Kajian Tafsir ke-5 lanjutan

Tafsir Isti’adzah
Ustadz Abu Ammar Al-Ghoyami

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98).

Segala puji bagi Alloh sebanyak-banyaknya pujian, pujian yang sebaik-baiknya lagi diberkahi. Segala pujian bagi Alloh, Dzat Yang menyeru hamba-Nya menuju pintu-pintu rohmat-Nya, yang memberi kenikmatan dengan menurunkan al-Qur’an, di dalamnya terdapat petunjuk tatanan kehidupan yang damai dan sejahtera di dunia, dan menjanjikan sebuah kepastian kenikmatan yang sempurna di alam akhirat, kita memuji-Nya atas kenikmatan-Nya yang banyak, juga atas petunjuk dan kemudahan jalan meraihnya dengan kitab-Nya, semoga kita dijadikan termasuk orang-orang yang dijanjikan bakal meraih kesempurnaan kenikmatan-Nya. Sesungguhnya membaca al-Qur’an adalah amalan yang memiliki keutamaan sangat besar. Mereka para pembaca al-Qur’an adalah kaum yang terpuji, di mana Alloh memuji mereka dengan firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ
لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Alloh dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Alloh menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (QS. Fathir [35]: 29-30)

Ada beberapa adab membaca al-Qur’an, namun tidak akan kita bahas semuanya, hanya terfokus pada firman Alloh dalam Surat an-Nahl [16] ayat 98 di atas saja, yaitu perintah beristi’adzah, berlindung kepada Alloh dari godaan setan saat hendak membacanya. Sekelumit tentang berlindung kepada Alloh dari setan serta hal-hal terkait dengannya akan kita sajikan di sini pada edisi kali ini, semoga Alloh memudahkannya dan memberkahinya. Amin.

Penjelasan Kata-kata
اَلْقُرْآنَ : ialah kalam (firman) Alloh, yang diturunkan dari sisi-Nya ke dalam dada Rosul-Nya, penutup para nabi dan rosul, Muhammad, yang diawali dengan Surat al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat an-Nas.([1])
فَاسْتَعِذْ : beristi’adzahlah kepada Alloh, yaitu membaca “at-ta’awwudz”, kalimat berlindung kepada Alloh dari godaan setan.
اَللَّهِ : ialah lafzhul jalalah, yaitu sebuah nama khusus bagi Dzat Yang berhak dipertuhankan oleh segala sesuatu dan Yang berhak diibadahi oleh seluruh makhluk-Nya([2]), di antaranya sebab Ia adalah Dzat yang bersifat melindungi hamba-Nya.
مِنَ الشَّيْطَانِ : dari setan, yaitu dari Iblis dan anak keturunannya serta pengikut-pengikutnya baik dari golongan jin, manusia maupun golongan binatang.([3])
اَلرَّجِيْمِ : yang dilaknat, berarti yang dihalangi dan dijauhkan dari rohmat Alloh.

Makna umum ayat
Dalam ayat di atas Alloh memerintahkan agar siapa saja yang hendak membaca al-Qur’an, di mana ia merupakan semulia-mulianya dan seagung-agungnya kitab, di dalamnya terdapat kebaikan hati, ilmu pengetahuan agama yang sangat banyak, hendaknya berlindung kepada Alloh dari godaan setan dengan beristi’adzah. Sebab setan itu sangat kuat kemauannya untuk berusaha sekuat daya upayanya memalingkan hamba dari maksud-maksud dan tujuan-tujuan baiknya ketika ia hendak memulai melakukan amalan-amalan yang utama.

Dan sebagaimana diketahui bahwa membaca al-Qur’an merupakan amalan yang utama, sehingga jalan keselamatan terhindar dari godaan setan dan kejahatannya adalah dengan bersandar kepada Alloh, serta beristi’adzah meminta perlindungan kepada Alloh dari kejahatannya. Sehingga Alloh pun mensyari’atkan agar seorang pembaca al-Qur’an hendaknya meminta perlindungan dengan melafazhkan isti’adzah, disertai tadabbur maknanya, tulus hati bersandar kepada Alloh agar tidak dipalingkan hatiya oleh setan dari amalan utamanya tersebut. Disertai kesungguhan dalam usaha menolak was-was serta pikirannya yang hina, bersungguh-sungguh mengerahkan sarana apa saja yang paling kuat sehingga memungkinkan untuk menepis godaannya, dan sarana tersebut adalah dengan berhias diri dengan perhiasan iman dan tawakkal kepada Alloh semata.([4])

Lafazh-lafazh isti’adzah
Lafazh isti’adzah disebut juga at-ta’awwudz, dan di masyarakat kita istilah “berta’awwudz” lebih dikenal dari pada “beristi’adzah”, namun keduanya sama saja dan tidak berbeda maksudnya, yaitu sama-sama bermaksud beristi’adzah. Di antara lafazh isti’adzah atau at-ta’awwudz adalah ucapan:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
(Aku berlindung kepada Alloh dari godaan setan yang terkutuk).

Lafazh isti’adzah atau at-ta’awwudz seperti itu merupakan lafazh isti’adzah yang dipegangi dan dikuatkan oleh jumhur (mayoritas) ulama, mereka beralasan lafazh tersebut merupakan lafazh Kitabulloh, al-Qur’an, seperti yang jelas terdapat dalam Surat an-Nahl ayat 98 tersebut.([5])
Ada lafazh isti’adzah yang lain, ialah ucapan:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
(Aku berlindung kepada Alloh dari setan yang terkutuk, dari kegilaan dan kesombongannya, serta dari syair-syairnya).

Atau lafazh lain yang semisal dengan lafazh tadi hanya ditambah nama di antara nama-nama Alloh:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
(Aku berlindung kepada Alloh Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari godaan setan yang terkutuk, dari kegilaan dan kesombongannya, serta dari syair-syairnya).([6])

Makna beristi’adzah
Beristi’adzah artinya adalah membaca salah satu dari lafazh-lafazh isti’adzah atau at-ta’awwudz di atas tatkala hendak membaca al-Qur’an atau dalam keadaan tertentu yang seseorang berhajat kepada perlindungan Alloh dari godaan setan.

Dan orang yang membaca isti’adzah atau berta’awwudz berarti ia telah mengucapkan dengan lisannya, bahwa ia tengah memohon perlindungan kepada Alloh, Robbnya dan Robb segala sesuatu, Dzat Yang Maha Kuasa berbuat segala yang dikehendakinya, Dzat Yang Maha
Mengetahui segala sesuatu, sesembahannya makhluk yang dahulu maupun yang kemudian, dari kejahatan Iblis yang dijauhkan dan tidak dirohmati oleh Alloh, juga dari kejahatan bala tentaranya, baik dari golongan jin maupun manusia.([7])

Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala dalam tafsirnya mengatakan: “Makna beristi’adzah adalah aku sandarkan diriku dengan berlindung kepada Alloh supaya dijauhkan dari setan yang terlaknat agar tidak berlaku jahat kepadaku dalam agamaku maupun duniaku, dan agar ia tidak menghalangiku dari melaksanakan apa yang aku diperintahkan, dan agar ia tidak mendorongku untuk melakukan sesuatu yang aku dilarang atasnya, sebab setan itu tidak ada yang kuasa menahannya selain Alloh…”([8])

Beristi’adzah itu sebelum atau sesudah membaca al-Qur’an?
Berkaitan dengan masalah membaca ta’awwudz saat membaca al-Qur’an, mungkin perlu dipertegas lagi kapankah seseorang itu beristi’adzah? Apakah sebelum ataukah sesudah membaca al-Qur’an?

Ayat nomor 98 dari Surat an-Nahl tersebut zhohirnya jelas sekali menggunakan kata kerja masa lampau, coba kita cermati firman Alloh tersebut:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Kita dapati pada ayat di atas kata kerja «قَرَأْتَ» yang menunjukkan kata kerja bentuk lampau, yang artinya pekerjaannya telah usai. Sehingga ayat di atas berarti “apabila kamu telah usai membaca al-Qur’an…” bukan “apabila kamu hendak membaca al-Qur’an…” bukan pula “apabila kamu sedang membaca al-Qur’an…”

Dari pemahaman zhohir ayat seperti inilah sebagian sahabat dan sebagian ulama berpendapat bahwa beristi’adzah itu dilakukan setelah membaca al-Qur’an, sebab isti’adzah itu untuk menyingkirkan ‘ujub setelah usai beribadah.([9]) Namun pendapat ini lemah. Sebab ini berseberangan dengan hadits-hadits yang menerangkan praktek Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beristi’adzah. Adapun yang rojih (kuat) adalah apa yang dipegangi oleh jumhur (mayoritas) ulama, yaitu bahwa berta’awwudz itu sebelum membaca al-Qur’an.

Jumhur ulama mengatakan bahwa isti’adzah itu guna untuk menyingkirkan was-was setan tatkala seseorang tengah beribadah, dan untuk itulah beristi’adzah adalah sebelum ia membaca al-Qur’an. Adapun makna ayat di atas kalimat «إِذَا قَرَأْتَ» itu bermakna “apabila kamu telah berkehendak membaca” sebagaimana firman Alloh Ta’ala dalam Surat al-Maidah [5]: 6;
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
Yang artinya secara zhohir: “Apabila kamu telah tegak untuk mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu”, itu bermakna “apabila kalian sudah berkehendak untuk tegak menuju sholat”. Ayat ini dimaknai demikian berdasarkan hadits-hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam yang berjumlah cukup banyak, sehingga kuatlah pendapat jumhur ulama ini bahwa isti’adzah itu dibaca sebelum membaca al-Qur’an.([10])

Di antara hadits yang menerangkan bahwa isti’adzah itu sebelum membaca al-Qur’an adalah haditsnya Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu yang ia mengatakan: “Adalah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, apabila sholat malam, beliau pun membaca istiftah (iftitah) dan bertakbir dengan membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَاليَ جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ
“Maha Suci engkau ya Alloh, dengan memuji-Mu, dan begitu melimpah keberkahan nama-Mu, dan Maha Tinggi keagungan dan kebesaran-Mu, dan tidak ada sembahan yang berhak diibadahi selain-Mu.”
Lalu beliau mengucapkan (( لا إله إلا اللَّه )) tiga kali, kemudian beliau membaca:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
“Aku berlindung kepada Alloh Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari godaan setan yang terkutuk, dari kegilaannya dan kesombongannya, serta dari syair-syairnya.”
Kemudian beliau membaca (( اللَّه أكبر )) tiga kali, kemudian membaca:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
“Aku berlindung kepada Alloh Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari godaan setan yang terkutuk, dari kegilaannya dan kesombongannya, serta dari syair-syairnya.”([11])

Hadits tersebut dan hadits lain yang semakna dengannya, jelas menerangkan bahwa Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam itu bertisti’adzah sebelum membaca Surat al-Fatihah, sebab do’a istiftah itu dibaca oleh beliau sebelum membaca isti’adzah, dan tidak mungkin beliau membaca al-Fatihah sebelum membaca istiftah, artinya pastilah beliau membaca isti’adzah sebelum membaca al-Fatihah.

Keharusan berlindung kepada Alloh dari godaan dan tipu daya setan([12])
Tidak jarang didapati adanya permusuhan antara satu orang dengan orang lain. Dan ternyata permusuhan manusia itu tidak hanya terbatas pada permusuhan antar manusia itu sendiri, bahkan permusuhan mereka dengan makhluk jenis lain yaitu setan. Setan jenis manusia lebih ringan daripada setan jenis jin. Sehingga Alloh pun memerintahkan agar bersikap pemaaf dan berlemah lembut dulu menghadapi musuh dari jenis manusia.
Alloh berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS. al-A’rof [7]: 199)

Dalam ayat tersebut Alloh memerintahkan manusia untuk menjadi pemaaf, sebab dengan hal itu akan bisa diharapkan kembalinya seseorang pada asal tabiatnya yang baik lagi menyayangi dan lapang dada. Perhatikan juga firman Alloh yang lain, misalnya yang tersebut dalam al-Qur’an Surat al-Mu’minun ayat 96, juga Surat Fushshilat ayat 34-35, maka akan semakin jelas bahwa Alloh memerintahkan agar saling memaafkan dan saling berbuat baik agar tercipta persaudaraan yang saling kasih dan saling sayang.

Namun tidak demikian halnya perintah Alloh dalam menghadapi setan dari jenis jin, kita diperintah harus berlindung darinya kepada-Nya semata, hanya itu perintah-Nya tidak ada yang lain. Sebab setan itu tidak akan menerima perlakuan baik sekalipun, sedangkan ia tidak menghendaki dari diri manusia selain kebinasaan semata. Hal ini sebab besarnya permusuhan dan pertentangan antara dia dengan bapak manusia, yaitu Adam alaihis salam, sejak di zaman dahulu kala. Sehingga Alloh pun memberi peringatan akan bahaya setan bagi manusia dengan firman-Nya:
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. al-A’rof [7]: 27)

Dalam ayat yang lain Alloh juga memperingatkan kita, bahwa setan itu adalah musuh bagi kita, maka kita diperintah harus menganggap sebagai musuh. Di antara sebabnya adalah setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.([13])

Ayat-ayat di atas menegaskan tentang siapa itu setan bagi manusia, maka Alloh pun mewajibkan agar manusia berlindung kepada-Nya dari tipu dayanya. Tidak lagi Alloh perintahkan ramah-tamah atau yang lainnya sebab hal itu tidak akan ada gunanya bagi setan. Memang sejak semula setan hanya berkehendak jahat bagi manusia semuanya, ia berpura-pura tampil sebagai seorang pemberi nasehat, namun ia pun dusta, sebab ia hanya akan mencelakaan semata. Alloh sebutkan dalam al-Qur’an dengan firman-Nya:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau, Aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shod [38]: 82)

Alloh mengusir amarah dan setan dari orang yang beristi’adzah
Isti’adzah memiliki keutamaan yang sangat besar. Cukuplah bagi kita dua hadits di bawah ini untuk mengetahui kebesaran dan kehebatan isti’adzah tersebut, yaitu untuk mengusir amarah, juga mengusir setan.

Imam al-Qurthubi rahimahullahu ta’ala dalam tafsirnya menyebutkan sebuah hadits([14]), sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sulaiman bin Shurod, ia mengatakan: “Ada dua laki-laki yang sedang saling mencaci di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka salah satu di antara keduanya pun marah, mukanya memerah, dan padamlah raut wajahnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun memandanginya lalu beliau bersabda:
(إِنِّي لأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ)
“Sungguh aku mengetahui sebuah kalimat yang apabila ia mengucapkannya niscaya akan hilanglah darinya (amarahnya itu), yaitu:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
(Aku berlindung kepada Alloh dari godaan setan yang terkutuk).”

Kemudian ada seseorang yang mendengar sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tadi mendatangi salah seorang dari keduanya (yang saling mencaci,—red.) lalu berkata: “Tahukah kamu apa yang disabdakan oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tadi? Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku mengetahui sebuah kalimat yang apabila ia mengucapkannya niscaya akan hilanglah darinya (amarahnya itu), yaitu:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
’” Maka laki-laki tersebut pun mengatakan kepadanya: “Apakah menurutmu aku ini gila?”

Dalam hadits yang lain disebutkan oleh Imam Muslim dari sahabat Utsman bin Abil ‘Ash ats-Tsaqofi rahimahullahu ta’ala bahwa dia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengadu: “Wahai Rosululloh, sesungguhnya setan telah datang dan menggangguku dalam sholatku juga menggangguku dengan mengacaukan bacaanku.” Maka Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya:
ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفُلْ عَنْ يَسَارِكَ ثَلاَثًا
“Itu adalah seorang setan yang disebut Khonzab, maka apabila kamu merasakan kedatangannya berlindunglah kepada Alloh (berta’awwudzlah) darinya dan meludahlah ke kiri tiga kali.”
Utsman pun mengatakan: “Aku pun melakukannya, maka Alloh pun mengusirnya dariku.” (HR. Muslim: 2203)
Allohu Akbar, Wallohul Musta’an.

([1]) Ushulun fit Tafsir Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin
([2]) Taisirul Karimir Rohman Syaikh Abdurrohman as-Sa’di dan Tafsir ath-Thobari 1/67.
([3]) Tafsir ath-Thobari 1/57.
([4]) Taisirul Karimir Rohman Syaikh Abdurrohman as-Sa’di
([5]) Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam al-Qurthubi dalam Tafsir-nya 1/62, dan juga oleh ulama ahli tafsir lainnya.
([6]) Tentang lafazh isti’adzah ini lihatlah al-Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam al-Qurthubi 1/62, Tafsirul Qur’an al-Azhim oleh Ibnu Katsir 1/111-113, Sifat Sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hal. 68 dan Irwaul Gholil 1/341 keduanya oleh Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani.
([7]) Aisarut Tafasir Abu Bakar Jabir al-Jazairi 1/10-11.
([8]) Tafsir Ibnu Katsir 1/114
([9]) Tafsir al-Qur’an al-Azhim Ibnu Katsir 1/110-111 dan al-Jami’ li Ahkamil Qur’an Imam al-Qurthubi 1/63.
([10]) Sumber yang sama di atas.
([11]) Sumber yang sama di atas, lihat juga catatan kaki no. 5, dan al-Fathur Robbani Ahmad Abdurrohman al-Banna 3/11/504.
([12]) Tafsir al-Qur’an al-Azhim Ibnu Katsir 1/110.
([13]) QS. Fathir [35]: 6 dan al-Kahfi [18]: 50.
([14]) HR. Muslim: 2610 dan Bukhori: 6115, lihat Tafsir al-Qurthubi 1/63 dalam muqoddimah dan Tafsir Ibnu Katsir 1/112-113.





0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------