CIRI-CIRI UMUM
GOLONGAN YANG MENINGGALKAN
AHLI SUNNAH WALJAMA`AH
Oleh : Syaikh Abdul Hadi al Mishri, Penerjemah: Abu Fahmi (Imam Bukhari-Jatinangor), Buku sumber : Ahlussunnah wal Jama`ah, Ma`alim Inthilaqatul Kubra
Tidak mengetahui kebenaran dan berhukum dengan hawa nafsu
Orang-orang yang menyemapal dari Ahli Sunnah Waljama`ah disebabkan oleh dua hal.

Pertama, karena jahil terhadap kebenaran sehingga memutuskan hukum berdasarkan prasangka tanpa ilmu.

Kedua, memperturutkan hawa nafsu, sehingga dalam menentukan hukum mereka bertindak zhalim dan berbuat tak adil.

Pertama sekali munculnya orang-orang yag keluar dari jama`ah pada masa Rasulullah adalah ketika mereka melihat pembagian hasil rampasan perang yang dilakukan oleh Rasulullah. Salah seorang dari mereka berkata: “Hai Muhammad berbuat adillah, karena Anda telah berlaku tidak adil.” Maka Nabi Saw berkata kepadanya:”Aku telah berbuat sia-sia dan rugi jika aku tidak berbuat adil.” Kemudian sebagian sahabat berkata kepada Nabi: “Wahai Raslullah biarlah aku potong leher orang munafik ini.” Lalu Nabi bersabda: “Sesungguhnya akan keluar dari tempat-tempat ini satu kaum yang salah seorang di antara kalian mermehkan shalatnya dan shalat mereka, puasanya bersama puasa mereka, dan bacaannya bersama bacaan mereka.” Maka awal munculnya bid`ah adalah mencela Sunnah dengan mengikuti prasangka hawa nafsu, sebagaimana iblis mencela perintah Rabbnya dengan ra`yu dan nafsunya. (Juz 3: 350)

Saling membenturkan pendapat mereka, bertafaruq, dan bermusuhan
Orang-orang yang menyempal dari Ahli Sunnah Waljama`ah mempertahankan kebodohan dan hawa nafsu yang menyeret mereka kepada pertikaian pendapat, saling memukul, dan ikhtilaf. Di samping itu menyeret mereka kepada tafaruq, perpecahan, dan saling bermusuhan.

Setiap manusia dapat diikuti dan ditinggalkan ucapannya kecuali Rasulullah Saw. lebih-lebih lagi generasi mutaakhirin yang tidak mengetahui Kitab dan Sunnah, tidak bisa membedakan antara hadits yang shahih dan yang cacat, dan antara qiyas yang dapat diterima dan tidak, di samping karena dikuasai hawa nafsu, memperbanyak pendapat, mempertajam ikhtilaf, menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Penyebab-penyebab inilah yang memperkokoh kebodohan dan kezhaliman, dua hal yang telah disifati Allah dalam firman-Nya:
“Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” (Al Ahzab 72)
Maka jika Allah memberi manusia ilmu dan keadilan, selamatlah manusia dari kesesatan mereka. (Juz 3:378)

Bersikap berlebihan dalam beragama
Faktor lain yang menyebabkan orang meninggalkan Ahli Sunnah adalah sifat melampaui batas yang dicela oleh Allah dan Rasul-Nya. Jika pada masa Rasulullah dan Khalifah ar-Rasyidin yang mendap petunjuk ada orang-orang yang mengaku Islam telah keluar dari Islam (jama`ah) –karena sikap berlebihannya dalam beragama sehingga meninggalkan Sunnah, meskipun banyak beribadah, dan Nabi menyuruh memerangi mereka- maka dapat dimengerti jika di jaman sekarang juga terdapat orang-orang seperti itu. Mereka mengaku Ahli Sunnah, padahal bukan dari golongan itu bahkan sebenarnya telah keluar dari golongan itu. Hal itu disebabkan sikap berlebihan dalam beragama, salah satu sikap yang dicela oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang bear.” (An Nisa 171)
Rasulullah Saw bersabda:
“Janganlah kamu melampaui batas (berlebihan) dalam agama, karena orang-orang sebelum kamu binasa oleh sebab sifat seperti itu.”

Di samping itu, yang menyebabkan orang keluar dari Ahli Sunnah adalah adanya perselisihan dan perpecahan, sebagaimana disebutkan Allah dalam Kitab-Nya yang mulia. Kemudian adanya hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah, padahal matanya endustakan-Nya, menurut kesepakatan ahli ilmu. Hal demikian disebabkan adanya orang jahil yang mendengar hadits, kemudian ia membenarkannya berdasarkan prasangka dan hawa nafsu. Sedangkan kesesatan yang paling nyata adalah mengikuti prasangka dan hawa nafsu, sebagaimana pernyataan Allah kepada orang yang patut untuk dicela:
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah dating petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (An Najm 23)

Dan Allah berfirman tentang Nabi-Nya:
“Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Quran) menurut kemauan hawa nafsu.” (An Najm 1-3)
Muhammad Saw dibersihkan dari kesesatan dan penyipangan yang keduanya merupaka kebodohan dan kezhaliman. Karena kesesatan adalah tidak mengetahui kebenaran, dan penyimpangan (al-ghawi) adalah mengikuti hawa nafsu. Allah telah menjelaskan bahwa Nabi tidaklah mengucapkan (Al Quran) menurut hawa nafsunya, melainkan wahyu yang disampaikan Allah kepadanya. Maka Nabi Saw dibersihkan dengan ilmu dan disucikan dari hawa nafsu. (Juz 3 :383)

Jahil terhadap kebenaran dan berperilaku munafik
Orang-orang yang menyempal dari as-Sunnah, di antara mereka adalah orang yang jahil
terhadap ad-Din, termasuk di dalamnya orang-orang munafik.
Adakalanya terjadi perselisihan di dalam menjelaskan Al-Kitab. Kadang-kadang perselisihan itu terjadi antara ulama-ulama mu`tabarin dalam masalah ijtihad. Terkadang juga perselishan itu terjadi di kalangan orang-orang jahil terhadap agama, atau oranng-orang munafik, atau orang-orang yang setia kepada golongan munafik. Allah member tahu bahwa di antara kita ada segolongan orang yang setia kepada kaum munafik.
Pada kebayakan orang jahil yang menyia-nyiakan kebenaran dan menyimpangkan pembicaraan terdapat cabang kemunafikan. Kedua kelompok tersebut berlaku sesat dan perkataan mereka menjadi fitnah. Mereka meyakini bahwa apa yang mereka katakana merupakan puncak tujuan ilmu agama, sehingga orang-orang yang buta agama boleh jadi mengikuti sebagian kesesatan mereka. Inilah di antara hal-hal yang menyebabkan perubahan pada agama-agama, kecuali Dinul Islam yag akan tetap terpelihara. (Juz 25:128-131)

Fanatisme yang disertai perlakuan keji terhadap penentang mereka
Orang-orang yang menyempal dari as-Sunnah melampaui batas dalam mentaati pribadi-pribadi tertentu tanpa didasarkan pada ilmu dan keadilan. Mereka berlebihan dalam ta`ashub terhadap persoalan-persoalan yang didalamnya dibolehkan berijtihad, disertai dengan tindakan keji dan permusuhan terhadap penentang mereka.
Barang siapa mencintai dan menyepakati seseorang selain Rasulullah –yang sikap dan tindakannya sesuai dengan Al Qur`an dan Sunnah- maka dia termasuk Ahli Sunnah Waljama`ah. Dan barang siapa menentangnya, dia termasuk ahli bid`ah dan firqah, sebagaimana dijumpai pada kelompok-kelompok yang mengikuti para imam dalam pembicaraan dan lainnya, padahal mereka termasuk ahli bid`ah, sesat, dan tafaruq. (Juz 3:347)

Barang siapa yang mendukung orang yang sejalan dengan pendapatnya, memusuhi orang yang menentangnya, dan memisahkan diri dari jama`ah muslimin, kemudian menghukum kafir dan fasiq orang yang menentangnya –yang tidak selaras dengan dengan pendapatya- dalam persoalan-persoalan ijtihad dan pendapat, serta menghalalkan darah mereka, maka ia termasuk ahli tafaruq dan ikhtilaf (pemecah-belah jama`ah) (Juz 3:349)

Mengagung-agungkan seseorang atau pendapat yang dapat memecah-belah umat
Orang-orang yang menyempal dari as-Sunnah mendukung dan memusuhi orang lain disebabkan mereka mengagung-agungkan seseorang selain Rasulullah, mengagungkan perkataan yang bukan Kalamullah, bukan sabda Rasulullah, serta bukan yang telah disepakati umat.

Manusia tidak akan mampu menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara mereka tanpa kembali kepada Kitab yang diturunkan Allah dari langit. Jika mereka mengembalikannya kepada akal dan rasio, maka setiap orang akan mengeluarkan pendapat akalnya. Dari sinilah timbul kesesatan para pembuat bid`ah, baik jalan yang ditempuh maupun i`tiqad –yang menyatakan bahwa iman tidaklah sempurna kecuali dengannya. Maka bid`ah menurut kesepakatan kaum muslimin adalah mengada-adakan sesuatu yang tidak pernah disebutkan Rasulullah dan bertentangan dengan nash.

Diriwayatkan dari Imam Malik rahimahullah bahwa Nabi Saw berkata:
“Jika terdapat sedikit ilmu maka akan muncul kebencian dankebatilan, dan jika pengetahuan atsar (hadits dan riwayat) sedikit maka akan muncul berbagai kemauan hawa nafsu. Oleh karena itu, akan didapati satu kaum yang jumlahnya banyak, yang mencintai suatu kaum dan membenci kaum lain hanya berdasarkan nafsu, tanpa mengetahui makna dan dalilnya. Bahkan mereka mendukung (umumnya) atau memusuhi tanpa mengambil hadits shahih dari Nabi dan Salaf umat ini, tanpa memikirkan maknanya, tidak pula mengetahui kewajiban dan ketentuannya.”

Sebab itulah muncul pendapat-pendapat yang tidak berdasarkan nash, kemudian dijadikan sebagai madzhab-madzhab yang diserukan kepada orang lain agar mengikuti, mendukung, dan memusuhi berdasarkan hal itu. Padahal, telah ditegaskan di dalam hadits shahih bahwa Nabi Saw pernah berkata di dalam khutbahnya:”Sesungguhnya sebenar-benarnya kalam adalah Kalamullah….”

Islam ditegakkan (dibangun) di atas Kitabullah, Sunnah Rasulullah, dan segala sesuatu yang telah disepakati umat. Inilah tiga sumber pokok yang bebas dari kesalahan.oleh karena itu, segala sesuatu yang menjadi perselisihan di kalangan umat hendaknya dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak dibenarkan mengagungkan seseorang selain Rasulullah dan bersahabat atau bermusuhan berdasarkan prinip seperti itu. Tidak pula dibenarkan bagi seseorang untuk menjunjung perkataan seseorang sebagai sandaran dukungan dan kebencian, selain Kitabullah, Sunnah, dan ijma` umat. Karena mengangkat seseorang atau menegakkan perkataan yang dapat menimbulkan perpecahan umat merupakan perbuatan ahli bid`ah.

Golongan Khawarij menakwilkan ayat-ayat Al Qur`an menurut keyakinan mereka, dan menuduh kafir penentang –penentang mereka. Karena menurut mereka, para penentang itu telah menyalahi Al Qur`a. maka barang siapa melkukan bid`ah berupa perkataan yang tidak berpangkal dari Al Qur`an dan menuduh kafir penentangnya, sama dengan golongan Khawarij. (Juz 20:163-164)

Bertindak zhalim, suka permusuhan, dan ceroboh
Orang-orang yang menyempal dari As-Sunnah bertindak berlebihan dan zhalim, di samping ceroboh dan jahil.
Kebanyakan ahli bid`ah, seperti Khawarij, Rafidlah, Qadariyah, Jahmiyah, dan semisal mereka meyakini sesuatu kesesatan sebagai kebenara, serta mengganggap kafir orang yang menentangnya. Maka muncullah di kalangan mereka orang yang memiliki sifat kuat –seperti ahli kitab- dalam mengingkari kebenaran dan menganiaya sesama manusia. Kebanyakan mereka mengkafirkan dengan perkataan yang sebenarnya tidak mereka fahami hakikatnya dan tidak mengetahui hujjahnya.

Orang-orang yang menuduh kafir dengan cara batil sebenarnya tidak mengetahui Ahli Sunnah Waljama`ah sebagaimana mestinya, atau kalaupun mereka mengetahuinya hanyalah sebagian. Dan apa yang mereka ketahui tentang Ahli Sunnah tidak dijelaskan kepada orang lain, bahkan mereka menyembunyikannya. Mereka juga tidak mencegah perbuatan bid`ah yang bertentangan dengan Kitab dan Sunnah. Tidak pula mencela ahli bid`ah dan memvonis mereka. Namun,anehnya, mereka bahkan mencela pembicaraan tentang Sunnah dan prinsip-prinsip Din secara mutlak. Mereka tidak membedakan antara apa yang ditunjukkan Al-Qur`an, Sunnah dan ijma`, dengan apa-apa yang dikatakan ahli bid`ah dan ahli firqah. Atau mereka membenarkan semuanya menurut madzhab-madzhab mereka yang berbeda – beda, sebagaimana halnya ulama menetapkan kebenaran ijtihad yang dilakukannya yang di dalanya masih terdapat perselisihan yang dibolehkan. Jalan seprti ini telah melanda kebanyakan golongan Murji`ah, sebagian ahli fiqh, sufi, dan filosof, sebagaimana melanda kebanyakan pengikut hawa nafsu dan ahli kalam. Kedua jalan ini –pendukung hawa nafsu dan kalam- menyimpang dan keluar dari Kitab dan Sunnah.(Juz 12: 446-467)

Mengkafirkan dan menuduh fasik penentang mereka dalam ijtihad dan takwil
Orang-orang yang menyempal dari as-Sunnah tidak mau menerima ijtihad dan takwil yang bertentangan dengan mereka. Bahkan mereka cenderung meninggalkan Sunnah dengan mengikuti keyakinan-keyaikinan batil: mengkafirkan dan menuduh fasik para penentang mereka. Kemudian menempatkan hal itu sebagai hukum yang mereka ada-adakan untuk menghalalkan darah, harta, dan kehormatan lawan mereka.

Menurut Sunnah dan ijma`, ahli bid`ah lebih buruk dibandingkan ahli maksiat yang memperturutkan hawa nafsunya. Kaidah ini ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang telah disebut sebelumnya. Sesungguhnya dosa ahli maksiat disebabkan karena melanggar sebagian larangan Allah, seperti mencuri, berzina, minum khamar, dan memakan harta dengan cara batil. Sedangkan dosa-dosa ahli bid`ah disebabkan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan Allah (syari`at), seperti mengikuti Sunnah dan jama`ah mukminin. Bila perbuatan semacam itu disertai i`tiqad yang diharamkan, seperti mengkafirkan orang lain, menuduh fasik, dan menganggap orang Islam yang berdosa kekal di dalam neraka, maka dalam hal ini kedudukan mereka terhadap Ahli Sunnah bagaikan orang kafir terhadap orang mukmin. Meninggalkan keimanan terhadap apa yang ditunjuki Al Qur`an, Sunnah, dan ijma` adalah sesat, jika disertai dua i`tiqad itu –misalkan memiliki suatu dasar dari Sunah- maka tidaklah tergelincir kedalam bid`ah. (Juz 20:103-105)

Yang menyebabkan munculnya Khawarij adalah sikap dan tindakan yang dilakukan Amirul Mukminin Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib bersama para pengikut mereka dalam hal-hal yang dapat ditakwilkan. Kemudian mereka tidak mau menerimanya, dan menganggap ijtihad-bahkan kebaikan-kebaikan-sebagai dosa, da menganggap perbuatan dosa sebagai kekafiran. Oleh karena itu, mereka belum muncul pada jaman Abu Bakar dan Umar, karena penakwilan-penakwilan semacam itu memang belum ada, di samping keadaan mereka belum kuat. (Juz 28: 489)

Pokok kesesatan mereka adalah menganggap bahwa para Imam yang mendapat petunjuk dan jama`ah kaum muslimin telah keluar dari sifat keseimbangan (lurus dan benar) serta sesat. Inilah dasar pijakan mereka yang meninggalkan Sunnah, seperti Rafidlah dan lainnya. Selanjutnya mereka menganggap kezhaliman sebagai kekafiran, dan menetapkan beberapa hukum yang mereka ada-adakan. Inilah tiga tingkatan orang-orang yang sesat dari Islam, seperti golongan Hururiyah, Rafidlah, dan golongan sesat lainnya. pada setiap tingkatan mereka meninggalkan sebagian pokok Dinul Islam, sehingga kesesatan mereka bagaikan meluncurnya anak panah dari busurnya. (Juz 28: 497)

Menyejajarkan antara kesalahan dengan dosa
Orang-orang yang menyempal dari as-Sunnah jatuh dalam perbuatan bid`ah ini dan lainnya, karena menyejajarkan kesalahan dengan dosa.
Sebagaimana kita ketahui bahwa shidiqun, syuhada, dan orang-orang shaleh bukanlah orang-orang ma`shum, terutama mengenai dosa-dosa yang diperbuatnya. Oleh karena itu, dalam berijtihad mereka kadang-kadang benar, terkadang salah. Apabila hasil ijtihad mereka benar, mereka mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika hasil ijtihad mereka salah, mereka memperoleh satu pahala, sedangkan kesalahan mereka diampuni Allah.
Ahli dlalal (orang-orang sesat) menganggap kesalahan dan dosa sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Terkadang mereka bersikap melampaui batas dengan menganggap bahwa para mujtahid itu ma`shum. Kadang-kadang juga mereka bersikap kasar dengan mengatakan bahwa para mujtahid berlaku zhalim karena kesalahan ijtihad yang dilakukannya. Adapun Ahli ilmu dan ahli iman tidak mema`shumkan siapa pun selain Rasulullah, dan tidak pula menganggap kesalahan sebagai dosa yang dapat membawa kepada kekafiran. Dari sinilah lahir firqah-firqah dari ahli bid`ah dan ahli dlalal. (Juz 35: 69-70)

Mereka keluar dari Sunnah dan jama`ah, serta menuduh Ahli Sunnah dengan cara zhalim, keji, dan permusuhan
Orang-orang yang menyempal dari as-Sunnah bertindak mendahului ketentuan Allah dan Rasul-Nya, sehingga mereka keluar dari Sunnah, ini yang pertama. Yang kedua, mereka keluar dari jama`ah. Pada hal yang pertama disebabkan mereka gegabah menuduh Ahli Sunnah dengan cara keji, zhalim, dan sikap permusuhan. Inilah pokok pangkal yang melahirkan macam-macam bid`ah dan hawa nafsu.

Awal munculnya bid`ah di dalam Islam dan yang paling menampakkan celaan terhadap sunnah dan atsar adalah bid`ah Hururiyah yang sesat. Pada mereka terdapat dua cirri yang popular yang memisahkan mereka dari jama`ah dan para Imam.

Pertama, keluarnya mereka dari Sunnah karena menganggap sesuatu yang baik sebagai sesuatu yang buruk, dan sebaliknya. Ini merupakan predikat yang di dalamnya berhimpun bid`ah yang bertentangan dengan Sunnah, karena mereka membenarkan yang tidak diakui Sunnah dan menolak apa-apa yang dikuatkanya. Mereka menganggap baik apa-apa yang dianggap buruk oleh as-Sunnah, dan menganggap buruk sesuatu yang dianggap baik oleh Sunnah. Lain halnya dengan ahli ilmu yang membuat kesalahan dalam beberapa persoalan ijtihad, maka ahli bid`ah menentang as-Sunnah dengan cara terang-terangan.

Adapun golongan Khawarij menganggap mungkin Rasulullah bisa berbuat zhalim dan sesat dalam Sunnahnya, serta tidak wajib untuk mentaati dan mengikutinya. Mereka hanya membenarkan apa-apa yang disampaikannya bersumber dari Al Quran tanpa harus membenarkan persyari`atan yang bersumber dari Sunnah yang menurut mereka bertentangan dengan zhahir Qur`an. Ahli bid`ah selain Khawarij pada hakikatnya tunduk mengikuti mereka terhadap hal tersebut. Sehingga mereka beranggapan jika Rasulullah mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan pernyataan mereka, tidaklah perlu diikuti.

Kedua, ciri ini ada pada Khawarij dan ahli-ahli bid`ah. Mereka mengkafirkan para pelaku dosa dan kesalahan. Bahkan lebih dari itu –karena telah mengkafirkan para pelaku dosa dan kesalahan-kesalahan menghalalkan darah, harta dan kehormatan kaum muslimin. Mereka menganggap darul Islam sebagai darul harb (daerah perang), sementara daerah mereka adalah darul iman. Demikian pula pendapat jumhur Rafidlah, Mu`tazilah, Jahmiyah, serta sempalan-sempalan lain yang bertindak melampaui batas dalam menasabkan diri kepada ahli hadits, ahli fiqh, dan ahli ilmu kalam mereka.
Inilah titik pangkal bid`ah yang dikuatkan berdasarkan Sunnah Rasulullah dan ijma` kaum Salaf. Hal-hal seperti itu merupakan bid`ah karena menjadikan hal yang dimaafkan sebagai keburukan dan mencap keburukan sebagai kekufuran. Oleh karena itu seyogianya bagi setiap muslim berhati-hati terhapad kedua pokok bid`ah yang kotor itu, dan terhadap apa-apa yang lahir dari keduanya. Termasuk di dalamnya kebencian, celaan, dan kutukan, serta penghalalan darah dan harta mereka.

Kedua pokok tersebut menyalahi Sunnah dan jama`ah. Maka barangsiapa menentang Sunnah yang telah disyari`atkannya, terhukum bid`ah dan keluar dari Sunnah. Dan barangsiapa mengkafirkan kaum muslimin berdasarkan dosa yang dilihatnya, dalam masalah agama atau bukan, kemudian menganggapnya sebagai orang kafir, maka dia telah memisahkan diri dari jama`ah. Pada umumnya, bid`ah dan hawa nafsu terlahir dari kedua titik pangkal tersebut.


1 komentar:

irma nurkhotimah mengatakan...

bismillah.. mudah-mudahan itu jauh dari diri saya.

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------