MENDIDIK ANAK DENGAN KISAH,
(2/3)
Syaikh
Muhammad Shalih al Munajjid, Islam QA, islamhouse, 30-03-2103 / 1444.
Bagaiman kita menyesuaikan kisah dengan realita?
Bagaimana kita mendidik
anak-anak kita untuk taat kepada kedua orang tua dan mengambil manfaat dari
kisah-kisah dengan benar?
Imam Bukhari meriwayatkan
dalam shahihnya dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, dia berkata,
"Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Ada
tiga orang dari umat sebelum kalian melakukan perjalanan, lalu mereka masuk ke
dalam goa untuk berteduh di sana. Tiba-tiba ada batu besar yang runtuh dari
atas gunung dan menutup pintu goa. Mereka berkata, "Kalian tidak dapat
selamat dari batu ini kecuali kalian berdoa dengan perantara amal-amal saleh
kalian."
Lalu salah seorang dari mereka
berdoa, "Ya Allah, dahulu saya memiliki kedua orang tua yang sudah renta.
Saya tidak memberi minuman di malam hari
untuk keluarga saya atau hewan ternak saya, sebelum saya memberi minuman untuk keduanya. Suatu saat saya ada
keperluan hingga pulang laru dan belum sempat saya beri minum. Maka saya
buatkan minuman untuk mereka, namun ternyata saya dapatkan mereka telah tertidur.
Saya tidak ingin memberikan minum kepada keluarga dan hewan ternak saya sebelum
saya memberikan minum untuk keduanya, maka saya tunggu mereka bangun dari tidur
sambil memegangi wadah minuman tersebut. Saya pun tidak ingin membangunkan
keduanya, sementara anak-anak saya menangis-nangis kelaparan dan memegangi kaki
saya. Begitu seterusnya hingga terbit fajar. Kemudian terbit fajar, lalu aku
membangunkan keduanya dan memberinya minum.
"Ya
Allah, jika aku melakukan hal itu karena mengharap wajah-Mu, lepaskanlah kami
dari batu ini." Lalu batu itu bergeser sedikit, namun mereka belum dapat
keluar darinya.
Lalu
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Yang lain berkata, ya Allah,
dahulu ada puteri pamanku yang sangat aku cintai, lalu aku ingin berbuat zina
dengannya, namun dia menolaknya. Hingga suatu saat terjadi musim paceklik. Maka
dia datang (untuk meminta bantuan), maka aku memberikannya 120 dinar dengan
syarat dia menyerahkan dirinya kepadaku. Maka dia bersedia. Hingga ketika aku
dapat melakukan apa yang aku inginkan terhadapnya, dia berkata, 'bertakwalah
kepada Allah, cincin tidak boleh dilepas kecuali oleh orang yang
berhak."Maka akupun takut melakukan perbuatan itu, lalu aku tinggalkan dia
padahal dia adalah orang yang paling aku cintai. Aku tinggalkan pula emas yang
telah aku berikan kepadanya. "Ya Allah, jika aku melakukan hal tersebut
semata untuk mengharap wajah-Mu, maka bebaskan aku dari apa yang aku alami
ini." Lalu batu itu bergeser dua pertiganya, namun mereka masih telah
belum dapat keluar.
Lalu
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Yang ketiga berkata, 'Ya
Allah, dahulu aku menyewa beberapa orang pekerja, lalu aku berikan upah mereka
masing-masing kecuali satu orang yang meninggalkannya begitu saja. Maka upahnya
tersebut aku investasikan hingga berkembang. Lalu (sekian lama kemudian) orang
itu datang kepadaku dan berkata, 'Wahai fulan, berikan upahku.' Maka aku
katakan kepadanya, 'Semua yang engkau lihat berupa onta, sapi, kambing dan
budak adalah upahmu." Maka orang itu berkata, 'Wahai Abdullah, jangan
meledek aku,' Aku berkata, 'Sungguh aku tidak meledekmu." Lalu orang itu
mengambil semua haknya tanpa menyisakan sedikitpun. "Ya Allah, jika aku
lakukan semua itu karena berharap wajah-Mu, maka bebaskanlah aku dari apa yang
aku alami ini." Lalu batu itu bergerak sehingga akhirnya mereka dapat
keluar meninggalkan tempat tersebut.
Pelajaran dari kisah ini:
Allah
Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (سورة
المائدة: 35)
"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah: 35)
Qatadah
berkata, "Bertaqarrublah kepada-Nya dengan mentaati-Nya dan beramal dengan
sesuatu yang Dia ridhai."
1-
Amal saleh yang dilakukan diwaktu senang, dapat dimanfaatkan seseorang di waktu
sulit. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jagalah Allah,
Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu.
Kenali Allah di waktu senang, Dia akan mengenalimu di waktu sulit."
2-
Seorang muslim wajib kembali kepada Allah semata dalam doanya, khususnya ketika
sedang mengalami musibah. Termasuk syirik besar adalah berdoa kepada orang mati
yang telah tiada. Allah Ta'ala berfirman,
وَلاَ تَدْعُ
مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ
إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
"Dan janganlah kamu
menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu
selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya
kamu kalau begitu Termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Yunus: 106)
Yang
dimaksud orang-orang zalim adalah orang-orang musyrik.
3-
Disyariatkannya tawasul kepada Allah dengan amal saleh. Hal ini sangat
bermanfaat, khususnya saat mengalami bencana berat. Sebaliknya, tidak
disyariatkan bertawasul dengan dzat atau kedudukan makhluk tertentu.
4-
Cinta kepada Allah harus didahulukan daripada cinta terhadap apa yang
dikehendaki hawa nafsu.
5-
Siapa yang meninggalkan zina dan kemungkaran karena takut kepada Allah, maka
Allah akan selamatkan dari bencana.
6-
Siapa yang menjaga hak-hak para pekerja, Allah akan melindunginya di waktu
sulit dan selamatkan dirinya dari ujian.
7-
Berdoa kepada Allah disertai tawasul dengan amal saleh dapat menyingkirkan
batu.
8-
Berbakti kepada orang tua dan memuliakan keduanya melebih isteri dan anak-anak.
9-
Hak orang yang disewa harus diperhatikan. Jangan menunda-nunda pembayaran.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أعطوا الأجير حقه قبل أن يجف عرقه
"Berikan hak para pegawai
sebelum keringat mereka kering."
10.
Disunahkan mengembangkan harta pegawai yang dia tinggalkan. Ini adalah amal
mulia dan masih merupakan hak pegawai tersebut.
11.
Syariat sebelum kita adalah syariat kita jika hal itu dikabarkan oleh Allah dan
Rasul-Nya dalam bentuk pujian dan tidak ada petunjuk yang menghapusnya. Kisah
ini disampaikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada kita dalam
rangka memuji ketiga orang tersebut agar kita dapat meneladani mereka.
12.
Dituntutnya keikhlasan dalam beramal, karena setiap dari mereka berkata,
"Ya Allah, jika aku melakukan hal itu karena mengharap wajah-Mu, maka
selamatkan kami dari apa yang kami alami."
13-
Ditetapkannya sifat 'wajah' bagi Allah subhaanahu wa ta'ala tanpa bermaksud
menyerupai. Allah Ta'ala berfirman, "Tidak ada sesuatupun yang
menyerupai-Nya. Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat."
Berikutnya
kisah kayu sang peminjam yang amanah. Perhatikanlah bagaiman kita dapat
mendidik anak-anak kita agar memiliki sifat amanah dan mengembalikan amanah
melalui penyampaian cerita berikut?
Imam
Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah
radhiallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau
menyebutkan bahwa seseorng dari Bani Israil meminta pinjaman kepada salah
seorang dari Bani Israil sebanyak seribu dinar. Lalu orang itu berkata,
"Hadirkan beberapa orang saksi yang menyaksikan ini." Maka dia
berkata, "Cukuplah Allah sebagai saksi." Lalu dia berkata,
"Hadirkan orang yang dapat memberikan jaminan." Dia berkata,
"Cukuplah Allah sebagai jaminan." Maka dia berkata, "Engkau
benar." Dia ridha dengan jaminan Allah, menunjukkankeimanan orang yang
memberi hutang dan keyakinannya terhadap Allah Azza wa Jalla.
Lalu
dia memberinya seribu dinar untuk jangka waktu tertentu. Kemudian sang peminjam
berlayar untuk suatu keperluan. Kemudian saat hendak kembali, dia mencari
perahu yang dapat mengantarnya pulang unutk melunasi hutang pada waktunya. Namun
dia tidak mendapatkan perahu. Maka dia mengambil sebatang perahu, lalu
melobanginya, kemudian dia memasukkan uang seribu dinar dan sehelai surat
kepada pemberi hutang. Kemudian lobang kayu tersebut dia tutup. Lalu dia pergi
ke pantai dan berkata, "Ya Allah, sungguh Engkau tahu bahwa aku meminjam
dari si fulan sebanyak seribu dinar. Dia telah memintaku untuk menghadirkan
penjamin, lalu aku katakan 'Cukuplah Allah sebagai penjamin, lalu dia ridha
Engkau (sebagai penjamin)."
Kemudian
dia meminta saksi kepadaku, maka aku katakan kepadanya, "Cukuplah Allah
sebagai saksi." Lalu dia ridha dengan hal itu. Kini aku tidak mendapatkan
kapal yang mengantarkan aku kepadanya, sehingga aku tidak mampu (melunasi
hutang) kepadanya. Maka aku titipkan kepada Engkau uang ini
Lalu
dia lemparkan kayu berisi uang tersebut hingga dia terapung di tengah lautan.
Dia
melemparkannya dengan keyakinan dan tawakal kepada Allah serta hatinya tenang
bahwa dirinya telah menitipkan sesuatu kepada Dzat yang tidak akan
menyia-nyiakan titipannya.
Kemudian
orang itu kembali mencari-cari kapal yang dapat membawanya keluar dari negeri
tersebut. Sementara itu orang yang memberinya hutang pergi (ke pantai) untuk
melihat-lihat apakah ada kapal yang datang membawa orang yang meminjam
hartanya. Ternyata dia kemudian mendapatkan sebongkah yang kayu yang didalamnya
terdapat uang tersebut. Lalu dia mengambilnya dan dibawa ke keluarganya untuk
dijadikan kayu bakar. Ketika dia hendak memotong kayu tersebut dengan gergaji,
ternyata dia dapatkan uang tersebut dan suratnya
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Kemudian orang yang meminjam tadi
datang dengan membawa uang seribu dinar, lalu dia berkata, 'Demi Allah, sebelum
ini aku tidak mendapatkan kapal yang dapat mengantarkan aku untuk membayar hutangmu."
Lalu si pemberi hutang berkata, "Apakah engkau telah mengirim sesuatu
untukku." Dia berkata, "Aku sudah kabarkan bahwa aku tidak
mendapatkan kapal untuk mengantarkan aku kepadamu." Maka orang itu
berkata, "Sesungguhnya Allah telah mengirimkan uang tersebut yang terdapat
di dalam kayu yang engkau kirim. Bawalah kembali uangmu yang seribu dinar
tersebut."
Maksudnya
adalah bahwa ketika orang yang berhutang dapat kembali ke negerinya, dia segera
mendatangi orang yang memberinya hutang dan membawa uang sebanyak seribu dinar
yang lain. Karena dia khawatir, uang yang dikirim melalui kayu tidak sampai
kepadanya. Maka ketika bertemu dia langsung meminta maaf dan menjelaskan
keterlambatannya dalam melunasi hutangnya tepat waktu. Maka orang yang memberi
hutang tersebut mengabarkan bahwa Allah Azza wa Jalla yang dijadikan orang
tersebut sebagai saksi dan penjaminnya telah melunaskan hutang untuknya pada
waktunya yang tepat.
Dalam
hadits ini juga terdapat pelajaran tawakal kepada Allah. Siapa yang benar
tawakalnya, Allah akan berikan jaminan kemenangan dan pertolongan.
Di
zaman yang sangat materialis ini dan ketergantungan manusia dengan sebab,
kecuali siapa yang Allah berikan rahmat, manusia sangat membutuhkan sikap untuk
memperbarui keyakinannya kepada Allah dan bersandar kepadanya dalam memenuhi
kebutuhannya dan menyingkirkan musibah. Kadang seseorang bergantung dengan
sebab dan tunduk kepadanya serta lupa dengan sumber yang memberi sebab yang di
tangan-Nya segala urusan. Dia pemilik langit dan bumi. Karena itu kita dapatkan
bahwa Allah Ta'ala dalam banyak tempat di Kitab-Nya menjelaskan masalah ini,
seperti dalam firman Allah Ta'ala, وكفى بالله شهيدا (سورة
الفتح: 28)
"Dan cukuplah Allah
sebagai saksi." (QS. Al-Fath: 28)
وكفى بالله
وكيلا (سورة الأحزاب: 3(
"Dan bertawakkallah
kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara." (QS. Al-Ahzab: 3)
أليس الله بكاف عبده (سورة الزمر: 36)
"Bukankah Allah cukup
untuk melindungi hamba-hamba-Nya." (QS. Az-Zumar: 36)
Semua
itu bertujuan untuk mengokohkan nilai ini dalam jiwa, agar tidak dilupakan
dalam arus kehidupan. Lalu sunah mengisahkan kepada kita tentang kedua orang
tersebut dari umat terdahulu yang telah memberikan contoh yang sangat baik
tentang makna ini.
Kisah
ini menunjukkan bahwa Allah sangat sayang dan menjaga hamba-Nya. Dia juga
sangat melindungi hamba-Nya jika dia bertawakal kepadanya dan menyerahkan
urusannya kepada-Nya serta lebih mendahulukan tawakal kepadanya dalam memenuhi
kebutuhan-Nya. Maka seseorang harus selalu berbaik sangka, karena jika dia berbaik
sangka, Allah akan lebih cepat kebaikannya kepadanya. Jika perkiraannya selain
itu, maka dia telah berburuk sangka kepada Tuhannya.
Sesungguhnya,
jika seorang hamba telah mencapai puncak zuhud, akan melahirkannya sifat
tawakal
Jika
engkau tawakal, maka yakinlah kepada Tuhanmu, dengan apa yang akan diraih dari
yang kamu inginkan.
Rasulullah
shallalahu alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ
أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ
كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا .
"Jika
kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian
akan diberikan rizki sebagaimana burung diberikan rizki, berangkat di pagi hari
dengan perut kosong, kembali di sore hari dengan perut kenyang."
...وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ
أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً (سورة
الطلاق: 3)
"Dan Barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath-Thalaq:
3)
Demikian
pula halnya dengan kisah yang mengajarkan sifat amanah ini.
Kisah
Sekantong Emas
Sebagaimana
disebutkan dalam hadits shahih, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
seseorang membeli tanah dari orang lain. Ternyata si pembeli bahwa di tanahnya
terdapat emas!!
Pembeli
berkata kepada si penjual: Ambillah emasmu dari aku, sesungguhnya aku hanya
membeli tanahmu dan tidak membeli emasmu.
Penjual:
Sesungguhnya yang aku jual adalah tanah dan apa yang terdapat di dalamnya.
Akhirnya
keduanya meminta ketetapan hukum seorang hakim.
Hakim:
Apakah kalian memiliki anak?
Salah
seorangnya berkata, "Saya punya anak laki-laki." Yang satunya
berkata, "Saya punya anak perempuan."
Maka
hakim berkata, "Nikahkan anak laki-laki tersebut dengan anak perempuan
tersebut, lalu berikan itu semua kepada mereka berdua." Maka keduanya
bersadaqah.
Pelajaran dari kisah itu:
1-
Menunaikan amanah merupakan tuntutan, berdasarkan firman Allah Ta'ala,
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا (سورة النساء: 58)
"Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (QS.
An-Nisa: 58)
3- Disyariatkannya
meminta keputusan hukum kepada orang yang mengetahui Al-Quran dan Sunah. Jangan
pergi ke pengadilan sipil yang hanya menghabiskan waktu dan harta. Ini sebagai
pengamalan atas firman Allah Ta'ala,
فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ (سورة النساء: 59)
"Kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya)." (QS. An-Nisa: 59)
4-
Siapa yang ridha dengan pemberian Allah, maka dia menjadi orang yang paling
kaya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
a.
"Ridhailah pembagian Allah terhadapmu, maka engkau menjadi orang yang
paling kaya."
b.
"Bukanlah orang kaya karena banyak harta benda, tapi orang yang kaya (itu
kaya) jiwa."
5.
Rejeki yang telah ditetapkan pasti akan sampai kepada anda sesuatu waktu dan
kadarnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لو أن ابن
آدم هرب من رزقه كما يهرب من الموت لأدركه رزقه كما يدركه الموت(قال الشيخ
الألباني رحمه الله : رواه الطبراني في الأوسط والصغير بإسناد حسن)
"Seandainya
Anak Adam lari dari rizikinya sebagaiman dia lari dari kematian, niscaya
rizkinya akan mendapatinya sebagaimana kematian akan mendapatinya." (Syekh
Al-Albani rahimahullah berkata, 'Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu'jam Al-Usatsh
dan Ash-Shagir, dengan sanad hasan')
1-
Setiap muslim hendaknya merasa cukup dengan harta yang halal dan meninggalkan
yang haram serta mengangankan apa yang bukan haknya disertai dengan upaya
mencari sebab untuk mendapatkan rizki. Dan bahwa sesungguhnya amal saleh akan
mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, "Bertakwalah kalian kepada Allah dan bersungguh-sunggulah
dalam meminta."
2-Hukum
yang adil akan mendatangkan keridhaan dua belah pihak.
3-Tidak
mengangankan sesuatu yang bukan haknya.
Bagaimana
kita mendidik anak-anak kita agar merasa selalui diawasi Allah?
Kisah
Ibnu Umar dan Seorang Penggembala
Kisah
ini disebutkan oleh Ibnu Jauzi rahimahullah dalam Kitab Sifatush-Shafwa, 2/188.
Nafi
berkata, "Aku pergi bersama Ibnu Umar ke beberapa daerah di pinggir kota.
Ikut pula beberapa orang, lalu mereka membuka hidangan untuk makan. Kemudian
seorang anak penggembala melewati mereka. Maka Ibnu Umar berkata kepadanya,
"Ayo nak, mari makan." Anak tersebut berkata, "Saya sedang
puasa." Lalu Ibnu Umar berkata, "Pada hari panas seperti ini
sedangkan engkau sedang menggembala kambing di antara pegunungan, engkau
berpuasa?" Sang anak menjawab, "Aku ingin memanfaatkan waktu yang senggang."
Ibnu
Umar terpesona dengan anak tersebut, lalu dia berkata, "Apakah engkau
bersedia menjual seekor kambing dari gembalamu, lalu akan kami sembelih dan
kamu akan kami berikan makan dengan dagingnya
lalu kami akan berikan uangnya."
Dia
berkata, "Ini bukan milik saya, tapi milik tuan saya."
Ibnu
Umar berkata, "Bukankah engkau dapat mengatakan kepadanya bahwa seekor
srigala telah memangsanya."
Lalu
sang anak tersebut pergi sambil mengangkat jarinya ke langit seraya berkata,
"Di mana Allah?"
Maka
Ibnu Umar selalu mengulang-ulang perkataan, "Si penggembala berkata, 'Di
mana Allah?'. Maka setelah tiba di Madinah, beliau mengirim utusan kepada tuan
anak tersebut untuk membeli budak tersebut beserta gembalanya, lalu sang budak
dimerdekakan dan hewan ternaknya diberikan kepadanya.Semoga Allah
merahmatinya."
(Sifatu
Ash-Shafwah, 2/188)
Kisah
ini mengandung pelajaran yang banyak, di antaranya;
-
Seruan bersikap dermawan. Ibnu Umar tidak hanya hendak makan-makan dengan
teman-temannya tanpa mengajak sang penggembala yang lewat di depannya. Tapi dia
mengajaknya untuk makan bersama mereka. Maka seorang anak yang dermawan, jika
dia membawa makanan ke sekolah, atau saat berwisata, maka dia seharusnya
mengajak teman-temannya dan menawarkan mereka untuk makan bersama.
-
Begitu pula dalam hal puasa, sang anak meskipun sedang melakukan pekerjaan yang
berat di hari yang panas, akan tetapi dia tetap mencari pahala untuk persiapan
di hari perhitungan dan pembalasan.
- Ibnu Umar menguji amanah sang anak dan dia
sangat kagum dengan jawabannya. Bahkan diriwayatkan dia menangis saat sang anak
mengangkat jarinya ke langit seraya berkata, 'Di mana Allah?'
- Adapula pelajaran lain yang sang bermanfaat,
yaitu membangun hubungan kepada Allah, rasa takut kepada-Nya
baik
sendiri maupun ramai, menumbuhkan perasaan selalu diawasi dalam diri.
Sebagaimana ungkapan sang penyair
إذا ما خلوت
الدهر يوماً فلا تقل خلوت ولكن قل عليَّ رقيب
ولا تحسبن
الله يغفل سـاعـةً ولا أن ما تُخفي عليه يغيب
"Jika engkau sedang
sendiri, jangan katakan aku sedang sendiri, akan tetapi katakan, aku ada yang
mengawasi.
Jangan
kau kira Allah lalai walau sesaat, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya apa yang
engkau sembunyikan.
Demikian
pula dengan perkataan Ibnu Sammad;
Wahai
orang pendosa, tidakkan engkau malu kepada Allah saat sendiri dan yang keduanya
adalah Allah..
Engkau
terpedaya hingga tidak tunduk kepada Tuhanmu yang menunda balasannya dan
menutup aibmu sepanjang keburukanmu.
Dalam
kisah ini juga terdapat pelajaran bahwa kesudahan yang baik adalah bagi orang
yang memiliki sifat-sifat penggembala tersebut. Penggembala yang disebutkan
dalam kisah tersebut adalah seorang pekerja yang makan dari hasil keringat
sendiri dengan menggembala kambing. Selain itu dia tetap taat beribadah dengan
berpuasa di siang hari yang panas. Diapun amanah, selalu merasa terawasi Allah
dalam jiwanya, hubungannya kepada Allah kuat. Karena itu dia menolak pemasukan
yang haram, padahal dia dapat dengan mudah mendapatkannya. Namun dia tidak
memanfaatkan amalnya dan menggadaikan amanahnya serta tidak mencurinya. Maka Allah
ganti sikapnya dengan kebaikan berupa pembebasan dirinya dari perbudakan oleh
Ibnu Umar dan dibelikan kambing untuknya.
Dari
seorang budak penggembala kambing, kini seorang merdeka memiliki harta yang
banyak. Ini merupakan kebaikan yang besar. Hendaknya sang anak dididik dengan
nilai-nilai tersebut, "Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia
akan menggantinya dengan yang lebih baik darinya."
Ini
merupakan prinsip yang jika telah tertanam pada diri sang anak sejak kecil,
niscaya akan menghindarinya dari berbagai kemunkaran dan perkara haram ketika
dia sudah besar.
Mendidik
Anak Agar tidak Menipu
Ketika
Umar radhiallahu anhu pada masa kekuasannya melarang mencampur laban (susu)
dengan air, suatu malam dia mengelilingi kota Madinah. Kemudian dia bersandar
di sebuah dinding untuk beristirahat. Ternyata seorang wanita sedang berpesan
kepada puterinya untuk mencampur laban dengan air. Maka sang puteri tersebut
berkata, 'Bagaimana aku mencampurnya sedangkan Amirul Mukminin melarang hal
tersebut." Lalu wanita tersebut berkata, "Amirul Mukminin tidak
mengetahuinya." Maka sang anak menjawab, "Jika Umar tidak
mengetahuinya, maka Tuhannya Umar mengetahuinya. Aku tidak akan melaksanakannya
selama hal tersebut telah dilarang."
Ucapan
sang anak perempuan tersebut sang berkesan di hati Umar. Maka di pagi harinya
dia memanggil puteranya bernama Ashim, lalu dia ceritakan kejadiannya dan dia
beritahu tempatnya, kemudian dia berkata, "Pergilah wahai anakku,
nikahilah anak tersebut." Maka akhirnya Ashim menikahi puteri tersebut,
dan dari perkawinan tersebut, lahirlah Abdu Aziz bin Marwan bin Hakam, kamudian
darinya lahir Umar bin Abdul Aziz.
Di
antara pelajaran dalam kisah ini:
1-
Kesungguhan kalangan salaf dalam mendidik anak-anak mereka.
2-
Selalu merasa diawasi Allah dalam sepi dan ramai.
3-
Tidak mengapa memberikan nasehat kepada kedua orang tua.
4-
Memilihkan suami atau isteri yang saleh bagi anak laki maupun perempuan.
Bagaimana
kita mendidik anak-anak agar menjauhi kezaliman?
Imam
Bukhari rahimahullah telah meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha, dia
berkata, "Seorang wanita hitam milik salah seorang penduduk Arab masuk
Islam. Dia memiliki tempat bermalam di masjid. Dia biasanya berbincang-bincang
dengan kami. Jika selesai, dia membaca sebuah syair:
Hari
saat selendang menunjukkan keagungan Tuhan kami
Dengan
itu, aku selamat dari negeri kufur
Ketika
syair itu sering dia bacakan, maka Aisyah bertanya kepadanya, "Apakah hari
selendang itu?" Dia berkata, "Suatu hari anak-anak tuanku pergi
dengan membawa selendang dari kulit. Kemudian selendang itu disambar burung
gagak yang menyangkanya sebagai daging. Lalu dia membawanya pergi. Ternyata mereka menuduhku mencuri selendang
tersebut. Lalu mereka menyiksaku hingga taraf mereka memeriksa qubul aku.
Ketika mereka di sekitar aku yang sangat menderita, tiba-tiba burung gagak itu datang dan
menjatuhkan selendang itu di atas kepala kami, lalu mereka mengambilnya. Maka
aku katakan kepada mereka, "Itulah yang kalian tuduh aku mencurinya,
sedangkan aku bebas dari perbuatan tersebut." (HR. Bukhari, Fathul Bari,
no. 3835)
Pelajaran
dari cerita tersebut:
Dalam
hadits terdapat pelajaran manfaat keluar dari negeri yang seseorang mendapatkan
cobaan di dalamnya. Dengan harapan, di negeri yang baru dia mendapatkan suasana
lebih baik sebagaimana yang terjadi pada wanita tersebut.
Sebagaimana
hal itu Allah kabarkan,
ومن يهاجر في
سبيل الله يجد في الأرض مراغماً كثيراً وسعة (سورة
النساء: 100)
"Barangsiapa berhijrah di
jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas
dan rezki yang banyak." (QS. An-Nisa: 100)
2-
Doa orang yang dizalimi itu dikabulkan, walaupun dia kafir. Karena berdasarkan
susunan cerita, dia baru menyatakan masuk Islam setelah dirinya berada di
Madinah.
3-
Dibolehkan menginap dan tidur siang bagi orang yang tidak memiliki tempat
tinggal, baik laki-laki maupun perempuan dengan syarat aman dari fitnah. Boleh
juga menggunakan naungan di masjid seperti kemah dan semacamnya.
(Bersambung
ke bagian 3/3, tamat)
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------