga menjadi vital dalam pertumbuhan iman seorang Muslim. Karena seseorang tergantung atas agama sahabat dan orang-orang yang digaulinya, demikian Nabi SAW selalu mengingatkan.
Untuk itu, sejak dini Allah SWT menggariskan, tujuan utama sebuah keluarga adalah saling menjaga dan mengingatkan agar terhindar dari siksa neraka. Visi besar ini tentu tak bisa dicapai semudah membalik telapak tangan. Tak sedikit tantangan dan godaan yang bisa memalingkan sebuah keluarga Muslim dari niat awalnya. Kata Nabi SAW, semakin berat kepayahan yang dilalui kian besar pula ganjaran kemuliaan yang disediakan kelak.
Sebab realitasnya, terkadang perjuangan bahkan sudah ditapaki sejak keluarga tersebut baru mengikat diri dalam ikatan pernikahan. Belum lagi setelah mereka beroleh karunia berupa keturunan, maka keletihan dan kesukaran dalam merawat komitmen visi keluarga kian terasa berat. Olehnya, di sinilah peran keluarga agar saling mengingatkan dan menegur jika di antara mereka lalai akan pedihnya neraka Jahannam.
Tentunya tanggung jawab sepenuhnya bukan cuma milik ibu yang digariskan lebih banyak tinggal di rumah bersama anak-anak. Sebagaimana beban itu tak selamanya disandarkan kepada ayah selaku kepala keluarga. Sebab, setiap anggota keluarga punya hak dan kewajiban yang sama untuk selalu menjaga dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran.
Bahaya Hiburan yang Mematikan Hati
Adanya gempuran budaya hedonisme dan materialisme terasa kian memberatkan visi keluarga untuk bisa saling mengingatkan dan menjaga dari siksa Allah SWT. Dunia menawarkan segala macam jenis hiburan yang melenakan. Alih-alih mendapat hiburan yang bisa menguatkan iman, tak jarang hiburan itu justru menggelincirkan iman. Hiburan yang didapat ternyata hanya melalaikan dan mengotori jiwa.
Sebagai umat mayoritas di negeri ini, sepatutnya seorang Muslim merasa miris dengan hiburan yang marak di tengah masyakarat. Seluruh hiburan tersebut bersifat hura-hura, pelampiasan nafsu, dan menghamburkan materi semata. Ironisnya, hal yang sama juga terjadi di bulan suci Ramadhan. Tayangan di televisi, misalnya, sama sekali tak mencerminkan ruh ibadah dan jihad umat Islam.
Ahli tafsir Muhammad al-Amin asy-Syinqithi mengingatkan, kegembiraan yang melenakan di dunia bisa membuat seorang Muslim lalai dan berhati keras. Akibat lebih jauh, orang itu bisa kehilangan orientasi dan hanya menganggap dunia sebagai tempat bersenang-senang saja. Puncaknya, ia menjadi ragu dengan hari Pembalasan dan tak lagi peduli terhadap ancaman bagi yang ingkar atas perintah Allah SWT.
Senada di atas, Allah berfirman, “Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya).” (Al-Insyiqaq [84]: 12-14).
Karena itu, Asy-Syinqithi memungkasi, orang-orang yang mulai terjangkiti virus keraguan terhadap kebenaran agama Islam akan berujung menjadi tidak yakin terhadap hari Pembalasan. Alhasil, dengan sikap seperti itu, ia pun tak lagi peduli mengingatkan keluarga dan orang-orang di sekitarnya untuk senantiasa berpegang teguh kepada ajaran agama Islam (Tafsir Adhwau al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an). *Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Pemikiran Islam, Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor. SUARA HIDAYATULLAH, JULI 2015


[Baca...]





Gagal Memahami Fiqh Utang Piutang

Ada yang gagal paham, berkenaan dengan masalah utang piutang.

Gagal Paham
Bagaimana komentar Anda jika ada yang berutang ke kita, lalu ketika ditagih ia sodorkan hadits tentang keutamaan orang yang memberi pinjaman utang?
Akhirnya kita sulit menagih, padahal kita pun butuh akan uang tersebut dan ia sebenarnya sanggup lunasi sesuai janji.

Padahal ….
Ada hadits yang mengancam orang yang enggan lunasi utang …
Apa hadits seperti itu tidak pernah dibaca oleh peminjam utang?
Orang cerdas tentu bisa menempatkan dalil pada tempatnya.

Kira-kira dalil ini cocok untuk siapa?
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Lalu …

Kalau hadits berikut cocok untuk siapa yah?
Dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ
Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1965. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Hadits pertama berlaku untuk orang yang mampu melunasi utang, namun enggan melunasinya. Itu adalah hadits ancaman untuknya.

Hadits kedua berlaku untuk orang yang meminjamkan utang, hendaklah memberi kemudahan pada orang yang susah.
Kalau salah menempatkan dalil, berarti itu orang yang gagal paham.

Salah Menempatkan Dalil
Sikap orang yang berhutang seharusnya segera melunasi hutangnya. Jangan malah memiliki sikap sebaliknya, yaitu beranggapan bahwa pemberi utang yang baik pasti akan memberi tenggang waktu. Barangkali ini dalil yang sering digunakan,
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280).
Dalilnya memang benar, namun salah menempatkan. Dalil ini ditujukan bagi pihak pemberi utang agar memiliki sikap yang baik dengan memberi tenggang waktu jika orang yang berutang berada dalam kesulitan atau bahkan lebih baik memutihkan utang tersebut. Sehingga dalil di atas bukanlah untuknya. Seharusnya yang jadi dalil baginya adalah dalil-dalil yang menyebutkan bahaya berhutang sebagaimana disebutkan di atas. Jadi, janganlah salah memposisikan dalil.

Komentar di Facebook dalam Bahasan Orang yang Tidak Amanah dalam Utang Piutang
Kalau pinjaman tanpa riba kian langka, maka jangan sia-siakan saudaramu yang memberi pinjaman tanpa riba dengan menunda-nunda pelunasan ketika telah mampu melunasi baik langsung maupun mencicilnya. Kalau hutang dengan riba saja berani dan bisa bayar plus bunga dan dendanya, mestinya lebih ringan bagi kita melunasi hutang yang tak berubah jumlahnya.

Sekarang, bukan masalah gak mau pinjemin uang … Seringnya banyak yg gak amanah dalam hutang, janji tak tertunai, uang tak kembali, orang hilang entah kemana…
Beberapa orang yg suka berhutang, bahkan kerabat dekat,… ketika tdk ada masalah keuangan, jarang datang silaturahmi…. ketika datang, minjem uang, setelah itu tdk ada berita….. datang2 lagi utk minjem lagi… ini adalah ujian bagi kita.. utk tdk menggosip… utk menahan diri. Kita wajib memberitahukan, ke ybs… tanpa memojokkan.

Ustd saya sdh menolong orang orang meminjamkan uang sebesar 70jt tanpa saya minta lebih krna sy tau dosa nya bila sy minta bunganya tapi, orang yg pinjem smpai skg uang sy blum di kembalikan, sdh brusaha menagih hasilnya nihil. Sdh hmpir 2thn uang sy blum dikembalikan.

Sy mo tnya ustd, apakah saya berdosa bila saya menyumpahkan dan mendo’a kan mereka dgn kalimat2 yg jelek, krna saking jengkelnya dan sakit hati?.. Saya stress

Memberikan keringanan hutang, hanya untuk orang2 yg tidak mampu. bukan yg sengaja untuk menunda-nunda membayar hutang, padahal dia mampu. saya paham ustad.hehehe
Wallahu waliyyut taufiq, hanya Allah yang beri taufik.
Artikel Rumaysho.Com


[Baca...]





BERKATALAH YANG BAIK, JIKA TIDAK DIAM

{ولاتقف ما ليس لك به علم، إن السمع والبصر والفؤاد كل ألئك كان عنه مسئولا}
36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Qs AL Isra`: 36.

Qatadah mengatakan, “Janganlah kamu mengatakan aku melihat, padahal kamu tidak melihat, Atau aku mendengar, padahal kamu tidak mendengar. Atau `Aku mengetahui, padahal kamu tidak tahu, karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung jawaban kepadamu terhadap semua hal tersebut. (Lubabut Tafsir Min Ibni Katsir, ayat 36 dari surat al Isra`)..
 Larangan itu ditujukan untuk umum, `ammatul muslimin….. lalu bagaimana jika yang seperti ini itu seorang public figure atau juru dakwah atau ustadz ?

Dahsyatnya Lisan Ketika Salah Ucap:

Tentang Dahsyatnya Bahaya Terpelesetnya Lisan ini, mari kita ikuti penjelasan Ibnul Qayyim al jauziyah rahimahullah berikut: Al Lafazhat (ungkapan kata kata).

Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata kata atau ucapan dari lidahnya, yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya.

Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia nyiakannya.
Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.

PERINGATAN BUAT LISAN YANG LANCANG:
Yahya bin Mu’adz berkata : hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada anda bagaimana “rasa” hatinya, yaitu apa yang dia katakan dari lidahnya, artinya, sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang  ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dan lidahnya, sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan
lidah anda.

Dalam hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu yang marfu’, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam
bersabda :
لا يستقيم إيمان عبد حتى يستقيم قلبه، ولا يستقيم قلبه حتى يستقيم لسانه
“Tidak akan istiqomah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqomah ( lebih dahulu ), dan hati dia tidak akan istiqomah sehingga lidahnya beristiqomah ( lebih dahulu ).”
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab “Mulut dan kemaluan”. ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits ini hasan shoheh ).

Sahabat Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam sorga dan
menjauhkannya dari api neraka ?, lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amali tersebut, setelah itu beliau bersabda :
ألا أخبرك بملاك ذلك كله ؟ قال : بلى يا رسول الله، فأخذ بلسان نفسه ثم قال : كف عليك هذا، فقال :وإنا لمؤاخذون بما نتكلم به ؟ فقال : ثقلتك أمك يا معاذ، وهل يكب الناس على وجوههم أو على مناخرهم - إلا حصائد ألسنتهم
“Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu ?’, dia berkata : ya, ya Rasulallah, lalu Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memegang lidah beliau sendiri kemudian bersabda : “ jagalah olehmu yang satu ini”, maka Mu’adz berkata : adakah kita disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan ?, beliau menjawaba : “Ibumu kehilangan engkau ya Mu’adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka ( ke Neraka ) kecuali hasil ( ucapan ) lidah lidah mereka ?” ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits hasan shoheh ).

Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan kekhusyu’an ibadahnya,
juga masih berbicara dengan kalimat kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tanpa dia sadari bahwa satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari
perbuatan kotor dan aniaya, namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan.
Kalau anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shohehnya, dari Jundub bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam bersabda :
  قال رجل : والله لا يغفر الله لفلان، فقال الله : من ذا الذي
يتألى علي أني لا أغفر لفلان ؟ قد غفرت له وأحبطت عملك "
“Ada seorang laki laki yang mengatakan : ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan itu’, maka Allah berfirman : “Siapa orang yang bersumpah bahwa aku tidak akan mengampuni si Fulan ?, sungguh Aku telah mengampuninya dan menggugurkan amalmu.”

Lihatlah, hamba yang satu ini, dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus.
Dan di dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga dikisahkan cerita seperti ini, kemudian Abu Hurairah berkomentar : ‘Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat
menghancurkan dunia dan akhiratnya’.
Dalam shahih Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
" إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان الله لا يلقى لها بالا يرفعه الله درجات، وإن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله لا يلقى لها بالا يهوي في نار جهنم. وعند مسلم : إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها يهوي في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب "
“Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke dalam neraka Jahannam.” Dalam riwayat Muslim : “sesungguhnya seorang hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat menjatuhkannya ke dalam neraka ( yang jaraknya ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.”

Dan dalam riwayat Al Turmudzi, dari hadits Bilal bin Al Harits Al Muzani Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam , beliau bersabda :
إن أحدكم ليتكلم بالكلمة من رضوان الله ما يظن أن تبلغ ما
بلغت، فيكتب الله له رضوانه إلى يوم يلقاه، وإن أحدكم ليتكلم
بالكلمة من سخط الله ما يظن أن تبلغ ما بلغت، فيكتب الله له سخطه إلى يوم يلقاه
“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka (pahalanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridloanNya sampai
hari dia berjumpa denganNya kelak. Dan sesungguhnya seorang dari kalian terkadang
mengucapkan satu kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka ( dosanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya
kemurkaanNya sampai dia berjumpa denganNya kelak.” ‘Alqomah mengatakan : “betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakan disebabkan oleh hadits Bilal bin Al Harits ini.”
Dalam kitab Jami’ At Turmudzi, dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : ada seorang sahabat yang meniggal, lalu ada seorang laki laki berkata : ‘berilah kabar gembira dengan sorga’, maka Nabi bersabda :
وما يدريك ؟ فلعله تكلم فيما لا يعنيه، أو بخل بما لا ينقصه
“Dari mana kamu tahu?, barangkali dia pernah mengucapkan ( kalimat ) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan ) sesuatu yang tidak akan membuatnya
kekurangan.” (Al Turmudzi berkata : “hadits ini hasan” ).
Dalam lafadz hadits yang lain disebutkan :
إن غلاما استشهد يوم أحد، فوجد على بطنه صخرة مربوطة من الجوع، فمسحت أمه التراب عن وجهه، وقالت : هنيئا لك يا بني، لك الجنة. فقال النبي وما يدريك ؟ لعله كان يتكلم فيما لا يعنيه ويمنع ما لا يضره
“Ada seorang anak yang meninggal syahid diperang Uhud, lalu ditemukan diperutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar, kemudian ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya, sambil mengatakan : “berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan sorga”, maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “ Dari mana kamu tahu ?, barangkali dia pernah mengucapkan kata kata yang tidak berguna baginya, dan menahan apa yang tidak memberikan mudlarat baginya.”

Dalam shaheh Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
" من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت "
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”

Dan dalam lafadz hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan :
" من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فإذا شهد أمرا فليتكلم بخير أو ليسكت "
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bila ia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah ia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”
At Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shaheh dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, bahwa beliau bersabda :
" من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه "
“Termasuk ( salah satu tanda ) kebaikan Islam seseorang yaitu ( bila ) dia meninggalkan apa apa yang tidak berguna baginya.”

Dari Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi, dia berkata :
" قلت: يا رسول الله قل لي في الإسلام قولا لا أسأل عنه أحدا بعدك، قال : قل آمنت بالله ثم استقم، فقلت : يا رسول الله ما أخوف ما تخاف علي ؟ فأخذ بلسان نفسه ثم قال: ذا "
“Aku berkata : ‘Ya Rasulallah, katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorangpun setelah engkau’, Nabi menjawab : “Katakanlah :
aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah engkau”, aku bertanya : ‘Ya
Rasulallah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku ?’, kemudian Nabi memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan : “ini” ( maksudnya lidah, pent. ). ( HR. Turmudzi, dan ia bekata : hadits ini shaheh ).
Dan Ummu Habibah isteri Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam beliau bersabda :
كل كلام ابن آدم عليه لا له، إلا أمرا لمعروف أو يا عن منكر أو ذكرا لله
“Semua ucapan anak Adam ( manusia ) itu akan merugikan dia, tidak akan menguntungkan dia, kecuali ucapan untuk amar ma’ruf (memerintahkan yang baik ), atau nahi mungkar (mencegah perbuatan mungkar ), atau dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” ( At Tirmidzi berkomentar : hadits ini derajatnya hasan ).
Dalam hadits yang lain disebutkan :
"إذا أصبح العبد فإن الأعضاء كلها تكفر اللسان، تقول : اتق الله فينا فإنما نحن بك، فإذا استقمت استقمنا، وإن اعوججت اعوججنا"
“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata : takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu, bila kamu istiqomah kami akan istiqomah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng.”

Sebagian ulama salaf ada yang menyalahkan dirinya sendiri, hanya sekedar mengucapkan : “hari ini panas dan hari ini dingin”, dan sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab : “aku tertahan oleh satu ucapan yang telah aku katakan, aku pernah mengatakan : “oh, betapa butuhnya orang orang ini kepada hujan”,
tiba tiba ada yang berkata kepadaku “dari mana kamu tahu itu ?, Akulah yang lebih tahu tentang kemaslahatan hambaKu.”

Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya : tolong ambilkan kain untuk kita
gunakan bermain main, lalu dia berkata :
‘Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata kata kecuali aku pasti bisa mengendalikan dan mengekangnya, kecuali kata kata yang tadi aku katakan, ia keluar dari lidahku tanpa kendali dan tanpa kekang.”
Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri …

Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah : apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat , ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja ?, di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama.
Sebagian ulama salaf mengatakan : “semua perkataan anak Adam itu akan merugikan dirinya dan tidak akan menguntungkannya, kecuali ucapan yang diambil dari kalam Allah dan ucapan yang digunakan untuk membelaNya.

Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu pernah memegang lidahnya dan berkata : “inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah”, ucapan itu adalah tawanan anda, bila ia sudah keluar dari mulut anda berarti andalah yang menjadi tawanannya. Allah selalu memonitor lidah setiap kali berbicara.
" ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد "
“Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”

Bahaya lidah :
Pada lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi bisa jadi salah satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain.
Orang yang diam terhadap kebenaran adalah syetan yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya’ dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan menimpa dirinya. Begitu pula orang yang berbicara tentang kebatilan adalah syetan yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam.

Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini. Adapun orang orang yang ada di tengah tengah –yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus –sikapnya adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di akhirat. Sehingga anda tidak akan
melihat mereka mengucapkan kata kata yang akan membahayakan mereka di akhirat nanti.

Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah, dan hal hal yang berhubungan denganNya.  (Penerjemah: Ummu Salma al Atsari).



[Baca...]