Hukum Operasi Kelamin
لعن رسول الله صلَى الله عليه وسلَم المتشبّهين من الرجال بالنساء، والمتشبّهات من النساء بالرجال
 “Rasulullah telah melaknat orang-orang laki-laki yang meniru-niru ( menyerupai ) perempuan dan perempuan yang meniru-niru ( menyerupai ) laki-laki “ ( HR Bukhari )
Dalam dunia kedokteran dikenal tiga bentuk operasi kelamin, masing-masing mempunyai hukum tersendiri dalam fikih :
Pertama : Operasi penggantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal.
Operasi ganti kelamin dalam keadaan seperti ini, belum pernah dikenal oleh orang-orang terdahulu. Tetapi para dokter mengatakan bahwa hal itu merupakan bentuk dari penyakit “transeksual/transgender“, yaitu individu dengan gangguan psikologis laki-laki yang seperti wanita atau wanita seperti laki-laki dengan tanpa disertai kelainan fisik/ alat kelamin (genital). Atau dengan  istilah lain, bahwa sang penderita atau pasien merasakan bahwa dirinya adalah jenis lain yang bukan pada dirinya. Seakan ia merasakan bahwa jiwanya adalah perempuan padahal fisiknya adalah laki-laki, atau ia merasakan bahwa jiwanya adalah laki-laki padahal bentuk fisiknya adalah perempuan.  Antara jiwa dan fisik tidak dapat saling menyatu.
Orang yang mempunyai penyakit transeksual ini mempunyai dua keadaan :
Keadaan Pertama : Penyakit ini muncul akibat faktor psikologis dan kejiwaan. Hal ini terjadi karena salah dalam pola asuh sejak kecil, atau karena pergaulan yang salah.
Untuk jenis yang pertama ini, penanganannya bukan dengan cara operasi kelamin, tetapi kejiwaannyalah yang harus diobati dan disembuhkan. Penyimpangan psikologis ini kadang muncul sejak kecil, hanya saja sering dianggap remeh, sehingga lama kelamaan menjadi semakin besar dan akhirnya susah untuk dirubah, dan ujung-ujungnya menganggap ini sebagai taqdir, padahal itu hanya karena kebiasaan yang sudah mendarah daging sejak kecil dan lama, serta tidak terkait dengan fisiknya.
Islam sejak dini telah mengajarkan kepada kita untuk memisahkan tempat tidur laki-laki dan perempuan ketika sudah berumur 10 tahun, salah satu tujuannya agar mereka tidak berkepribadian ganda dikemudian hari.
Kesimpulannya, bahwa operasi merubah kelamin dari orang yang mempunyai kelamin normal dalam bentuk yang pertama seperti ini hukumnya haram, karena tidak ditemukan hubungan antara ketidak normalan fisik atau organ tubuh seseorang. ( Dr. Muh. Mukhtar as-Syenkiti, Ahkam al-Jirahiyah at-Tibbiyah, Jeddah, Maktabah as-Shohabah,hlm. 200-202 )
Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
1/ Pada dasarnya, Allah swt telah menciptakan manusia ini dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sebagaimana firman Allah swt :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya“ (Qs At Tin : 4)
2/ Penciptaan manusia dalam bentuk yang baik tersebut merupakan penghormatan kepada manusia, sebagaimana firman Allah swt :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
“Sesungguhnya telah Kami muliakan keturunan Adam dan Kami bawa mereka di daratan dan di lautan“ ( Qs Al Isra’ : 70 )
3/ Oleh karenanya, kita sebagai hamba Allah dilarang untuk merubah ciptaan-Nya yang sudah sempurna. Larangan ini tersebut di dalam firman Allah swt ketika menceritakan perkataan syetan :
وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا
“( Syetan berkata ) : Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka ( memotong-motong telinga binatang ternak ), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka ( merubah ciptaan Allah ), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata “ ( Qs An Nisa’ : 119 )
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa awal tindakan merubah ciptaan Allah swt berasal dari bisikan syetan.
4/ Rasulullah saw sendiri bersabda :
لعن رسول الله صلَى الله عليه وسلَم المتشبّهين من الرجال بالنساء، والمتشبّهات من النساء بالرجال
“Rasulullah telah melaknat orang-orang laki-laki yang meniru-niru ( menyerupai ) perempuan dan perempuan yang meniru-niru ( menyerupai ) laki-laki “ ( HR Bukhari )
Berkata Imam Qurtubi : “ Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ahli Fiqh dari Hijaz dan Ahli Fikih dari Kufah bahwa mengebiri keturunan Adam hukumnya haram dan tidak boleh, karena termasuk dalam katagori menyiksa. “ ( Tafsir Qurtubi : 5 / 391 )
Kalau mengebiri saja tidak boleh, yaitu perbuatan untuk memandulkan alat kelamin,  apalagi merubah dan menggantikannya,  tentunya sangat diharamkan.
Keadaan Kedua : Waria yang disebabkan adanya perbedaan keadaan psikis dan fisik seseorang, seperti ketidaknormalan sistem tubuh atau terjadi percampuran hormon laki-laki dan perempuan, yang berakibat munculnya perasaan dalam dirinya yang berbeda dengan fisik tubuhnya. Maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat :
Pendapat Pertama : bahwa operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaannya seperti ini tetap tidak boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dasarnya adalah ayat-ayat al Qur’an dan hadist-hadits yang telah disebutkan di atas.
Pendapat Kedua : bahwa operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaanya seperti ini, dibolehkan. Ini adalah pendapat sebagian kecil ulama kontemporer.
Diantara dalil dari pendapat ini adalah sebagai berikut :
1/ Menurut kesaksian mayoritas dokter bahwa memang benar adanya orang yang mempunyai penyakit seperti ini, mereka menyebutnya dengan transeksual, yaitu terpisahnya antara bentuk fisik dengan psikis, yaitu bentuk fisiknya adalah laki-laki umpamanya, tetapi perasaannya bahwa dia bukanlah laki-laki. Penyakit ini menyebabkan orang tersiksa dalam hidupnya, sehingga kadang-kadang diakhiri dengan bunuh diri.  Pengobatan secara kejiwaan sudah dilakukan berkali-kali oleh para dokter, tetapi tetap saja gagal. Maka tidak ada jalan lain kecuali operasi ganti kelamin.
2/ Keadaan seperti ini bisa dikatagorikan darurat. Karena tanpa operasi tersebut seseorang tidak akan bisa hidup tenang dan wajar sebagaimana yang lain, hidupnya akan dirundung kegelisahan demi kegelisahan, dan tidak sedikit yang diakhiri dengan tindakan bunuh diri.
3/ Kalau kita perhatikan bahwa yang menyebabkan diharamkannya operasi ganti kelamin secara umum atau dalam keadaan normal adalah karena dua alasan :
Alasan Pertama : bahwa hal tersebut termasuk merubah ciptaan Allah swt, sebagaimana yang tersebut dalam Qs An Nisa’ : 119, sudah disebut di atas.
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Abbas, Anas, Ikrimah, dan Abu Sholeh bahwa yang dimaksud merubah ciptaan Allah adalah mengebiri, mencongkel mata, serta memotong telinga. Sedangkan Imam Qurtubi di dalam tafsirnya dengan menukil perkataan Qhadhi ‘Iyadh bahwa seseorang yang mempunyai jari-jari tangan lebih dari lima atau daging tambahan di dalam tubuhnya, maka tidak boleh dipotongnya, karena termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah, kecuali kalau jari-jari tangan atau daging tambahan tersebut terasa sakit, nyeri dan menyebabkannya menjadi menderita, maka dalam keadaan seperti ini, diperbolehkan untuk memotongnya. ( Tafsir Qurtubi  : 5 / 252)
Perkataan Qadhi ‘Iyadh yang dinukil oleh Imam Qurtubi di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa sesuatu tambahan dalam tubuh yang berupa daging atau yang lain dan menyebabkan sakit si penderita, maka diperbolehkan untuk menghilangkannya, dan hal ini dimasukkan dalam katagori berobat, yang kadang harus merubah ciptaan Allah swt. Karena sebenarnya yang dilarang dalam masalah ini adalah merubah ciptaan Allah tanpa ada alasan syar’I atau hanya karena ingin memperindah anggota tubuh saja. Tetapi jika bertujuan untuk mengobati, maka dibolehkan.
Atas dasar keterangan di atas, maka operasi ganti kelamin yang dilakukan oleh orang yang mengidap penyakit transeksual pada jenis kedua ini, bisa dikatakan bahwa organ tubuhnya secara fisik yang ada sekarang adalah organ tambahan, karena tidak sesuai dengan kejiwaan dan perasaannya, sehingga jika dirubah menjadi organ yang sama dengan kejiwaan dan perasaannya, maka termasuk dalam proses pengobatan dari rasa sakit yang dialaminya, dan memang tidak ditemukan obat selain operasi ganti kelamin.
Alasan Kedua : bahwa operasi ganti kelamin termasuk dalam katagori menyerupai jenis lain yang dilarang oleh Rasulullah saw. Tetapi para ulama telah menjelaskan bahwa yang dilarang dalam masalah ini adalah menyerupai jenis di dalam berpakaian, berhias, bertutur kata dan cara berjalan. Hal ini disimpulkan dari dalil – dalil lain. Oleh karenanya, Imam Nawawi menyatakan bahwa waria yang ada semenjak lahir tidak termasuk dalam katagori yang dilarang oleh Rasulullah saw, karena mereka tidak bisa meninggalkan gaya-gaya tersebut yang dibawanya dari lahir, walaupun sudah diobati berkali-kali, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari.
Demikianlah beberapa dalil yang diungkapkan oleh kelompok kedua yang membolehkan bagi seseorang yang terkena penyakit transeksual jenis kedua dan tidak bisa diobati lagi secara psikis, maka dibolehkan untuk melakukan operasi ganti kelamin, dan ini termasuk keadaan darurat.
Catatan : Yang perlu diperhatikan dalam hal ini, supaya tidak terjadi salah paham, bahwa yang dibolehkan adalah orang-orang yang benar-benar punya penyakit seperti ini, tentunya harus direkomendasikan oleh dokter-dokter yang ahli, jujur dan amanah. Begitu juga setelah melalui rekomendasi para ulama yang diakui amanah dan otorits keilmuaannya.
Hukum tersebut tidak berlaku bagi orang yang melakukan operasi ganti kelamin, hanya karena sekedar iseng, atau hanya sekedar “merasa” dirinya lebih cocok menjadi orang berjenis kelamin yang berbeda dengan keadaannya sekarang,  padahal penyakitnya tersebut belum diteliti dan belum ada usaha-usaha yang sungguh-sungguh untuk menyembuhkannya.
Kedua : Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti penis atau vagina yang tidak berlubang.
Operasi seperti ini dibolehkan, karena termasuk dalam katagori pengobatan. Karena pada dasarnya manusia itu ciptaannya sempurna, maka jika didapati beberapa bagian anggota tubuhnya tidak normal atau tidak berfungsi, seperti vagina yang tidak berlubang, atau penis yang tidak berlubang sehingga tidak bisa buang air kecil, maka dibolehkan baginya untuk melakukan operasi perbaikan kelamin, dengan tujuan agar salah satu organ tubuhnya tersebut berfungsi sebagaimana yang lain. Rasulullah saw bersabda :
يا عباد الله تداووا، فإنّ الله جعل لكلّ داء دواء
“ Wahai hamba-hamba Allah berobatlah, karena Allah menjadikan setiap penyakit itu ada obatnya “
Jadi operasi kelamin yang cacat sejak kecil atau karena suatu kecelakaan termasuk dalam katagori berobat dan bukan dalam katagori merubah ciptaan Allah swt.
Ketiga : Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki 2 (dua) jenis kelamin yaitu penis dan vagina.
Orang yang mempunyai kelamin ganda dalam dunia medis disebut “ ambiguous genitalia”  yang artinya alat kelamin meragukan. Orang tersebut tidak menderita penyakit “transeksual”, tetapi lebih cenderung kepada interseksual yaitu suatu kelainan, dimana penderita memiliki ciri-ciri genetik, anatomik atau fisiologik meragukan antara pria dan wanita. Gejalanya sangat bervariasi, mungkin saja tampilan luarnya adalah laki-laki normal atau wanita normal, tetapi alat kelaminnya yang masih meragukan apakah dia laki-laki atau perempuan. Penderita seperti ini memang benar-benar sakit secara fisik, yang kemudian mempengaruhi kondisi psikologisnya.
Maka, Operasi pada orang yang mempunyai kelamin ganda seperti ini  dibolehkan, tentunya setelah ada kejelasaan statusnya, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara-cara yang telah diterangkan di atas dan dikuatkan dengan pernyataan para dokter ahli dan amanah. Biasanya operasi dilakukan ketika anak tersebut masih bayi dan belum beranjak dewasa, jika sudah dewasa tentunya akan lebih susah lagi, karena mungkin itu akibat salah pola asuh dan pola interaksi dari lingkungan sekitar.
Karena kalau seseorang dibiarkan dalam status yang tidak jelas, maka sungguh kasihan hidupnya, dan masyarakatpun kesulitan untuk berinteraksi dengannya karena statusnya yang belum jelas, apakah dia itu laki-laki atau perempuan. Oleh karenanya operasi untuk membuang salah satu dari dua jenis kelamin dibolehkan, karena akan membawa kemaslahatan bagi yang bersangkutan dan kemaslahatan bagi masyarakat yang ia hidup  di dalamnya.
Di Indonesia, sebagaimana yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Sultana Mh Faradz telah diterbitkan Surat Keputusan Men Kes RI No. 191/MENKES/SK/III/1989 tentang penunjukan rumah sakit dan tim ahli sebagai tempat dan pelaksanaan operasi penyesuaian kelamin. Pada tanggal 12 juni 1989 telah dibentuk Tim Pelaksana Operasi Penggantian Kelamin yang terdiri dari ahli bedah urologi, bedah plastik, ahli penyakit kandungan dan ginekologi, anestesiologi, ahli endokrinologi anak dan dewasa (internist), ahli genetika, andrologi, psikiater, ahli patologi, ahli hukum, pemuka agama dan petugas sosial medik.
Tetapi sejak tahun 2003 ada perubahan kebijakan bahwa Tim Penyesuaian Kelamin hanya boleh melakukan operasi penyesuaian kelamin untuk penderita interseksual - dan tidak pada penderita transeksual - yang membutuhkan penentuan jenis kelamin, perbaikan alat genital dan pengobatan.  Semua kasus yang datang akan didata, diperiksa laboratorium rutin, analisis kromosom dan DNA, pemeriksaan hormonal dan test-test lain yang dianggap perlu seperti USG , foto ronsen dan lain-lain.
Kegiatan tim ini adalah melaksanakan pertemuan rutin secara multidisipliner  antara seluruh anggota tim dengan penderita (yang telah selesai dengan pemeriksaan penunjang untuk penegakkan diagnosis) untuk mendiskusikan penatalaksanaan, tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan termasuk pemberian konseling. Wallahu A’lam.
Jakarta, 22 Muharram 1431/ 8 Januari 2010

Hukum Operasi Selaput Dara
Selaput dara adalah selaput tipis yang ada di dalam kemaluan wanita, yang oleh masyarakat sering disebut keperawanan, karena jika selaput dara tersebut belum pecah atau sobek menunjukkan bahwa wanita tersebut belum pernah melakukan hubungan seksual dengan seorang laki-laki, walaupun tanda ini tidaklah mutlak, karena ada sebagian wanita yang tidak pecah selaput daranya saat melakukan hubungan seksual.
 Operasi selaput dara adalah memperbaiki atau mengembalikannya kepada tempat semula. Dan ini termasuk masalah kontemporer yang belum ditemui oleh para ulama pada masa lalu. Untuk memudahkan pemahaman, maka pembahasaan ini, kita bagi menjadi beberapa bagian, sesuai dengan  penyebab hilangnya selaput dara :
Pertama : Hilang selaput dara karena sesuatu yang tidak dikatagorikan maksiat .
Seorang gadis mungkin saja kehilangan selaput daranya ( keperawanannya ) akibat kecelakaan, jatuh, tabrakan, membawa beban terlalu berat, atau karena terlalu banyak bergerak dan lain-lainnya . Begitu juga jika ia masih kecil dan diperkosa seseorang ketika dalam keadaan tidur atau karena ditipu.
Dalam keadaan seperti ini, jika si gadis yang tidak berdosa tadi melakukan operasi untuk mengembalikan selaput dara yang hilang atau rusak, maka, menurut sebagian ulama hal tersebut dibolehkan, atau disunnahkan , bahkan kadang-kadang hukumnya menjadi wajib,( DR. Muh. Nu’aim Yasin, , Fikih Kedokteran,  hal 207 ) dengan alasan-alasan sebagai berikut  :
1/ Gadis tersebut tidak berbuat maksiat, kejadian yang menimpanya merupakan sebuah musibah. Ini sebagaimana orang yang patah tulang atau luka bakar atau tekelupas kulitnya akibat sebuah kecelakaan. Jika orang-orang yang kena musibah ini dibolehkan untuk melakukan operasi dengan tujuan memperbaiki organ tubuhnya yang rusak, maka orang yang kehilangan atau tersobek selaput daranyapun dibolehkan untuk melakukan operasi demi mengembalikan salah satu organ tubuh yang hilang tadi.
2/ Menyelamatkan gadis ini dari tuduhan dan fitnah yang ditujukan kepadanya akibat tidak mempunyai selaput dara lagi, sekaligus menutupi aib yang menimpa dirinya. Hal ini sesuai dengan ruh Islam yang memerintahkan untuk menutupi aib sauadaranya, sebagaimana yang tersebut dalam hadist :
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“ Barang siapa yang menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akherat “ ( HR Muslim )
Namun, walaupun begitu, ada sebagian ulama tidak membolehkannya untuk melakukan selaput dara, karena mungkin saja orang lain tahu dari pihak-pihak tertentu, walaupun gadis tadi sudah melakakukan operasi selaput dara. Selain itu, aurat si gadis tadi akan dilihat oleh para dokter padahal operasi ini bukanlah hal yang darurat. Sedangkan untuk menghindari fitnah dan tuduhan bisa saja dengan menjelaskan kepada masyarakat atau calon suami, bahwa selaput dara yang hilang tadi akibat kecelakaan, bukan akibat perbuatan zina. ( DR, Muh. Muhtar Syenkity , Ahkam Jirahiyah Tibbiyah, hal 432 )
Dari dua pendapat di atas, maka siapa saja yang selaput daranya robek atau hilang karena kecelakaan , atau karena hal-hal lain yang tidak termasuk maksiat, sebaiknya tidak usah melakukan operasi selaput dara, karena hal tersebut bukanlah hal yang darurat. Akan tetapi jika memang keadaannya sangat mendesak,  dan membutuhkan operasi selaput dara serta hal itu benar-benar akan membawa maslahat yang besar, maka hal itu dibolehkan juga.
Kedua :  Hilang selaput dara karena zina dan masyarakat sudah mengetahuinya.
Orang yang berzina bisa dibagi menjadi dua keadaan  :
Keadaan pertama : dia telah melakukan zina, tapi masyarakat belum mengetahuinya.
Maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat di dalamnya, sebagian membolehkannya untuk melakukan operasi selaput dara, dengan dalih bahwa hal itu untuk menutup aib dan maksiat yang pernah dilakukannya, apalagi dia bersungguh –sungguh ingin bertaubat, dan ajaran Islam menganjurkan untuk menutup aib saudaranya. Namun, sebagian ulama yang lain tidak membolehkannya, karena hal itu akan mendorongnya dan mendorong orang lain untuk terus-menerus berbuat zina, karena dengan mudah dia akan melakukan operasi selaput dara setelah melakukan zina dan ini akan membawa mafsadah yang besar dalam masyarakat.
Kesimpulannya, dalam hal ini hendaknya dilihat keadaan orang yang ingin melakukan operasi selaput dara, jika memang benar-benar akan membawa maslahat yang besar , maka tidaklah mengapa, tapi jika tidak, sebaiknya diurungkan untuk melakukan operasi selaput dara.
Keadaan kedua : dia telah melakukan zina, tapi masyarakat sudah mengetahuinya.
Dalam keadaan seperti ini, para ulama sepakat untuk mengharamkan operasi selaput dara, karena madharatnya jauh lebih besar dan tidak ada masalahat dari operasi tersebut sama sekali.
Ketiga : Hilang selaput dara karena pernikahan .
Hilangnya selaput dara seorang perempuan akibat  hubungan seksual dalam pernikahan, adalah sesuatu yang sangat wajar dan normal, bahkan hampir semua perempuan yang pernah menikah dan melakukan hubungan seksual dalam pernikahan tersebut pasti mengalaminya. Sehingga melakukan operasi selaput dara untuk mengembalikan selaput daranya yang telah sobek dan hilang adalah perbuatan sia-sia dan menghambur-hamburkan uang dan waktu.
Selain itu, mau tidak mau harus membuka auratnya yang paling vital dan tentunya akan dilihat oleh para dokter yang akan melakukan operasi. Dengan demikian melakukan operasi selaput dara dalam keadaan seperti ini adalah perbuatan yang tercela dan dilarang dalam Islam. Para dokter yang ikut menyetujui dan melakukan operasi juga ikut berdosa. Para ulama sepakat dalam hal ini.
( Jakarta, 1 Juli 2008 )




1 komentar:

apollo mengatakan...

Blog yang menarik dan informatif sekali

Klinik Apollo Adalah Rumah Sakit di Jakarta, Dibidang Andrologi dan Ginekologi, terbaik dan Nomor 1 di jakarta memberikan layanan medis prima, dilengkapi alat medis yang modern menyembuhkan berbagai penyakit kelamin seperti Gonore, Kencing nanah, Sipilis sifilis,Kutil kelamin , Kondiloma akuminata, Kutu kelamin, Keputihan, Ejakulasi Dini.

Konsultasi Dokter Online Gratis Penyakit Infeksi saluran kemih

Cara Mengatasi kencing Nanah / Gonore

CHAT DOKTER

Cara Merawat Vagina Dari Keputihan

Tempat Pengobatan Impotensi Di Jakarta

KLINIK OPERASI SELAPUT DARA

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------