Makna Hadits: Tiga Hal Yang Mengikuti
Jenazah
﴿شرح حديث: يتبع الميت ثلاث﴾
] Indonesia –
Indonesian – [ إندونيسي
Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
Terjemah : Muzaffar Sahidu
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 –
1431, islamhouse.com
شرح حديث: يتبع
الميت ثلاث
Segala
puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda
Rasulullah Muhammad SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi
-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma
Ba’du:
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda, Mayit itu diikuti
oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu golongan akan tetap
menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka
keluarga dan hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap
menemaninya”.[1]
Hadits
ini telah dijelaskan oleh Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali di dalam risalah yang
sangat berharga, aku merangkum penjelasannya dalam bahasan yang singkat ini:
Dia berkata, “Dan tafsir hadits ini adalah bahwa anak Adam mesti memiliki
keluarga yang selalu bergaul dengan dirinya, harta sebagai bekal hidupnya, dua
shahabat ini selalu menyertainya dan suatu saat akan berpisah dengannya. Maka
orang yang berbahagia adalah orang yang menjadikan harta sebagai sarana untuk
berdzikir kepada Allah SWT, dan menafkahkannya untuk kepentingan akhirat, dan
dia mengambil harta itu sebatas kebutuhan yang bisa menyampaikannya untuk
kehidupan akherat, dia mencari istri yang shalehah yang bisa menjaga
keimanannya. Adapun orang yang menjadikan harta dan keluarga yang menyibukkannya
sehingga melalaikan Allah SWT maka dia temasuk orang yang merugi, sebagaimana firman Allah SWT, tentang
orang-orang Badui:
شَغَلَتْنَا
أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْلنَا
"Harta
dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami…”. (QS.
Al-Fath: 11).
Allah SWT:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن
ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang
siapa yang
membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.. (QS. Al-Munafiqun: 9).
Diriwayatkan Al-Hakim di dalam
Al-Mustadrok dari hadits Sahl bin Sa’d bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW dan
berkata: Wahai Muhammad hiduplah sekehendakmu sebab engkau padsti akan mati,
cintailah siapa yang engkau kehendaki sebab engkau akan meninggalkannya, dan
berbuatlah apa yang engkau kehendaki sebab engkau akan mendapat balasannya,
kemudian dia berkata: Wahai Muhamad kemulian seorang mu’min ada pada saat
qiyamullail dan ketinggiannya pada ketidakbutuhannya pada manusia”.[2].
Maka apabila anak Adam mati, dan meninggalkan dunia ini
maka dia tidak mengambil mamfaat apapun dari keluarga dan hartanya kecuali do’a
keluarga baginya, permohonan ampun mereka untuk dirinya dan perbuatan-perbuatan
yang dijelaskan oleh syara’ yang bisa mendatangkan manfaat untuk dirinya serta
apa yang di kekluarkan dari hartanya untuk kebutuhan dirinya. Allah SWT
berfirman:
يَوْمَ
لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ
سَلِيمٍ
(yaitu) di hari dimana harta dan anak-anak laki-laki
tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih”. Al-Asyu’ara: 88-89.
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ
جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَتَرَكْتُم مَّا
خَوَّلْنَاكُمْ وَرَاء ظُهُورِكُمْ
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri
sebagaimana kamu Kami ciptakan pada
mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami
kurniakan kepadamu;…”.
(QS. Al-An’am: 94).
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari
hadits Abi Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Apabila anak Adam meninggal maka akan terputus amalnya kecuali tiga hal:
Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanafaat dan anak shaleh yang selalu mendo’akan
kedua orang tuanya”.[3]
Adapun teman pertama adalah keluarga, maka keluaraga
tidak akan memberikan manfaat apapun baginya setelah kematiannya kecuali orang
yang memintakan ampun baginya dan berdo’a baginya seperti apa yang telah
disebutkan sebelumnya. Bisa jadi keluaraganya tidak berdo’a baginya, sebab bisa
jadi orang lain yang lebih jauh, lebih memberikan manfaat bagi keluarganya, sebagaimana
yang pernah diungkapkan oleh orang-orang shaleh: Keluargamu sibuk membagi
warisan yang telah engkau tinggalkan, sementara ada orang lain yang bersedih
dengan kematianmu dan berdo’a untukmu pada saat dirimu berada di antara
himpitan lubang-lubang dalam tanah, dan di antara keluarga itu ada yang menjadi
musuh bagimu, sebagaimana firman Allah SWT:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا
لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara
istri-istrimu dan anak-anakmu ada
yang menjadi musuh bagimu (QS. Al-Tagabun: 14).
Adapun teman yang kedua adalah harta, maka dia tidak
mengikuti pemiliknya dan tidak pula masuk ke dalam kuburnya, dan kembalinya
harta tersebut sebagai kalimat kiasan bahwa harta itu tidak menemani pemiliknya
di dalam kuburnya dan tidak masuk ke dalam liang kubur pemiliknya.
Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abi Hurairah RA
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Anak Adam berkata: Hartaku, hartaku, Allah
berfirman: Apakah engkau memiliki harta
wahai anak Adam kecuali apa yang engkau telah makan dan habis, atau engkau
pakai lalu rusak, atau engkau sedekahkan lalu engkau berlalu membawanya dan
apa-apa selain itu maka dia pergi dan ditinggalkan untuk orang lain”.[4]
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari hadits Abdullah bin
Mas’ud RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapakah di antara kalian yang harta pewarisnya lebih dicintainya
daripada harta dirinya sendiri?. Para shahabat berkata: Wahai Rasulullah,
tidak ada seorangpun di antara kita kecuali hartanya lebih dicintainya. Beliau
bersabda: Sesungguhnya harta miliknya yang sebenarnya adalah apa yang telah
dipersembahkan (sebagai amal shaleh) sementara harta pewarisnya adalah apa yang
ditinggalkan”.[5]
Maka seorang hamba tidak akan mengambil manfaat apapun
dari hartanya kecuali apa yang dipersembahkannya untuk masa depan dirinya di
(akherat kelak) dan menafkahkan harta itu di jalan Allah SWT, dan apa yang
telah dimakan dan dipakainya, maka dia bukan bagian yang menjadi miliknya
(secara hakiki) dan bukan pula dosa baginya dalam pemanfaatannya. Kecuali jika
dia berniat dengan niat amal shaleh, maka dia akan diberikan kepadanya pahala
secara mutlak. Sebagian raja berkata kepada Abi Hazim yang hidup zuhud: Kenapa
kita membenci kematian?. Dia menjawab: Karena
engkau mengagungkan dunia, engkau telah menjadikan hartamu di hadapan kedua
matamu maka engkau pasti benci
meninggalkannya dan seandainya engkau mempersiapkannya untuk akheratmu niscaya
engkau akan senang menggunakannya untuk mengejarnya. Allah SWT berfirman:
لَن تَنَالُواْ
الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ
فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa
saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imron:
92)
Dan Ibnu Umar tidak bangga kepada hartanya kecuali apa
yang telah dipersembahkannya sebagai amal shaleh karena Allah SWT, sehingga
pada suatu ketika pada saat dia menunggang seekor onta, lalu dia kagum
dengannya, maka diapun segera turun darinya dan mengaraknya dan menjadikannya
sebagai shadaqah di jalan Allah SWT.
Adapun teman yang ketiga: Dia adalah amal yang mengikuti
pemiliknya ke dalam kubur dan hidup bersamanya dalam kubur tersebut, dia
bersamanya pada saat dibangkitkan
menghadap Allah SWT. Amal itu menyertainya pada saat dikumpulkan di
padang mahsyar, di atas shirot, pada saat ditimbang dan dengan amal itu pula
seseorang akan memperoleh tingkat kedudukannya di surga atau di neraka. Allah
SWT berfirman:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاء فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ
لِّلْعَبِيدِ
Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka
(pahalanya)untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka
(dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah
Tuhanmu menganiaya hamba-hamba
(Nya). (QS. Fushilat: 46).
Allah SWT berfirman:
مَن
كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ
Barang siapa yang kafir maka dia sendirilah yang
menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh maka
untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan), (QS. Al-Rum:
44)
Sebagian ulama salaf berkata tentang tafsir ayat di atas
atau mereka mempersiapkan bagi diri mereka kebutuhan di dalam kubur mereka.
Maka amal shaleh sebagai tempat yang menyejukkan bagi yang mengerjakannya di dalam kubur, di mana
saat di dalam kubur seorang hamba tidak memiliki apapun yang pernah
dinikmatinya selama di dunia seperti kasur yang empuk, bantal dan
ranjang-ranjang tidur namun setiap orang akan tidur dengan ranjang amal,
berbantal kebaikan atau keburukan. Maka orang yang berakal adalah orang yang
membangun rumah tempat dia menetap dalam jangka waktu yang panjang, walau
seandainya dia membangunnya dengan puing-puing rumahnya yang roboh yang akan
ditinggalkannya maka dia tidak akan merugi, bahkan dia beruntung.
Sebagian ulama salaf berkata, “Bekerjalah untuk
kepentingan duniamu sebatas lamanya masa kamu menetap padanya, dan berbuatlah
untuk akheratmu sebatas lamanya kamu tinggal padanya. Al-Hasan berkata,
“Seorang lelaki dari kaum muslimin mengikuti janazah saudaranya lalu pada saat
jenazah diturunkan di dalam liang kuburnya lelaki itu berkata: Aku tidak mengetahui yang mengikutimu dari
dunia ini kecuali tiga helai kain, demi Allah aku meningalkan rumahku dengan
barang-barang yang begitu banyak, demi Allah seandainya aku diberi kesempatan
untuk pulang kerumah niscaya aku akan sedekahkan rumahku untuk kepentingan
diriku. Al-Hasan berkata: Maka lelaki itupun kembali dan menyedekahkannya. Dan mereka tahu bahwa orang itu adalah Umar
bin Abdul Aziz”.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga
shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad saw dan kepada
keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[1] Shahih Bukhari: 4/194 no: 6514
dan shahih Muslim: 4/2273
[2] Mustadrokul hakim: 4/360 dan
Al-Mundziri di dalam kitab: Al-Targib wat tarhib 1/485: HR. Thabrani fil awsath
dengan sanad yang hasan, dan shahihkan oleh Al-Bani rahimhullah di dalam
shahihul jami’: 1/76 no: 73.
[3] Shahih Muslim, halaman: 670 o:
1631
[4]
Shahih Muslim, halaman: 1187 no: 2958
[5]
Shahihul Al-Bukhari, halaman: 1236 no: 6442
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------