Bisnis Mencari Harta Dalam
Syari`at Islam
Bagian ke-1
MENSYUKURI NIKMAT ALLAH
Sudah jelas urgensi
usaha halal dan harta halal bagi setiap muslim apalagi dizaman seperti ini,
karena besarnya pengaruh usaha haram dalam tertahan dan terhalangnya kebaikan
dan keberkahan harta.
Ketika dizaman ini menyebar
dengan sangat cepat usaha-usaha haram. Banyak yang sudah tidak perduli lagi
tentang harta yang dimilikinya darimana didapatkan dan bagaimana
mendapatkannya. Realita yang sangat persis seperti dijelaskan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau dalam shahih al-Bukhori dari
hadits Abu Hurairoh Radhiyallahu ‘Anhu yang berbunyi:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ
زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ؛ أَمِنَ الحَلاَلِ أَمْ مِنَ
الحَرَامِ؟!
Akan datang kepada
manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi perduli dengan apa yang dia
dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?! HR.
al-Bukhâri 2059
Disamping itu ketidak
tahuan kaum muslimin terhadap harta haram dan usaha haram membuat keadaan
semakin parah. Pada saat demikian sangat diperlukan sekali penjelasan mengenai
hakekat usaha dan harta yang haram.
Nikmat Yang Harus
Dikendalikan
Harta adalah salah satu
nikmat Allah Ta’ala yang dianugerahkan kepada hambaNya dalam kehidupan dunia
ini. Harta menjadi sarana seorang muslim menikmati manfaat dan perhiasan dunia.
Juga bisa menjadi sarana mencapai keridhaan Allah Ta’ala, sehingga Allah Ta’ala
berfirman:
Harta dan anak-anak
adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh
adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan. (QS. Al-kahfi/18:46)
Oleh karena itu syariat
tidak melarang kaum muslimin memiliki harta, namun kebolehan ini harus disertai
dengan ketentuan dan pengaturan tidak digunakan sembarangan tanpa terkendali.
Syariat Islam memandang harta sebagai satu diantara lima darurat
(adh-Dharuriyat al-Khams) yang sangat dijaga dan diperhatikan penjagaannya.
Syariat memberikan hukuman keras pada siapa saja yang mengambil harta orang
lain dengan batil bahkan sampai pemotongan tangan dalam pencurian. Semua ini
untuk menjaga harta dan melindunginya dari ganguan dan perampasan.
Harta pada hakekatnya
adalah milik Allah Ta’ala dan manusia hanya memilikinya sebagai amanah dan
titipan Allah. Posisi manusia adalah orang yang diberi amanah dan hak
menggunakannya untuk kepentingannya mencapai kebahagian dunia dan akheratnya.
Allah Ta’ala titipkan harta padanya untuk melihat apa yang diperbuat dengan
harta tersebut dan dimana ia letakkan apakah dalam kehalalan atau dalam
keharaman.
Demikianlah untuk
kelanjutan hidup manusia dan merealisasikan manfaat harta bagi manusia
dikehidupan dunia serta merealisasikan keserasian dengan fithrahnya, Allah
Ta’ala memberikan hak kepemilikan harta pada manusia. Hak tersebut diakui,
dihormati dan dijaga oleh syariat apabila seorang muslim komitmen dalam
mendapatkannya pada kaedah syariat dan hukum-hukumnya yang mengatur hak ini.
Dengan demikian Allah tidak membiarkan manusia memiliki harta atau
mengeluarkannya tanpa aturan dan undang-undang. Syeriat membatasi usaha
mendapatkan harta dengan halal dan haram serta dengan kaedah-kaedah akhlak yang
mulia.
Penentuan halal dan
haram dalam islam ada dengan ketentuan syari’at dan tidak dengan hasil fikiran
manusia. Hal ini menunjukkan perkara hukum harta tidak diserahkan kepada akal
manusia tapi diserahkan kepada hukum Allah agar tercapai tujuan dari keberadaan
harta secara sempurna. Kalau diserahkan kepada manusia dan hawa nafsunya maka
manusia akan semena-mena menggunakannya untuk memuaskan hawa nafsu dan syahwatnya,
sebagaimana diperbuat orang-orang kapitalis, sebab manusia diciptakan cinta
harta dan kepemilikannya.
Syari’at Mengatur harta
Syariat yang mulia
menetapkan batasan dan hukum-hukum yang mengatur masalah harta untuk
menyempurnakan pembentukan pribadi yang beraqidah dan berakhlak mulia. Bukan
ngawur sebatas membatasi kebebasan individu dalam aktifitas harta. Syariat
islam memberikan aturan untuk menjaga hak individu dan hak masyarakat pada
harta tersebut sehingga memiliki keistimewaan yang tidak ada dalam aturan
lainnya.
Aturan dan ketentuan
syariat islam pada harta dapat terlihat dari beberapa hal berikut:
Komitmen penuh terhadap
hukum-hukum syariat yang mengatur tuntunan mencari harta dan tata cara
mengembangkan dan mengeluarkannya (pemakaian). Seorang muslim memperhatikan
dalam cara mendapatkan harta bahwa Allah menjadikan sarana yang diperbolehkan
dan sarana yang dilarang dan dia hanya diminta untuk melaksanakan sarana yang
diperbolehkan dalam mencari harta. Demikian juga dalam pengembangan dan
pemakaian harta.
Menunaikan hak-hak
wajib pada harta. Hak-hak ini ada yang berhubungan dengan pemilik harta atau
berhubungan dengan orang lain. Hak-hak wajib yang berhubungan dengan pemilik
harta adalah dengan memakainya untuk kepentingan dan kebutuhannya dengan harta
ini pada batasan yang diwajibkan syari’at. Pemakaian harta yang wajar tidak
berlebihan dan tidak kikir merupakan satu syiar islam, seperti dijelaskan dalam
firman Allah, "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi
tercela dan menyesal. (QS. 17:29). Adapun hak-hak wajib yang
berhubungan dengan orang lain adalah semua yang diwajibkan syariat pada harta
seperti zakat, sedekah, infaq kepada keluarga dan anak-anak dan hak-hak lain
yang diwajibkan syariat.
Pemilik hakiki harta
adalah Allah dan manusia hanya diberikan hak guna harta untuk membantu
realisasi kemaslahatan individu dan umat.
Syariat Islam memandang
harta pada dzatnya tidak bisa berkembang sendiri. Harta berkembang dengan
usaha, amal dan pengolahan harta dalam proyek-proyek yang diperbolehkan
syariat. Tujuannya adalah untuk mencegah bahaya harta yang membuat terjadinya
memakan harta dengan batil dan memanfaatkan kebutuhan manusia pada harta untuk
mencari keuntungan. Misalnya riba yang Allah haramkan dan umumkan genderang
perang terhadap pelakunya tanpa ada damai dan kasih sayang. Itu untuk
mencegah penyakit ini dan menghabisnya dari akar-akarnya.
Harta adalah alat untuk
dikembangkan dan bukan untuk disimpan. Hal ini karena Allah l menciptakan harta
untuk diputar dan berpindah-pindah tangan serta dikembangkan dalam pendirian
pabrik dan perusahan. Harta digunakan untuk memutar roda ekonomi dan
mengembangkan sumber daya manusia untuk merealisasikan pembangunan masyarakat
insani yang mulia. Penimbunan harta mengakibat penganguran manfaat harta dan
menahannya pada sebagian manusia saja. Ini Nampak sekali dikehidupan muslimin
sekarang. Mereka menyimpan harta dan kekayaan pada bank-bank dunia yang
bermarkas di amerika dan eropa, dimana akibat dari penimbunan seperti munculnya
pengangguran di Negara-negara islam dan sedikitnya proyek-proyek yang produktif
dan hilangnya sumber perekonomian yang dibutuhkan sebagai modal. Padahal
Negara-negara yang menyimpan kekayaan tersebut menggunakannya untuk mempercepat
perputaran roda ekonomi mereka sehingga perekonomiannya bangkit dan berkembang
pesat. Hal ini membuat peningkatan penghasilan individu dan mengurangi
pengangguran disana serta penggunaan kekayaan yang tersimpat untuk diolah
menjadi pesawat, mobil, senjata perang dan lain-lainnya. Oleh karena itu Islam
memerangi penimbunan harta dan mengajak kaum muslimin mengembangkan dan
mengelolanya. Sebagai contoh syarikat mudharabah adalah satu sarana
menghilangkan penimbunan harta melalu pemberian pemilik harta hartanya ketika
ia tidak mampu mengelola dan mengembangkannya kepada orang yang memiliki
kemampuan untuk mengembangkannya.
Komitmen pada hukum
halal dan haram adalah asas pondasi. Apabila pondasi nya kuat dan lurus maka
akan kuat dan tinggi bangunannya dan bila asas pondasinya lemah dang tidak
lurus maka akan mudah hancur dan runtuh.
Umat Tidak Lepas Dari
Pelanggaran
Demikian keras dan
tegasnya syariat dalam masalah harta haram, berikut aturan yang menutup semua
lubang yang menjadi sarananya baik berupa pelarangan riba, perjudian,
perdagangan barang haram dan pembatalan transaksi yang haram dan melanggar
syariat. Namun realitanya kaum muslimin masih terjerumus dalam pelanggaran dan
usaha dan usaha haram. Keharaman tidak bisa lepas dari keadaan manusia, mereka
terfitnah dengannya setiap saat dan waktu. Hanya saja bertingkat-tingkat dan
berbeda-beda antara satu dengan zaman lainnya. Seakan-akan Allah memerintahkan
kaum muslimin menjauhi harta haram untuk menguji mereka. Klaim meratanya harta
haram dizaman ini tidak bisa diingkari, karena riba sudah menjadi aktifitas
umum hampir diseluruh dunia, baik dinegara islam maupun dinegara kafir.
Akhirnya harta yang halal tercampur dengan yang haram dan memutuskan dalam
banyak masalah dan keadaan antara yang halal dan haram menjadi sulit karena
tercampurnya muamalat yang halal dan yang haram. Hal ini tentunya menuntut
seorang muslim untuk berhati-hati agar tidak terjerumus dalam keharaman pada
hartanya dengan meninggalkan semua yang haram. Juga menuntutnya memiliki ilmu
dan pengetahuan tentang hukum halal dan haram. Sebab pengetahuannya tentang
halal dan haram membantunya untuk terhindar dari semua usaha dan mu’amalah yang
menghasilkan harta haram atau berisikan harta haram. Dengan demikian jadilah
mengenal harta yang haram menjadi satu kewajiban agar terhindar dari dosa dan
implikasi buruk harta haram.
Harta Haram
Banyak kalangan kaum
muslimin sekarang yang belum mengerti secara baik dan benar mengenai harta
haram. Oleh karena itu para ulama menjelaskan definisi harta haram dalam
beberapa definisi, diantaranya, harta haram adalah semua yang ada padanya sifat
haram. Ada juga yang menyatakan, harta haram adalah semua yang diharamkan
syariat pemanfaatan dari semua sisi. Juga ada yang menyatakan, harta haram
adalah semua yang tidak halal pemanfaatannya untuk pemiliknya karena adanya
nash shahih dan jelas tentang pengharamannya atau adanya larangan secara tegas
atau adanya balasan siksa bagi penggunanya.
Dengan demikian
jelaslah bahwa harta haram adalah semua yang diharamkan syariat kepemilikan dan
pemanfaatannya atas seorang muslim karena adanya pencegah berupa sifat haram.
Pembagian Harta Haram
Para ulama membagi
harta haram menjadi dua:
1. Harta haram dzatnya
yaitu yang haram pada asal dan sifatnya. Ini menyangkut semua yang diharamkan
syariat dengan sebab tertentu pada dzatnya, tidak terpisah dalam segala
keadaan, seperti minuman keras, babi, bangkai dan lain-lainnya.
pengharaman
barang-barang diatas dijelaskan dalam beberapa ayat, diantaranya:
Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. (QS. Al-Mâ`idah/5:3)
Barang-barang haram ini
tidak disampaikan untuk pembatasan hanya pada barang tersebut saja, tapi semua
yang menyebabkan kemudharatan kepada manusia di analogikan kepadanya, seperti
narkotik dan berbagai jenis rokok yang sudah dipastikan membahayakan manusia.
2. Harta haram karena
sebab luar, sering disebut dengan haram dengan sebab tertentu (al-Muharram
Bisababihi) atau harta haram karena cara mendapatkannya (al-Haraam li Kasbihi).
Harta haram yang demikian adalah semua yang diharamkan syariat karena
pensifatannya dan bukan asal dzatnya, karena sebab pengharamannya tidak ada
pada dzat dan hakekatnya, tapi dating dari sebab luar yang terpisah dari dzat
harta tersebut. Harta ini diharamkan karena sebab luar yang mempengaruhi
sifatnya dan tidak mempengaruhi dzat dan hakekatnya, seperti harta riba. Harta
riba tidak diharamkan dzatnya tapi diharamkan pada sifatnya, karena dzat
hartanya halal, namun menjadi haram atas orang yang mengusahakannya, karena
didapatkan dengan cara yang dilarang syariat.
Karena sebab
pengharaman pada jenis harta ini bukan pada asal dzatnya, maka harta tersebut
secara dzatnya tidak tercela bahkan seharusnya tetap terpuji. Hal ini karena
harta menjadi sebab tercapainya maslahat dunia dan agama, sehingga Allah memuji
harta dengan sebutan kebaikan (al-Khair) yang menjadi pokok kehidupan, seperti
dalam firmanNya:
Dan janganlah kamu
serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka kata-kata yang baik. (QS.
An-Nisaa’/4:5)
Dari sini jelaslah
perbedaan antara harta haram karena dzatnya dan harta haram karena usaha dan
cara mendapatkannya.
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------