Daftar Mujaddid Menurut Ibnul-Atsir

Abad Pertama:
Umar bin Abdul-Aziz                     - Ulil amri
Muhammad bin Ali Al-Bakir            - Fuqaha Madinah
Al-Qasim bin Muhammad bin
Abi Bakr As-Sidiq                         - Fuqaha Madinah
Salim bin Abdullah bin Umar           - Fuqaha Makkah
Mujaddid bin Jabr                         - Fuqaha Makkah
Ikrimah Maula Ibnu Abbas             - Fuqaha Makkah
‘Atha bin Abi Rabah                      - Fuqaha Yaman
Thawus                                      - Fuqaha Syam
Makhul                                       - Fuqaha Kuffah
Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi - Fuqaha Kuffah
Hasan Al-Basri                             - Fuqaha Basrah
Muhammad bin Sirin                     - Fuqaha Basrah
Abdullah bin Katsir                        - Ahli Qira’ah
Muhammad bin Syihab Az-Zuhri      - Ahli hadits

Abad Kedua:
Al-Makmun bin Rasyid                   - Ulil Amri
Asy-Syafi’i                                  - Fuqaha’
Al-Hasan bin Ziyad Al-Lu’lu’I           - Sahabat Abu Hanifah
Ashab bin Abdul-Aziz                     - Sahabat Malik
(Ahmad bin Hanbal pada saat itu belum terkenal)
Ali bin Musa Ar-Ridla                     - Imamiyah
Ya’qub Al-Hadlari                          - Ahli Qira’ah
Yahya bin Mu’in                           - Ahli hadits
Ma’ruf Al-Kurkhi                          - Ahli zuhud

Abad Ketiga:
Al-Muqtadir Billah                         - Ulil amri
Abul-Abbas bin Siraj                     - Fuqaha’ Syafi’iyyah
Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad
Bin Salamah Ath-Thahawi              - Fuqaha Hanafiyah
......[1])                                        - Malikiyah
Abu Bakr bin Harun Al-Khalal          - Hanabilah (pengikut Ahmad bin
   Hanbal)
Abu JA’far Muhammad bin YA’qub
Ar-Razi                                      - Imamiyah
Abul-Hasan Ali bin Isma’il
Al-Asy’ari                                   - Ahli ilmu kalam
Abu Abdir-Rahman bin Syu’aib
An-Nasa’i                                   - Ahli hadits

Abad Keempat:
Al-Qadir Billah                    - Ulil amri
Abu Hamid bin Thahir
Al-Isfirayani                                - Syafi’iyyah
Abu Bakr bin Muhammad bin
Musa Al-Khawarizimi                     - Hanafiyah
Abu Muhammad Abdul-Wahhab
Bin Ali bin Nashr                          - Malikiyah
 Abu Abdillah Al-Husain bin
Ali bin Hamid                               - Hanabilah
Al-Murtadla Al-Musawi                   - Imamiyah
Al-Qadli Abu Bakr Muhammad
Bin Thayyib Al-Baqilani                  - Ahli ilmu kalam
Abu Bakr Muhammad bin
Hasan bin Faruk                           - Ahli ilmu kalam
Abu Abdillah Muhammad bin
Abdullah An-Naisaburi Al-Hakim      - Ahl hadits
Abul-Hasan Ali bin Ahmad
Al-Hamami                                  - Ahli Qira’ah
Abu Bakr Muhammad bin
Ali Ad-Dainuri                               - Ahli zuhud
Abad Kelima:
Al-Mustazzhir Billah                       - Ulil amri
Al-Imam Abu Hamid Muhammad
Bin Muhammad Al-Ghazali              - Syafi’iyyah
Al-Qadli Fakhruddin Muhammad
Bin Ali Al-Maruzi                           - Hanafiyah
.....[2])                                         - Malikiyah
Abul-Hasan Ali bin Ubaidillah
Az-Zaghuni                                 - Hanabilah
Razim bin Muawiyah Al-Abdari        - Ahli hadits
Abul-Izzi Muhammad bin Husain
Bin Bundar Al-Qalanisi                   - Ahli Qira’ah

Daftar Mujaddid Menurut Suyuthi
Abad Pertama                           : Umar bin Abdul-Aziz
Abad Kedua                               : Syafi’i
Abad Ketiga                              : Asy’ari atau Ibnu Suraij
Abad Keempat                           : Al-Baqilani atau Al-Isfirayani
Abad Kelima                              : Al-Ghazali
Abad Keenam                              : Ar-Razi atau Ar-Rafi’i
Abad Ketujuh                            : Ibnu Daqiqil-Id
Abad Kedelapan                        : Sirajuddin Al-Balqaini atau Zainud-Din Al-Iraqi
Abad Kesembilan                       : As-Suyuthi

Bila dua daftar tersebut ditambah dengan nama-nama lain yang ketokohannya memenuhi sifat seorang mujaddid, maka sempurnalah daftar mereka yang disebut kalangan Salaf sebagai para mujaddid sampai abad kesembilan.[3]

Dan nama-nama yang patut ditambahkan adalah sebagai berikut:
Ahmad bin Hanbal (menurut Abu Sahl Ash-Sha’luki)
Abu Nu’aim Al-Istirabadzi (menurut Abu Sahl Ash-Sha’luki)
Abu Ishaq As-Siraji (abad ke-4, menurut Zain Al-Iraqi)
As-Salafi (abad ke-5, menurut Zain Al-Iraqi)
Al-Hafizh Abdul-Ghani Al-Muhaddits (abad ke-6, menurut Adz-Dzahabi)
An-Nawawi (abad ke-6, menurut Zain Al-Iraqi)
Al-Asnawi (abad ke-8, menurut Zain Al-Iraqi)

Dalam hal ini, menurut hemat saya, pendapat yang mengatakan bahwa jumlah mujaddid dalam satu masa tidak hanya seorang, tampaknya lebih dapat diterima. Hal ini, karena tidak mungkin hanya ada seorang muajddid saja dalam satu masa yang mampu menguasai beberapa keahlian beberapa bidang ilmu. Tidak mungkin pula hanya satu orang dalam satu masa yang tajdidnya mampu menyebar dan menyeluruh dalam semua bidang agama. Padahal, kebutuhan agama terhadap tajdid lebih dari satu bidang.[4] Namun, pada sisi lain, saya tidak berpendapat bahwa jumlah mujaddid dalam satu abad mencapai jumlah yang sedemikian besar seperti yang dikemukakan oleh Ibnul-Atsir.

Menurut pendapat saya, perbedaan mengenai jumlah mujaddid itu tidak ubahnya seperti masalah julah Ashhabul-Kahfi, yaitu lima atau tujuh. Pengetahuan tentang jumlah mereka tidak begitu memberikan buah, dan ketidaktahuan terntang jumlah mereka juga tidak memberikan madlarat. Demikian pula halnya dengan jumlah mujaddid, baik kita anggap lebih dari seorang atau kita batasi hanya seorang, sama saja dan bukanlah persoalan yang sangat penting.
Tidak ada seorang pun dari para mujaddid yang dalam usahanya dalam melakukan tajdid menginginkan gelar mujaddid dari manusia. Tidak menjadi masalah bagi mereka, apakah manusia memberikan gelar ini atau tidak. Jabatan mujaddid bukanlah suatu jabatan yang mendatangkan berbagai keistimewaan bagi seseorang di dunia ini. Akidah Islamiyah tidak mencakup pasal khusus tentang pentingnya pengakuan kepada seseorang yang mendapat gelar sebagai mujaddid. Sama saja bagi setiap muslim, apakah ia memberikan persaksian ataupun tidak terhadap seorang mujaddid. Seseorang tidak mungkin dicela akidahnya disebabkan oleh hal itu.

Tentu saja pertanyaan-pertanyaan tersebut tanpa mengabaikan pentingnya menilai seseorang secara adil, jujur, dan memenuhi standar yang benar, untuk membedakan siapakah di antara mereka yang layak dianggap sebagai mujaddid dan siapakah yang tidak layak. Hal ini, karena memberikan gelar kepada seseorang yang jauh dari sifat-sifat mujaddid, merupakan kepalsuan dan akibatnya akan membuat banyak orang tertipu dan akan menjadi penyebab tersebarluasnya pendapat-pendapatnya yang sesat. Kecermatan tetap diperlukan dalam mensifati seseorang dengan sifat-sifat mujaddid, terlepas dari persoalan apakah penilaian itu kemudian disepakati ataupun tidak, dan apakah telah mencapai kebenaran atau hanya mendekatinya. Banyaknya jumlah mujaddid pada setiap masa da pembatasan jumlah itu mengandung manfaat yang tidak sedikit. Cukuplah bagi kita untuk menjadikan perjalanan hidup mereka sebagai contoh dengan mengikuti jejak-jejak yang telah mereka tinggalkan. Bukankah mereka itu manusia-manusia yang berhak dijadikan qudwah, uswah hasanah (teladan yang baik?)

------ bersambung, insya Allah-----




[1] Dikutip sesuai dengan aslinya -penerjemah
[2] Dikutip sesuai dengan aslinya -penerjemah
[3] Nama mujaddid setelah abad kesembilan sampai abad ketiga belas Hijriyah. Lihat Al-Mahabbi, Khulashatul-Atsar, hal. 344 dan ‘Aunul-Ma’bud, XI: 395
[4] Ibnu Asakir, 53; Al-Munawi, VII: 11


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------