Tafsir Surat Yasin, Ayat 13 – 17

بسم الله الرحمن الرحيم

واضرب لهم مثلا أصحاب القرية إذ جاءها المرسلون – إذ أرسلنا إليهم اثنين فكذبوهما فعززنا بثالث فقالوا إنا إليكم مرسلون – قالوا ما أنتم إلا بشر مثلنا وما أنزل الرحمن من شيء إن أنتم إلا تكذبون – قالوا ربنا يعلم إنا إليكم لمرسلون – وما علينا إلا البلاغ المبين.

Artinya:
(13). Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan- utusan datang kepada mereka. (14). (Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya, kemudian Kami kuatkan dengan (ustusan) ketiga, maka ketiga utusan itu berkata, ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu. (15). Mereka menjawab: ‘Kamu tidka lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.
(16). Mereka berkata,     ‘Rabb kami lebih mengetahui bahwa sesung guhnya kami adalah orang yang diutus kepadamu. (17). Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampai kan
(perintah Allah) dengan jelas.

Tafsir Ayat:
1.    Khithob (arah pembicaraan) dalam “buatlah perumpamaan” adalah ditujukan kepada Rasulullah atau kepada setiap orang yang mendengar khithabnya. Terkadang perumpamaan itu disampai kan secara umum, terkadang juga jelas bersifat khusus bagi Rasulullah saw, dan bisa pula men cakup kedua sisi tersebut.
2.    Perumpamaan itu ditujukan untuk “penduduk suatu negeri”. Ada riwayat yang menyebutnya dengan sebuah kota kuno di wilayah Turki, bernama Antakiyah, yang di tengah-tengah mereka terdapat seorang raja penyembah berhala. Ibnu Katsir membantahnya, ia menyebutnya sebagai negeri lain selain Antakiyah. Karena negeri ini tidak diketahui bahwa ia telah hancur binasa, tidak pada agama Nashrani dan tidak pula sebelum itu, wallahu a`lam (LIhat akhir dari ayat 29 dari surat yasin, dalam Tafsir Ibnu Katsir). Jadi negeri disini adalah negeri yang tidak pasti (begitu menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, Tafsir surat Yasin, hal. 88).
3.    Ketika kepada mereka diutus 2 orang utusan, ternyata mereka mendustakaannnya.. Jutsru mereka (penduduk negeri itu) berkata, ‘Ini sama sekali tidak benar dan kalian bukanlah Rasul” Lalu diutus lagi seorang utusan untuk memperkuat, lalu mereka bertiga mengatakan, “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepada kamu”. Ini artinya dengan 3 orang utusan dapat memperkokoh kekuatan tim. Mereke diutus dari sisi Allah swt dan mereka mengetahui hal tersebut bahwa mereka tidak mengklaim mendapat risalah dari seseorang, tetapi dari Allah, yang menciptakanmu dan memerintahkan kamu untuk menyembah-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Mereka menjawab, “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami”. Mana mungkin diberi wahyu padahal kamu manusia seperti kami ? Mestinya jika kamu sebagai utusan, pastilah berupa Malaikat. Inilah kekeliruan yang banyak terjadi pada umat uamt yang mendusta kan Rasul, sebagaimana firman-Nya (At Taghabun: 6): “Yang demikian itu adalah karena telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa keterangan-keterangan, lalu mereka berkata, ‘Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami ? Penduduk negeri tersebut teramat curiga, seperti halnya para penentang lainnya, seperti tersebut dalam QS Ibrahim: 10-11). Intinya, bahwa penduduk negeri itu menolak seruan dari ketiga utusan tadi, karena merasa sama-sama sebagai manusia, dan bukan Malaikat. Dan mereka meminta bukti tentang identitas ketiga utusan, sebagai alih-alih penolakan mereka terhadap seruan ketiga utusan tersebut.
4.    Ketiga utusan berkata, “Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Jika kami mengada-ada kan dusta kepada-Nya, niscaya kami disiksa dengan siksa yang sehebat-hebatnya. Namun kenyataannya kami ditolong dalam mengatasi kamu.
5.    “Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan dengan jelas”. Tugas kami hanyalah menyampai kan kepadamu apa yang kami bawa. Jika kamu taat, maka bagimu kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika kamu durhaka, menentangnya, maka bagimu kesengsaraan.

Perhatikan ayat-ayat lain di bawah ini:
قالوا إنْ أَنْتُمْ إِلاّ بَشَرٌ مِثْلُنا تُرِيْدُوْنَ أَنْ تَصُدُّوْنا عَمَّا كان يَعْبُدُ آباءُنا فَأْتُنا بِسُلْطانٍ مُبِيْن. قالت لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلاّ
بَشَرٌ مِثْلُكُمْ ، ولكنّ الله َ يَمُـنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبادِهِ}
Mereka berkata, ‘Kalian tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kalian menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti nyata, Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, ‘Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, akan tetapi Allah memberikan karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya”
(QS Ibrahim 10-11)
{كذلك ما أتى الذين مِنْ قَبْلِهِمْ من رسول إلاّ قالوا ساحر أو مجْنُون}
Demikianlah tidak seorang Rasul-pun yang datang kepada mereka, melainkan mereka mengatakan, ‘Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila” (Adz Dzariyat: 52).

Beberapa Manfaat Yang Dapat diambil dari Ayat-Ayat Di atas:
1.    Allah menggunakan perumpaan dengan tujuan agar mudah dipahami dan dimabil pelajaran. Maksudnya dapat mengambil pelajaran (ibroh) dari kisah-kisah Qur’ani.
2.    Allah tidak akan pernah membiarkan makhluk-Nya tanpa seorang rasul utusan-Nya.
3.    Penguatan tim jumlah utusan merupakan rahmat Allah SWT.
4.    Orang-orang yang mendustakan para Rasul tidak memiliki apa-apa, kecuali kesombongan dan keangkuhan, mereka tak memiliki hujjah `aqliyah (dalil akal) maupun  naqliyah (dalil nash). Perhatikan ungkapan mereka pada ayat 15.
5.    Bahwa orang-orang yang menentang para Rasul itu tidak memiliki apa-apa kecuali hanya kesombongan murni, perhatikan penggalan ayat 15 (wa maa anzalar rahmanu min sya’in).
6.    Utusan kepada setiap kaum, adalah berupa manusia juga seperti mereka
7.    Bahwa Rasulullah tidak memiliki wewenang untuk memberi hidayah (petunjuk) kepada sesama makhluk (berupa hidayah taufiq), tetapi yang menjadi tugas mereka hanyalah menyampaikan risalah saja. (Yasin ayat 17), “Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.
8.    Materi penyampaian setiap Rasul haruslah jelas dan sekaligus mengupas persoalan dengan sebenarnya. (Balaghul mubiin). Jika semuanya telah jelas, tidak juga bisa diterima dan dipahami, maka yang bermasalah adalah si penerima pesan. Bisa jadi karena sombong dan ingkar.
9.    Disinilah perlunya kita membedakan, antara Sampainya Hujjah dan Memahami Hujjah. Dalam al Qur’an, kebanyakan kaum kuffar dan munafikun, tidak mau memahami hujjah Allah, sementara Hujjah telah sampai pada mereka. (QS Al Furqan: 44). Jadi dalam hal ini bahwa Tegaknya Hujjah adalah satu persoalan, dan Memahami Hujjah itu merupakan persoalan lain lagi. Sehingga mereka diadzab karena telah sampainya Hujjah, namun mereka tak mau memahaminya dan enggan mendengarkannya, mereka seperti binatang dan bahkan lebih sesat dari binatang. Sebailknya kaum Khawarij, mereka itu diperangi (pada zaman khalifah Ali RA), karena mereka menolak hujjah dan menyimpang, padahal mereka termasuk orang- orang yang cerdas dan memahami hujjah. Dan yang dimaksud dengan memahami hujjah itu tidak harus seperti pemahaman Abu Bakar Ra. Pokoknya apabila hujjah telah sampai, dan pada mereka tidak ada alasan (keudzuran) yang di benarkan oleh syariat, maka dia kafir apabila menolak hujjah dan menjadi durhaka. Begitu pula pada orang-orang kafir telah Tegak Hujjah al Qur’an dan Risalah kenabian, namun mereka memilih “membisu dan tuli, enggan mendengar dan apalagi menaati utusan”, QS Al Isra’ : 46 dan Al Anfal: 22.
10.  Apabila memahami hujjah itu menuntut adanya pengambilan manfaat, taufiq dan hidayah, maka tegaknya hujjah itu menuntut adanya pengetahuan (Idrak), paham dalil, serta petunjuk. Sekalipun ia tidak dapat mengambil manfaat, taufiq dan hidayah, maka tetap saja Hujjah dinyatakan telah sampai. Itulah yang terjadi pada kaum Tsamud, QS Fush shilat: 17.

{وجعلنا على قلوبهم أكنّة أن يفقهوه وفي آذانهم وقرا} الإسراء: 46

{ إنّ شرّ الدواب عند الله الصم البكم الذين لا يعقلون} الأنفال:

22 {وأما ثمود فهديناهم فاستحبوا العمى على الهدى} فصلت : 17


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Bismillah

afwan ustadz. sekedar ingin tahu. Kitab tafsir apa yg menjadi rujukan pada artikel di atas? Jazakallahu khairan

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------