Assabiil ilaa Luzuumil Jama`ah (Bag-1)
(Kembali kepada Aqidah Salafush shalih)
السبيل إلى لزوم الجماعة
Karya Syaikh JAMAL BIN AHMAD BIN BASYIR BADY
Rosail wa Dirosat fi Manhaj Ahlis sunnah, seri 9
Daar al Wathan Lin Nasyr, Riyadl, Cetakan I, Rabi`ul Awwal, Th. 1412 H ; Hal. 268 - 356
Alih Bahasa : ABU FAHMI AHMAD
MA`HAD IMAM BUKHARI - JATINANGOR
DAFTAR ISI
Pengantar kata  
Pasal pertama:
Meluruskan i’tiqad dan kembali  kepada Aqidah Salafush Sholih                                    
Bahasan 1: Maksud dari Salafush Sholih  
Bahasan 2: Dalil-dalil yang mewajibkan mengikuti salafush sholih dan menetapi madzhab mereka   
Bahasan 3: Perhatian dan dorongan ulama terhadap aqidah Salafush sholih   
Bahasan 4: Manhaj Ahlus sunnah wal Jama’ah di dalam Aqidah  
Bahasan 5: Ciri-ciri dan keistimewaan-keistimewaan aqidah Salafush sholih  
Bahasan 6: Ciri-ciri Ahlus sunnah wal Jama’ah dan keistimewaan mereka  
Bahasan 7: Definisi Aqidah Ahlus sunnah wal Jama’ah  
Bahasan 8: Ulama-ulama yang kembali kepada aqidah Salafush sholih  

Pasal kedua: Bertahkim kepada Kitabullah dan Sunnah rasulNya saw
Bahasan 1: Dalil-dalil dari Al Qur’an  
Bahasan 2: Dalil-dalil dari sunnah an Nabawiyyah  
Bahasan 3: Sunnah termasuk bagian dari wahyu  
Bahasan 4: Dalil-dalil dari perkataan-perkataan Salafush sholih  

Pasal ketiga :
Ikhlas dan penyerahan total dalam berittiba’
Bahasan 1: Dalil-dalil dari Al Qur’an  
Bahasan 2: Dalil-dalil dari sunnah an Nabawiyyah   
Bahasan 3: Dalil-dalil dari perkataan-perkataan Salafush sholih  

Pasal keempat: Menuntut ilmu syari’at dan tafaqquh fid dien
Bahasan 1: Keterangan akan keutamaan ilmu dan perhatian terhadapnya  
Bahasan 2: Keterangan bahwa yang dimaksud dengan ilmu yang terkandung di dalam ayat-ayat dan hadits-hadits adalah ilmu syari’at  
Bahasan 3: Pembagian ilmu kepada dua bagian, yaitu yang mengandung manfa’at dan yang tidak bermanfa’at  
Bahasan 4: Pembagian ilmu kepada yang wajib ‘aini dan wajib kifayah  
Bahasan 5: Ikhlas dan tajarrud dalam menuntut ilmu  
Bahasan 6: Ilmu menuntut adanya amalan  
Bahasan 7: Kelebihan ilmu salaf dari ilmu khalaf  

Pasal kelima:
Mencari kebenaran, mengikuti dalil dan komitmen dengan kebenaran itu
Bahasan 1: Wajib ittiba’ kepada  kebenaran  dan  besar  bahayanya  untuk menolaknya, tiada mau menerimanya  
Bahasan 2: Dalil-dalil syar’i yang mewajibkan ittiba’ kepada kebenaran  
Bahasan 3: Sebagian cara yang menetukan sampainya kepada kebenaran  

Khatimah  

Pasal Petrtama
PELURUSAN AQIDAH-AQIDAH DAN KEMBALI KEPADA AQIDAH SALAFUSH SHOLEH

Meliputi 8 pokok bahasan

Pertama        : Maksud dari Salafus sholeh.
Kedua                     : Dalil-dalil  yang  mewajibkan  mengikuti salafus sholih dan menetapi madzhab  mereka.
Ketiga           : Perhatian yang sangat dari para ulama tentang aqidah Salafus sholih.
Keempat       : Manhaj Ahllu sunnah wal Jama’ah di dalam Aqidah.
Kelima          : Ciri-ciri dan keistimewaaan Aqidah Salafus sholih.
Keenam        : Definisi Aqidah Ahlu sunnah wal Jama’ah.
Ketujuh         : Ciri-ciri Ahlus sunnah wal Jama’ah dan keistimewaan mereka.
Kedelapan     : Ulama-ulama yang kembali kepada aqidah Salafus sholih.

Pendahuluan:
Aqidah merupakan “rakizah asasiyah” di dalam agama, dan ia merupakan fondasi yang kokoh, yang diatasnya dibangunlah semua cabang-cabang agama, sekaligus sebagai tiket untuk memperoleh kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Lurus dan benarnya suatu  Aqidah menentu kan lurus-nya semua bangunan yang berdiri di atasnya,  baik berupa tuntutan-tuntutan maupun perintah-perintah.
Lurusnya aqidah merupakan satu-satunya jalan untuk menegakkan masyarakat muslim yang terikat dan bersatu. Dan tidak ada jalan menuju persatuan ummat Islam, termasuk kesatuan barisannya maupun kejayaannya di dunia dan di akherat, kecuali kembali secara benar kepada Islam yang murni lagi bersih dari cacat, yang terlepas total dari cela-cela syirik, bid’ah dan pengaruh hawa nafsu.
Hal ini dituntut bagi setiap muslim agar ia menjauhkan dari madzhab-madzhab dan manhaj-manhaj yang baru (hasil rekaan manusia) yang bertentangan dengan yang dipegangi oleh salafus sholih. Dan hendaknya setiap muslim benar-benar memperhatikan madzhab Salafus sholih, aqidah mereka maupun manhaj mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Jika orang-orang yang memiliki kecerdasan dan kelebihan memperhatikan seksama tentang perkara-perkara ini (maksudnya ikhtilaf Ahlu bid’ah tentang masalah- aqidah) akan jelas baginya bahwa madzhab Salafus sholih dan para Imam benar-benar teruji lurus dan ketepatannya, kebenaran dan keteraturannya. Dan bahwa ia itu sesuai dengan tuntutan akal yang sorih dan naqal yang sohih. Dan bagi siapa saja yang menyelisihi, ia akan menyertainya dengan perkataannya yang saling berlawanan, yang dusta oleh orang yang lemah akal, yang keluar dari tuntutan akal dan pendengaran (dalil wahyu), dan bertentangan dengan fitrah dan pendengaran” (Lihat Majmu’ Fatawa : 5/212-213).
Berkata Dr. Mustafa Hilmi :
“Jika kaum muslimin benar-benar ingin bangkit, maka tak ada jalan lain bagi mereka kecuali melalui “kesatuan jama’ah” mereka, dan kesatuan jama’ah tidak bisa melalui jalan lain kecuali kembali kepada Islam yang shohih, dan Islam yang shohih itu adalah yang bersandarkan kepada Kitabullah dan As Sunnah, dan inilah sasaran inti kaum Salafy”. (lihat Qowai’id al Manhaj as Salafy, hal. 13).
Dan berkata pula Dr. Solih bin Sa’ad As Sahimy, sebagai filter penting dalam segi aqidah dan ketegasannya dalam peranannya di dalam masyarakat Muslim: adalah yang harus dilakukan pertama sekali, dan sebagai central esensial yang di atasnya berdiri bangunan yang berdiri “Masyarakat Islami”, dan yang mana barisan kaum muslimin berlindung di bawah benderanya. Dari sinilah mereka mengilhami jalan persatuan mereka, dan di atas sorotan cahaya-nya mereka menyinari jalan mereka menuju puncak ketinggiaannya dan kemuliannya.
Dan dengan petunjuknya dan prinsip-prinsip nilai yang ditegakkannya mereka membuka hati mereka lebih dahulu sebelum membuka kawasan dan penjutu bumi. (Lihat Manhajus Salaf fil Aqidah wa Atsaruhu fi Wihdatil Muslimin, hal. 4).

 

POKOK-POKOK BAHASAN

POKOK BAHASAN PERTAMA:
PENGERTIAN SALAF ASH-SHALIH

Makna Salaf menurut bahasa :
Berkata Ibnu Raris : As Sin wal Laam wal Faa’ adalah pokok yang menunjukkan kepada yang mendahului dan telah lewat. Dari sinilah maka salaf adalah orang-orang yang telah lalu, dan golongan Salaf adalah mereka yang mendahului (waktunya) dari kita” (Mu’jam maqayyis Al Lughoh, istilah salaf, 3/95).

Makna salaf menurut istilah: 
“Terjadi perbedaaan di antara para pembahas tentang istilah ini, banyak orang (pakar agama) yang mendefinisikan salaf menurut istilah ini, namun yang terpenting adalah empat :
1.    Sebagian ulama berpendapat dengan membatasi madzab salaf dengan masa tertentu yang tak dapat diperkirakan panjang masanya itu, lalu mereka mengakui bahwa fikrah Islami telah mengalami evolusi setelah itu menurut kwalitas orang (ulama) nya.
2.    Sebagian lain berpendapat bahwa salaf adalah orang-orang yang berpegangan kepada nash-nash semata, dan mereka itu tidak mena’wilkan sesuatu pun menurut akal mereka. Dan kemudian berikutnya, mereka itu pasrah total kepada nash-nash tanpa memahami selama ada dalil yang menunjukkannnya, dan mereka menyerahkan sepenuhnya maknanya itu kepada Allah Ta’ala, dan bahwa mereka itu sibuk bekerja dengan sesuatu yang mereka anggap paling manfa’at dari berbagai macam per ibadatan dan pendekatan diri kepada Allah.
3.    Sekelompok ulama yang menyatakan bahwa apa saja yang dilahirkan dari studi-studi akal pikir di dalam ilmu kalam, lahir dari madzhab salaf itu sendiri, bukan karena sebab pengaruh extern.
4.    Sebagian lagi menyatakan pendapatnya bahwa madzhab salaf meliputi berbagai aspek dan aliran. Dan aliran-aliran itu sekalipun jelas dalam manhaj, namun bahwa ia itu padanya dijumpai bahwa ia berdiri dan lahir di atas tangan ulama-ulama Islam.
Penganut pendapat ini telah keliru dalam mem batasi maksud dari salaf. Ini bisa terjadi mereka melihatnya kepada masalah yang dibangun di atas prinsip manhajiyyah yang tidak benar, dan mereka tidak berbicara dari kacamata syar’i yang jelas. 
Dan untuk agar kita sampai kepada pemaham an yang benar tentang batasan pengertian istilah salaf, maka haruslah kita mengungkap berbagai perkara penting dalam masalah ini, yaitu:

Perkara pertama :
Mengetahui batasan yang bersifat zaman dalam menerangkan mulainya lahir madzhab salaf, yang di dalamnya terdapat perkataaan-perkataaan yang dapat menerangkan, ada empat perkataan.( Lihat Wasathiyyah Ahlu sunnah bainal firaqi, Dr, Muhammad Bakarim, hal. 92-94).
Maka diantara ulama-ulama ada yang mem batasi salaf itu kepada sahabat ra saja. Ada pula sebagian ulama yang membatasi pada sahabat dan tabi’in. ada juga yang mengatakan : mereka (salaf) itu adalah para shahabat, tabi’in dan tabi’it Tabi’in. adapula yang megatakan bahwa kaum salaf itu adalah generasi ummat yang hidup sebelum 500 tahun.
Pernyataan yang benar dan masyhur yang diikuti oleh jumhur ulama Ahlus sunnah adalah pernyataaan yang ketiga, yang mengartikan salaf itu dikaitkan dengan zaman, tiga generasi yang dianggap baik yang mana Rasululloh saw membenarkan dengan sebutan “generasi pilihan (terbaik)”.

Perkara kedua :
Bahwa pembatasan pada zaman tidaklah cukup dalam menentukan batasan “salaf” sebab dia memperhatikan bahwa kebanyakan dari firqoh dan bid’ah-bid’ah muncul pada masa fitrah tersebut.
Oleh karena itu maka adanya seseorang yang hidup di zaman itu tidaklah cukup untuk menentu kan bahwasanya ia itu mengikuti madzhab salaf, selama ia tidak mensepakati Kitabullah dan Sunnah, baik dalam perkataannya maupun per buatannya, mengikuti dan bukan melakukan bid’ah. (Idem, hal. 95-96; lihat juga Mauqif Ibnu Taimiyyah minal ‘Asya’iroh, oleh Dr. Abdurrahman Mahmud, 1/27).
Oleh karena itu kita perhatikan bahwa kebanya kan ulama menguatkan istilah tesebut ketika mempergunakannya, maka ia berkata: salafush sholih, sekalipun mungkin saja istilah itu hanya dipakai oleh ulama, berkata Dr, Abul Yazid Al ‘Ajamy: “Dan dengan istilah inilah lafazh salaf ketika berdiri sendiri wajib ditashrifkan bukan kepada zaman yang mendahuluinya semata, bahkan kepada shahabat Rasululloh saw, orang-orang yang mengikuti mereka, dan yang sesudah mereka, dengan syarat harus iltizam (komit) terhadap manhaj mereka” (Makalahnya berjudul : Ihtimam Ulama’l muslimin bi ‘aqidah ‘l salaf).
Perkara ketiga :
Bahwasanya setelah munculnya firqah-firqah dan berbagai iftiraq, menjadilah sebutan “salaf” diterapkan pada orang yang memelihara keselamatan aqidah dan manhaj Islami sejalan dengan pemahaman generasi pertama yang mulia. (Lihat Mauqif Ibnu Taimiyyah min  ‘Asya’irah, Dr. Abdurrahman Mahmud, 1/28).
Dan sebagian ulama mengistilahkan lafazh itu sebagai sinonim untuk penamaan lain dari istilah Ahlus sunnah wal Jama’ah. Ahlul Hadits, Ahlul Atsar jama’atul Muslimin, Firqotun Najiyyah, dan Thaifah al Manshurah; (Lihat buku “Qawa’idul Manhaj al Salafy, Dr. Mustafa Hilmi, hal. 23-31).

POKOK BAHASAN KEDUA
DALIL-DALIL YANG MEWAJIBKAN MENGIKUTI SALAF ASH-SHALIH
DAN KOMITMEN TERHADAP MANHAJ MEREKA

I.    Dalil dari kitabullah Al-Qur’anul karim :
Allah berfirman:
“Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatanyagn telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali”(An Nisa’ : 115).
Firman-Nya lagi:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridlo kepada mereka dan mereka pun ridlo kepada Allah” (At- Taubah:100).
Maka jelas Allah telah mengancam  bagi orang yang mengikuti selain jalan mereka (salafus sholih) dengan azab yang pedih, dan Ia berjanji memberikan syurga kepada orang yang mengikuti mereka.

II.  Dalil dari Sunnah;
Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
خير الناس قرني , ثم الذين يلونهم , ثم الذين يلونهم , ثم يجيء قوم تسبق شهادة أحدهم يمينه , ويمينه شهادته (متفق عليه)
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya yang mengikuti mereka, dan lalu generasi berikutnya lagi yang mengikuti mereka, kemudian datang satu kaum yang kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya. (HR. Mutafaq ‘alaihi, dikeluarkan oleh Bukhori 5/199, 7/6, dan 11/460: Muslim 7/184-185).
Jelaslah Rasulullah saw sendiri membenarkan mereka, dengan panggilan sebagai generasi pilihan, terbaik dan mempunyai kelebihan dan keutamaan.
Dalam hadits ‘Irbaadl bin Sariyah , berkata Nabi saw:
فإنه من يعش بعدي  فسيري اختلافا كثيرا  فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي , فتمسكوا بها وعضّوا عليها بالنواجذ , وإياكم ومحدثات الأمور  فإن كلّ محدثة بدعة وكلّ بدعة ضلالة 


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------