Melagukan Al Quran
dengan Langgam Jawa, Bolehkah?
- 18 May 2015, Muncul di tengah-tengah kita cara membaca
Al Quran dengan Langgam Jawa, apakah seperti itu dibolehkan?
Di dalam langgam Jawa tersebut
terjadi pemaksaan cara baca. Begitu pula irama yang ditiru adalah irama
lagu-lagu yang biasa dinyanyikan dalam lagu-lagu Jawa atau wayang.
Tentang hukum memakai maqamat tadi
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah menyatakan, “Tidak boleh
bagi seorang mukmin membaca Al-Qur’an dengan nada-nada para penyayi. Yang
diperintahkan bagi kita adalah membaca Al-Qur’an seperti yang dibaca oleh para
ulama salaf kita yang shalih yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan
yang mengikuti mereka. Caranya adalah memperindah bacaan dengan tartil, dengan
meresapi dan khusyu’ sampai berpengaruh dalam hati yang mendengarkan maupun
yang membaca. Adapun membaca Al-Qur’an dengan cara yang biasa dilakukan oleh
para penyayi, seperti itu tidaklah dibolehkan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, 9: 290. Dinukil dari Fatwa Al-Islam Sual
wa Jawab no. 9330).
Intinya, boleh saja melagukan
Al-Quran sebagaimana perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ
بِالْقُرْآنِ
“Barangsiapa yang tidak memperindah
suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu
Daud no. 1469 dan Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i
dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan ‘yataghonna bil Qur’an’
adalah,
يُحَسِّن صَوْته بِهِ
“Memperindah suara ketika membaca Al
Quran.”
Namun aturan dalam
melagukan Al Qur’an harus memenuhi syarat berikut:
- Tidak keluar dari kaedah dan aturan tajwid.
- Huruf yang dibaca tetap harus jelas sesuai yang
diperintahkan.
- Tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa
dinyanyikan. (Lihat Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin ‘Ied
Al-Hilali, 1: 472)
Ada dua hal melagukan
Al-Qur’an yang perlu diperhatikan:
1- Irama yang mengikuti tabiat asli
manusia, tanpa memberat-beratkan diri, belajar atau berlatih khusus. Melagukan
bacaan Al-Qur’an seperti ini dibolehkan.
2- Irama yang dibuat-buat, bukan
dari tabiat asli, diperoleh dengan memberat-beratkan diri, dibuat-buat dan
dibutuhkan latiham sebagaimana para penyanyi berlatih untuk mahir dalam
mendendangkan lagu. Melagukan semacam ini dibenci oleh para ulama salaf, mereka
mencela dan melarangnya. Para ulama salaf dahulu mengingkari cara membaca
Al-Qur’an dengan dibuat-buat seperti itu. (Zaadul Ma’ad karya Ibnul
Qayyim, 1: 474)
Niat seseorang juga mesti
diperhatikan. Karena tujuan membaca Al-Qur’an adalah untuk raih pahala. Raih
pahala ini tentu saja harus didasari niatan ikhlas. Jangan tujuannya untuk
menonjolkan kejawaan atau keindonesiaan atau kebangsaan dalam berinteraksi
dengan Al Qur’an. Sikap seperti ini hanya menonjolkan ashabiyyah semata.
Wallahul musta’an. Semoga mencerahkan. Hanya Allah yang memberi taufik dan
hidayah.
—
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------