Cara Mudah Memahami Fiqh Haji
Memahami fiqh
haji dalam waktu kurang lebih 1 menit dalam 6 poin berikut:
1.
Tanggal 8 Dzulhijjah: Melakukan ihram, pergi ke Mina sebelum zhuhur. Sholat zhuhur, ashar,
maghrib, isya’ dan shubuh di Mina (dengan mangqoshor sholat 4
raka’at menjadi dua raka’at tanpa dijama’), mabit (bermalam) di Mina.
2.
Tanggal 9 Dzulhijjah: Setelah terbit matahari pergi ke Arafah, sholat zhuhur dan ashar, dijama’
taqdim dan diqoshor dengan satu adzan dan dua iqomah.
Berdiam di Arafah sambil berdzikir dan doa sampai terbenam matahari. Jika telah
terbenam matahari, pergi ke Muzdalifah untuk bermalam di sana. Lakukan sholat
maghrib dan isya’ dijama’ dan diqoshor, lalu bermalam di
Muzdalifah dan sholat shubuh di sana.
3.
Tanggal 10 Dzulhijjah: Pergi ke Mina sebelum terbit matahari, melempar jamroh ‘aqobah,
menyembelih hadyu, memendekkan atau mencukur rambut, thawaf
ifadhahdan sa’yu, mabit di Mina.
4.
Tanggal 11 Dzulhijjah: Jika matahari telah tergelincir, melempar tiga jamrah,
dimulai dari jamroh sughro (yang terletak di samping masjid
Al-Khaif), lalu jamroh wustho, lalu jamroh kubro (yang
dikenal dengan jamroh ‘aqobah). Kembali mabit di Mina.
5.
Tanggal 12 Dzulhijjah: Melakukan amalan yang sama dengan tanggal 11 Dzulhijjah. Kembali mabit
di Mina, kecuali bagi yang telah berniat untuk bersegera mengakhiri amalan
hajinya (mengambil nafar awwal), hendaklah melakukan thawaf
wada’.
6.
Tanggal 13 Dzulhijjah: Melakukan amalan yang sama dengan amalan tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah
lalu melakukan thawaf wada’.
Dengan melaksanakan 6 poin ini selesai sudah seluruh rangkaian ibadah
haji. Adapun rinciannya sebagai berikut.
Syarat-syarat Haji
1.
Beragama Islam
2.
Berakal sehat
3.
Berusia baligh
4.
Merdeka (bukan budak)
5.
Memiliki kemampuan, yang mencakup:
§ Kemampuan harta, yaitu memiliki ongkos dan bekal
perjalanan setelah memenuhi kewajiban nafkah, membayar hutang dan lain-lain.
§ Kesehatan badan
§ Jalan yang aman untuk sampai ke baitullah
§ Mampu untuk melakukan perjalanan
§ Bagi wanita wajib disertai mahram atau suami
§ Dan tidak sedang dalam kondisi ‘iddah
Waktu Melakukan Haji
Waktu melakukan
haji atau bulan-bulan haji yang disyari’atkan untuk seorang masuk ke dalam
amalan-amalan haji, dimulai sejak awal bulan Syawwal sampai dengan sebelum
terbit fajar pada malam tanggal 9 Dzulhijjah.
§ Jika seorang baru mulai melakukan haji pada tanggal 9
Dzulhijjah, luput darinya amalan-amalan sunnah haji pada tanggal 8 Dzulhijjah.
§ Jika dia mulai pada malam tanggal 9 Dzulhijjah, luput
darinya amalan-amalan sunnah haji pada siang hari tanggal 9 Dzulhijjah, bahkan
terancam hajinya tidak sah jika tidak sempat wuquf di Arafah
sebelum terbit fajar.
Macam-macam Haji:
1.
Haji tamattu’ (inilah haji yang paling afdhal), yaitu
seorang masuk pada amalan-amalan haji pada bulan-bulan haji, yang dimulai
dengan amalan umroh terlebih dahulu dengan mengucapkan di miqot, “Allahumma
labbaika ‘umrotan mutamatti’an biha ilal hajj”. Setelah
sampai di Mekkah, lalu melaksanakan umroh dengan cara yang sama seperti tata
cara umroh yang kami jelaskan sebelumnya. Setelah melakukan umroh, halal
baginya segala sesuatu yang tadinya diharamkan ketika ihram, sampai tanggal 8
Dzulhijjah baru kemudian berihram kembali untuk menyempurnakan amalan-amalan haji
yang tersisa.
2.
Haji qiron, yaitu seorang berniat haji dan umroh secara
bersama-sama pada bulan-bulan haji, dengan mengucapkan di miqot, “Labbaika
hajjan wa ‘umrotan”.Setelah sampai di Mekkah, lalu
melakukan thawaf qudum dan sa’yu (untuk sa’yuboleh
ditunda sampai setelah melakukan thawaf ifadhah pada tanggal
10 Dzulhijjah). Setelah sa’yu tidak halal baginya melakukan
hal-hal yang diharamkan ketika ihram, jadi dia tetap dalam keadaan ihram sampai
tanggal 10 Dzulhijjah setelah melakukan amalan-amalan yang akan kami jelaskan
insya Allah.
3.
Haji ifrod, yaitu seorang berniat melakukan haji saja tanpa
umroh pada bulan-bulan haji, dengan mengucapkan di miqot, “Labbaika
hajjan”. Sama dengan haji qiron; setelah sampai di Mekkah,
lalu melakukan thawaf qudum dan sa’yu (untuk sa’yuboleh
ditunda sampai setelah melakukan thawaf ifadhah pada tanggal
10 Dzulhijjah). Setelah sa’yu tidak halal baginya melakukan
hal-hal yang diharamkan ketika ihram, jadi dia tetap dalam keadaan ihram sampai
tanggal 10 Dzulhijjah setelah melakukan amalan-amalan yang akan kami jelaskan
insya Allah.
Perbedaan Mendasar Antara Haji Ifrod, Tamattu’ dan Qiron
1.
Perbedaan pada niat.
2.
Tidak ada kewajiban menyembelih hewan hadyu bagi yang
melaksanakan haji ifrod. Adapun bagi yang melakukan haji tamattu’ dan qiron selain
penduduk Mekkah, wajib bagi mereka hadyu.
3.
Pada haji tamattu’, boleh melakukan tahallul setelah
melakukan umroh, sehingga halal bagi yang melakukan haji tamattu’ semua
yang diharamkan ketika ihram sampai masuk tanggal 8 Dzulhijjah.
4.
Pada haji tamattu’ terdapat dua kali sa’yu,
yang pertama ketika umroh dan yang kedua setelah melakukan thawaf
ifadhah pada tanggal 10 Dzulhijjah. Sedangkan dalam hajiqiron dan ifrod hanya
terdapat satu sa’yu, boleh dilakukan setelah thawaf qudum atau
setelah thawaf ifadhah pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Adapun persamaan ketiga bentuk haji ini diantaranya, terdapat 3
macam thawaf, yaituthawaf qudum (dilakukan ketika
pertama kali sampai ke Mekkah), thawaf ifadhah(dilakukan pada
tanggal 10 Dzulhijjah) dan thawaf wada’ (dilakukan sebelum
meninggalkan Mekkah).
Urutan Amalan-amalan Haji Sesuai Tanggal
Tanggal 8 Dzulhijjah:
Pertama:
Pada waktu dhuha, melakukan ihram dari miqot atau dari
tempat tinggal masing-masing (bagi yang haji tamattu’ yang
tinggal di Makkah dan Mina, baik yang muqim maupun musafir, dengan
mengucapkan, “Labbaika hajjan”, sedang bagi yang hajiqiron dan ifrod maka
tetap dalam keadaan ihrom sebelumnya).
§ Wanita haid juga berihram namun tidak melakukan sholat
dan thawaf.
§ Disunnahkan untuk melakukan amalan-amalan sunnah ihrom
sebagaimana ihram untuk umroh.
Kedua:
ke Mina sebelum masuk waktu zhuhur dan melakukan sholat zhuhur, ashar,
maghrib dan isya di Mina, dengan mengqoshor sholat yang empat
raka’at menjadi dua raka’at namun tanpa dijama’.
Ketiga: Mabit (bermalam)
di Mina dan melakukan sholat shubuh juga di Mina.
Keempat: Memperbanyak ucapan talbiyah (terus
diucapkan sampai sebelum melempar jamrah ‘aqobah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ
لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ
لَكَ
Artinya: “Kusambut panggilan-Mu Ya Allah,
kusambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu, kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya
segala pujian, nikmat dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”
Disunnahkan mengeraskan bacaan talbiyah ini di
perjalanan ke Mina. Namun tidak disyari’atkan membacanya secara berjama’ah
dengan membentuk sebuah koor.
Tanggal 9 Dzulhijjah:
Pertama:
Setelah terbit matahari di hari Arafah, pergi ke Arafah sambil
membaca tahlil atau takbir
§ Sebelum sampai ke Arafah disunnahkan untuk singgah
di Namiroh, satu tempat di dekat Arafah, dan tetap di situ sampai
sebelum matahari tergelincir.
§ Jika matahari telah tergelincir disunnahkan lagi untuk
pergi ke ‘Urnah, tempatnya lebih dekat ke Arafah dibanding Namiroh,
di sinilah disunnahkan bagi seorang pemimpin atau wakilnya menyampaikan khutbah
yang sesuai dengan keadaan hari itu.
§ Melakukan sholat zhuhur dan ashar, dijama’ taqdim dan
diqoshor dengan satu adzan dan dua iqomah. Dan tidak ada sholat
sunnah antara dzuhur dan ashar.
§ Setelah itu masuk ke Arafah -jika memang belum sampai
di Arafah- sampai melewati tanda-tanda Arafah yang telah dibuat oleh
pemerintah. Jika memungkinkan hendaklah menghadap kiblat sekaligus menghadap
Jabal Rahmah, jika tidak maka tidak apa-apa di seluruh tempat di Arafah dengan
menghadap kiblat saja.
§ Tidak disyari’atkan untuk mendaki dan melaksanakan
sholat di Jabal Rahmah berdasarkan ijma’, jika seorang menganggap
itu termasuk bagian dari ibadah maka itu termasuk bid’ah.
§ Tidak boleh mengikuti dan menaati para petugas haji
yang memerintahkan jama’ah haji untuk keluar dari Arafah dan berangkat ke
Muzdalifah sebelum terbenam matahari, karena tidak ada ketaatan dalam maksiat
kepada Allah Ta’ala.
§ PERINGATAN: Hendaklah jama’ah haji memastikan dia telah
berada di area Arafah, sebab keberadaan jama’ah haji di Arafah pada hari ini
termasuk rukun haji, jika tidak dilaksanakan maka tidak sah hajinya. Kalau dia
ragu hendaklah bertanya kepada ulama untuk memastikan.
Kedua: Selama
di Arafah hendaklah memperbanyak dzikir dan doa, disunnahkan memperbanyak
ucapan talbiyah dan tahlil. Hal ini terus
dilakukan sampai terbenam matahari. Dan tidak disunnahkan bagi jama’ah haji
untuk berpuasa sehingga mereka lebih terfokus untuk doa dan dzikir.
Ketiga: Jika
telah terbenam matahari, pergi ke Muzdalifah dengan penuh ketenangan dan
menyibukkan diri dengan talbiyah dan istighfar.
Jika seorang pergi ke Muzdalifah sebelum terbenam matahari dan dia tidak
kembali ke Arafah sebelum terbenam matahari maka wajib baginya fidyah berupa
sembelihan, dilakukan di Mekkah dan dibagikan bagi fakir miskin Mekkah, dan
tidak memakan darinya sedikitpun.
§ Jika seorang berhalangan untuk sampai ke Arafah
sebelum terbenam matahari maka tidak mengapa baginya untuk pergi ke Arafah pada
malamnya –selama belum terbit fajar- meskipun hanya sekedar lewat di Arafah,
lalu ke Muzdalifah.
Keempat: Sampai di
Muzdalifah pada waktu maghrib maupun isya’, segera melakukan sholat maghrib dan
isya’ dijama’ dan diqoshor dengan satu adzan dan dua
iqomah. Tidak ada sholat sunnah antara maghrib dan isya’. Jika khawatir tidak
akan sampai ke Muzdalifah kecuali setelah tengah malam maka hendaklah sholat di
perjalanan, karena tidak boleh menunda sholat sampai melewati tengah malam.
Kelima: Wajib mabit di
Muzdalifah pada malam ini, disunnahkan setelah sholat maghrib dan isya’ untuk
langsung tidur pada malam ini dan tidak menyibukkan diri dengan khutbah maupun
mengumpulkan batu untuk melempar jamrah, dan tidak harus menyiapkan batu untuk
melempar Jamrah dari Muzdalifah.
Keenam: Sholat
shubuh di Muzdalifah. Setelah sholat shubuh, pergi ke al-masy’arul
haramyaitu bukit yang ada di Muzdalifah, jika memungkinkan untuk
menaikinya, menghadap kiblat, membaca tahmid, takbir, tahlil dan
berdoa. Disunnahkan untuk mengangkat tangan ketika berdoa. Hal ini dilakukan
sampai menjelang terbit matahari, kemudian pergi ke Mina sebelum matahari
terbit.
§ Barangsiapa tidak bermalam di Muzdalifah atau
meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah malam dengan sengaja maka dia berdosa
dan wajib atasnya fidyah; menyembelih seekor kambing, dibagikan
kepada fakir miskin tanah Haram dan tidak makan darinya sedikitpun. Kecuali
bagi orang yang terhalang untuk sampai ke Muzdalifah, jika dia sampai ke
Muzdalifah setelah tengah malam atau mendekati shubuh lalu melakukan sholat
shubuh di Muzdalifah maka tidak ada fidyah atasnya.
§ Jika petugas haji memaksa jama’ah untuk meninggalkan
Muzdalifah sebelum tengah malam maka tidak wajib fidyah atas mereka karena
terpaksa.
§ Jika seorang tidak bisa memasuki Muzdalifah karena
terhalang juga tidak ada kewajiban fidyah atasnya.
§ Jika seorang mabit tanpa memastikan
bahwa dia telah berada di Muzdalifah lalu menjadi jelas baginya setelah terbit
fajar maka wajib atasnya fidyah
§ Dibolehkan bagi wanita, orang-orang yang lemah seperti
orang tua dan anak-anak, juga para pengurus mereka, baik supir, mahram dan
pengurus lainnya, untuk meninggalkan Muzdalifah setelah tengah malam dan
langsung menuju jamrah ‘aqobah untuk melempar meskipun sebelum
terbit fajar. Juga dibolehkan bagi mereka langsung ke Mekkah untuk
melakukan thawaf ifadhah dan sa’yu, kemudian
kembali ke Mina.
Tanggal 10 Dzulhijjah:
Pertama:
Pergi ke Mina sebelum terbit
matahari dengan tenang dan sambil mengucapkan talbiyah
§ Disunnahkan jika telah sampai di Muhassir (satu
tempat yang termasuk Mina) untuk mempercepat langkah semampunya, lalu mengambil
jalan tengah yang menyampaikan ke jamroh ‘aqobah.
§ Boleh mengambil 7 buah batu kecil (untuk
melempar jamrah ‘aqobah) di Muzdalifah atau di perjalanan ke Mina,
baik mengambilnya sendiri atau diambilkan oleh orang lain.
§ Tidak disyari’atkan untuk mencuci batu-batu tersebut.
Kedua:
Setelah tiba di
Mina, berhenti mengucapkan talbiyah di jamroh ‘aqobah dan
hendaklah segera melempar jamroh ‘aqobah dengan 7
buah batu secara berturut-turut dan memastikan (atau dengan persangkaan yang
kuat) batu tersebut masuk di area (lubang atau lingkaran) lemparan, dan tidak
mengapa jika batu tersebut keluar lagi dari area.
§ Jika tidak masuk ke area lemparan harus mengulanginya.
§ Tidak boleh melempar 2 buah batu atau lebih secara
sekaligus.
§ Mengangkat tangan pada setiap lemparan sambil
bertakbir
§ Tidak boleh melempar dengan selain batu kecil, seperti
sandal, batu besar dan lain-lain.
§ Tidak melempar dengan batu yang sudah digunakan
sebelumnya.
§ Tidak ada dzikir atau ucapan khusus ketika melempar
dan tidak juga harus meyakini bahwa di situ ada setan yang sedang dilempar,
maskipun asal disyari’atkannya melempar ini adalah perbuatan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika
melempar setan.
§ Tidak disyari’atkan untuk berdiri sejenak dan
berdzikir setelah melempar jamroh ‘aqobah ini.
§ Bagi yang tidak mampu melempar boleh mewakilkannya
kepada orang lain dengan syarat orang yang diwakilkan tersebut juga sedang
melakukan haji.
§ Orang yang mewakili orang lain untuk melempar
hendaklah melempar untuk dirinya dulu baru kemudian untuk orang lain.
§ Bagi yang mampu melempar sendiri namun berhalangan
maka tidak boleh mewakilkannya, akan tetapi boleh baginya menunda semua
lemparan sampai tanggal 12 Dzulhijjah (bagi yang mengambil nafar awal) dan
sampai sebelum terbit matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagi yang mengambil
nafar tsani), dan hendaklah dia melempar semua jamroh secara
berurutan.
§ Bagi yang mewakili kedua orang tuanya hendaklah dia mulai
untuk dirinya, lalu ibunya terlebih dahulu, kemudian bapaknya.
§ Setelah melempar, sudah bisa masuk pada tahallul
awal menurut sebagian ulama namun pendapat yang lebih lebih hati-hati
untuk mengakhirkan tahallul awal sampai setelah memendekkan
rambut atau mencukurnya, atau setelah thawaf ifadhah dansa’yu (bagi
yang belum sa’yu setelah thawaf qudum, yakni yang
melakukan haji qirondan ifrod).
o Tahallul awwal artinya telah halal
melakukan hal-hal yang tadinya diharamkan seperti mengenakan pakaian yang membentuk
tubuh, minyak wangi dan lain-lain kecuali bercumbu dan melakukan hubungan suami
istri, tidak boleh dilakukan kecuali setelahtahallul tsani, yaitu
setelah melakukan thawaf ifadhah dan sa’yu.
§ Jamroh ‘aqobah adalah jamroh kubro, yang letaknya
paling dekat dengan Makkah dibanding jamroh sughro dan wustho.
§ Waktu melempar jamroh ‘aqobah sampai
sebelum terbenam matahari pada hari ini bagi yang tidak berhalangan.
Ketiga:
Setelah melempar jamroh ‘aqobah, lalu menyembelih hadyu (bagi
yang melakukan haji tamattu’ dan qiron) di Mina.
§ Hewan hadyu dan fidyah syaratnya
sama dengan hewan qurban dari segi umur dan tidak cacat. Untuk satu orang 1
ekor kambing atau 1/7 sapi atau 1/7 unta.
§ Boleh menyembelih di tempat mana saja sepanjang masih
berada dalam batas-batas tanah Haram di Mina dan Makkah.
§ Disunnahkan untuk menyembelih sendiri jika
memungkinkan, jika tidak boleh mewakilkan.
§ Barangsiapa yang tidak mendapatkan hewam hadyu maka
wajib baginya berpuasa 3 hari ketika masa haji ini dan 7 hari ketika sudah
kembali ke negerinya.
§ Puasa ini boleh dikerjakan sebelum tanggal 10
Dzulhijjah maupun pada hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah).
Kecuali hari Arafah, lebih afdhal untuk berbuka agar bisa lebih banyak berdoa
dan berdzikir pada hari itu.
§ Puasa ini juga boleh dilakukan secara berurutan maupun
tidak berurutan.
§ Berpuasa lebih afdhal daripada meminta-minta hewan
hadyu kepada orang lain.
§ Disunnahkan untuk makan sebagian hewan sembelihan ini,
menghadiahkannya dan bersedekah dengannya.
§ Boleh pula berbekal untuk perjalanan pulang dengan
sebagian dari sembelihan hadyuini.
§ Waktu menyembelih sampai sebelum terbenam matahari
pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Keempat: Setelah
menyembelih hewan hadyu, lalu memendekkan atau mencukur
rambut.
§ Mencukur lebih afdhal, karena Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam mendoakan 3 kali bagi yang mencukur dan 1 kali bagi yang
memendekkan.
§ Tidak cukup memendekkan atau mencukur sebagian, namun
harus seluruh rambut.
§ Bagi wanita hanya memotong pada ujung-ujung rambutnya
sepanjang kuku.
§ Bagi yang ingin berkurban tidak mengapa baginya untuk
memendekkan dan mencukur rambut. Berbeda dengan orang yang tidak berhaji, tidak
boleh memotong rambutnya sebelum menyembelih kurbannya.
Kelima: Setelah
memotong atau memendekkan rambut, lalu melakukan thawaf ifadhah dan
sa’yu. Ini termasuk rukun, tidak sah haji tanpanya.
§ Setelah melakukan tahallul awwal,
disunnahkan untuk mengenakan minyak wangi sebelum pergi melakukan thawaf
ifadhah.
§ Boleh menggunakan pakaian ihram dan pakaian biasa jika
telah melempar jamroh ‘aqobah dan memendekkan atau mencukur
rambut, yakni telah masuk pada tahallul awwal.
§ Kemudian melakukan thawaf ifadhah di
kakbah sebanyak 7 kali dengan cara yang sama seperti penjelasan pada thawaf
umroh, kecuali idhthiba’ dan berlari-lari kecil pada tiga
putaran yang pertama tidak dilakukan lagi.
§ Setelah thawaf, disunnahkan untuk sholat 2 raka’at di
belakang maqom Nabi Ibrahim‘alaihissalam.
§ Setelah sholat dua raka’at, lalu melakukan sa’yu antara
Shafa dan Marwa sebanyak 7 kali bagi yang melakukan haji tamattu’ dan
bagi yang belum melakukan haji qiron danifrod yang
belum melakukan sa’yu setelah thawaf qudum. Dan sa’yu dalam
haji dan umroh termasuk rukun.
§ Tidak mengapa jika ada selang waktu yang panjang
antara thawaf dan sa’yu, bahkan boleh
menunda sa’yu pada hari setelahnya, namun yang afdhal
dilakukan secara berurutan.
§ Tahallul tsani telah masuk dengan selesainya thawaf
ifadhah dan sa’yu, maka telah halal semua yang tadinya
diharamkan bagi muhrim (orang yang berihram), termasuk
berhubungan suami istri.
§ Disunnahkan untuk minum zam-zam.
§ Tidak mengapa mengakhirkan thawaf ifadhah dan
dilakukan bersama dengan thawaf wada’, yakni meniatkan thawaf
ifadhah dan wada’ bersamaan dengan satu thawafsaja.
Boleh juga meniatkan thawaf ifadhah saja, dan itu sudah
mencakup thawaf wada’. Namun tidak terhitung thawaf ifadhah jika
hanya meniatkan thawaf wada’.
§ Wanita yang haid sebelum thawaf ifadhah hendaklah
dia dan mahramnya menunggu sampai suci lalu melakukan thawaf ifadhah.
Namun jika terpaksa harus kembali ke negerinya maka setelah suci dia harus
kembali lagi ke Mekkah untuk melakukanthawaf ifadhah.
§ Waktu thawaf ifadhah dimulai setelah
tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah dan akhirnya tidak ada batas, namun
afdhalnya tidak diakhirkan sampai keluar dari hari-hari tasyriq (tanggal
11, 12, 13 Dzulhijjah).
§ Disunnahkan sholat zhuhur di Mekkah atau di Mina.
§ Disunnahkan bagi imam untuk berkhutbah di Mina di
sekitar jamrah ketika waktudhuha telah meninggi
untuk mengajarkan manasik haji yang tersisa.
§ Tidak ada shalat idul adha bagi jama’ah haji.
§ Sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas, pada
hari ini ada empat amalan yang disyari’atkan yaitu: melempar jamroh
‘aqobah, menyembelih hadyu, memendekkan atau mencukur rambut,
melakukan thawaf ifadhah dan ditambah sa’yu (sehingga
menjadi lima, bagi yang melakukan haji tamattu’ dan bagi yang
melakukan haji qiron dan ifrod namun belum
melakukan sa’yu setelah thawaf qudum). Disunnahkan
untuk melakukan 4 atau 5 amalan ini secara berurutan, namun jika seorang
melakukannya tidak berurutan karena suatu halangan maka tidak mengapa.
Keenam:
Wajib mabit di
Mina pada malam hari ini (tanggal 10 Dzulhijjah) dan malam tanggal 11 dan 12
Dzulhijjah (kecuali bagi yang mengambil nafar tsani, hendaklah
mereka meninggalkan Mina sebelum terbenam matahari pada tanggal 12 Dzulhijjah.
§ Batasan Mina dari lembah Muhassir sampai ke jamroh
‘aqobah.
§ Dianggap telah mabit di Mina jika
seorang bermalam di Mina sebagian besar dari waktu malam. Apakah dihitung
setelah terbenam matahari sampai lewat tengah malam. Atau sebelum tengah malam
sampai terbit fajar.
§ Mabit di Mina tidak harus tidur, yang penting berada
di Mina pada sebagian besar atau seluruh waktu malam.
§ Tidak mengapa pada siang hari ketika masyaqqoh,
untuk kembali ke Mekkah pada siang hari lalu kembali lagi ke Mina pada malam
harinya, namun yang lebih afdhal tetap tinggal di Mina pada siang dan malam
harinya.
§ Boleh tidak mabit di Mina bagi mereka
yang meiliki halangan seperti sakit, menjaga orang sakit dan lain-lain. Juga
bagi mereka yang memiliki kesibukan untuk kemaslahatan haji seperti para
petugas haji, petugas keamanan dan lain-lain.
§ Disunnahkan pada setiap malam mabit di
Mina untuk mengunjungi kakbah dan melakukan thawaf.
§ Barangsiapa yang meninggalkan satu malam mabit di Mina
dengan sengaja tanpa‘udzur maka hendaklah dia bertaubat dan
bersedekah sesuai kemampuan, jika dia menyembelih hewan maka itu lebih baik.
§ Jika seorang telah berusaha namun tidak mendapat
tempat mabit di Mina, maka tidak mengapa dia mabit di
Mekkah atau Muzdalifah atau ‘Aziziyah, dan tidak ada fidyahatasnya.
§ Tidak boleh turun ke lembah Muhassir.
§ Selama mabit di Mina hendaklah
memperbanyak dzikir dan doa.
Tanggal 11 Dzulhijjah:
Pertama:
Jika matahari telah tergelincir, jama’ah haji melempar tiga jamrah,
dimulai darijamroh sughro (yang terletak di samping masjid
Al-Khaif), lalu jamroh wustho, lalujamroh kubro (yang
dikenal dengan jamroh ‘aqobah)
§ Masing-masing dilempar dengan 7 buah batu kecil, jadi
totalnya 21 buah.
§ Caranya sama dengan melempar jamroh ‘aqobah yang
sudah dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah.
§ Setelah melempar jamroh sughro,
disunnahkan maju ke sebelah kanan lalu berdiri lama sambil mengangkat tangan
dan berdoa menghadap kiblat .
§ Setelah melempar jamroh wustho,
disunnahkan maju ke sebelah kiri lalu berdiri lama sambil mengangkat tangan dan
berdoa menghadap kiblat .
§ Setelah melempar jamroh kubro, tidak
disunnahkan untuk berdoa sebagaimana pada jamrah sughro dan wustho,
tapi langsung pergi meninggalkan jamrah.
§ Posisi yang disunnahkan ketika melempar jamrah
‘aqobah adalah menjadikan arah kakbah di samping kanan dan Mina di
samping kiri.
§ Bagi yang tidak mampu melempar boleh mewakilkannya
kepada orang lain dengan syarat orang yang diwakilkan tersebut juga sedang melakukan
haji.
§ Orang yang mewakili orang lain untuk melempar
hendaklah melempar untuk dirinya dulu baru kemudian untuk orang lain.
§ Bagi yang mampu melempar sendiri namun berhalangan
maka tidak boleh mewakilkannya, akan tetapi boleh baginya menunda semua lemparan
sampai tanggal 12 Dzulhijjah (bagi yang mengambil nafar awal) dan
sampai sebelum terbit matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagi yang
mengambil nafar tsani), dan hendaklah dia melempar semua jamroh secara
berurutan.
§ Bagi yang mewakili kedua orang tuanya hendaklah dia
mulai untuk dirinya, lalu ibunya terlebih dahulu, kemudian bapaknya.
§ Tidak boleh melempar jamrah di pagi hari, sebelum
tergelincir matahari.
§ Jika seorang berhalangan, boleh baginya melempar
jamrah di malam hari. Namun yang afdhal melempar sebelum terbenam matahari.
Kedua: Pada
malam hari, wajib kembali ke Mina untuk mabit.
Ketiga: Barangsiapa
yang meninggalkan mabit di Mina pada tanggal 11 dan 12
Dzulhijjah dengan sengaja tanpa ‘udzur maka hendaklah dia
bertaubat dan wajib atasnya fidyahberupa sembelihan, disembelih di
Mekkah dan dibagikan kepada fakir miskin Mekkah. Jika meninggalkan salah satu
malam saja maka wajib atasnya taubat dan bersedekah sesuai kemampuan, dan tidak
wajib atasnya menyembelih.
Keempat: Ketentuan mabit di Mina pada hari ini sama
dengan malam sebelumnya.
Tanggal 12 Dzulhijjah:
Pertama:
Melakukan amalan yang sama dengan tanggal 11
Dzulhijjah.
§ Kecuali mabit di Mina, bagi yang
telah berniat untuk bersegera mengakhiri amalan hajinya (mengambil nafar
awwal) maka hendaklah dia melempar jamrah setelah matahati
tergelincir dan meninggalkan Mina sebelum terbenam matahari.
§ Bagi yang terhalang, seperti karena macet dan ramainya
manusia maka tidak mengapa dia melempar jamrah atau
meninggalkan Mina setelah terbenam matahari.
§ Adapun bagi yang tidak berniat untuk bersegera dan
telah terbenam matahari, maka tidak boleh lagi baginya mengambil nafar
awwal. Dia harus menyempurnakan mabitdi Mina pada malam hari
ini dan mengambil nafar tsani.
Kedua:
Wajib melakukan thawaf wada’ sebelum
meninggalkan Mekkah untuk mengakhiri amalan haji.
§ Kecuali bagi penduduk Mekkah, tidak diwajibkan atas
mereka thawaf wada’. Akan tetapi bagi yang ingin melakukan safar
meninggalkan Mekkah pada hari-hari haji hendaklah dia melakukan thawaf
wada’.
§ Juga tidak diwajibkan bagi wanita haid dan nifas.
§ Barangsiapa yang tidak melakukan thawaf wada’ dengan
sengaja maka dia berdosa, wajib atasnya taubat dan fidyah berupa
sembelihan.
§ Bagi yang melakukan thawaf wada’ sebelum
melempar jamrah maka tidak sahthawafnya, jika dia tidak
mengulang kembali wajib atasnya fidyah berupa sembelihan.
§ Demikian pula bagi yang mewakilkan pelemparan jamrah,
hendaklah dia melakukanthawaf wada’ setelah orang yang mewakilinya
selesai melempar.
§ Disunnahkan untuk membawa air zam-zam ke negerinya.
§ Setelah melakukan thawaf wada’ tidak
boleh lagi tinggal di Mekkah kecuali karena suatu hajat yang wajib seperti
telah masuk waktu shalat atau karena suatu keperluan yang berhubungan dengan
safarnya seperti membeli hadiah, menunggu teman safarnya dan lain-lain.
§ Adapun yang masih tinggal di Mekkah selain karena
alasan yang dibolehkan di atas, seperti membeli sesuatu untuk dijual kembali
maka wajib atasnya melakukan thawaf wada’ kembali. Karena
wajib menjadikan thawaf wada’ sebagai akhir dari amalan haji,
bukan yang lainnya.
§ Tidak disyari’atkan keluar dari Masjidil Haram dari
pintu yang bernama babul wada’, sebagaimana tidak pula
disyari’atkan bagi yang baru datang untuk masuk dari pintubabus salam.
§ Bagi yang menggabungkan thawaf ifadhah dengan thawaf
wada’ maka tidak mengapa walaupun setelahnya dia melakukan sa’yu,
sebab sa’yu di sini bagian dari thawaf ifadhah,
sehingga terhitung sebagai akhir amalannya adalah thawaf.
§ Tidak disyari’atkan bertabarruk atau
berziarah ke jabal nur, gua hira, jabal tsaur, masjid jin dan berbagai tempat
bersejarah lainnya.
§ Tidak disyari’atkan berjalan mundur ketika
meninggalkan kakbah.
Tanggal 13 Dzulhijjah:
Pertama:
Melakukan amalan yang sama dengan amalan tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah
(bagi yang mengambil nafar tsani, yakni belum melakukan thawaf
wada’ pada tanggal 12 Dzulhijjah).
§ Perbedaan hari ini dengan 2 hari sebelumnya pada waktu
melempar jamrah. Jika waktu melempar jamrah pada
dua hari sebelumnya berakhir pada malam hari, maka pada hari ini berakhir
ketika terbenam matahari.
§ Nafar tsani ini lebih afdhal dibanding nafar awwal.
Kedua:
Melakukan thawaf wada’ sebelum meninggalkan Mekkah,
sebagaimana penjelasan pada hari sebelumnya di atas.
§ Dengan melakukan thawaf wada’, berakhir
pula seluruh rangkaian ibadah haji, semoga kaum muslimin dapat meraih haji yang
mabrur.
Walhamdulillahi Rabbil’alamiin.
-------------------------------------------
Rujukan:
1.
Catatan pribadi dari pelajaran fiqh pada kitab Ad-Durorul
Bahiyyah karya Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah di Al-Madrasah
As-Salafiyyah Depok yang disampaikan Al-Ustadz Abdul Barr hafizhahullah,
1430 H.
2.
Al-Ikhtiyaraat Al-Fiqhiyyah fi Masaailil ‘Ibaadat wal Mu’aamalaat min
Fatawa Samaahatil ‘Allaamah Al-Imam ‘Abdil ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baaz –rahimahullah-, ikhtaaroha Khalid
bin Su’ud Al-‘Ajmi hafizhahullah, Bab Shifatul Hajj,
hal. 322-352. Cetakan ke-6, 1431 H.
3.
Bayaanu maa yaf’aluhul Haaj wal Mu’tamir, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan
Al-Fauzan hafizhahullah, terbitan Kantor Pusat Haiah
Al-Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil Munkar, 1430 H.
4.
Tabshirun Naasik bi Ahkaamil Manasik ‘ala Dhauil Kitab was Sunnah wal
Ma’tsur ‘anis Shahaabah, karya Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr hafizhahullah,
cetakan ke-3, 1430 H.
5.
Jami’ul Manasik, karya Asy-Syaikh
Sulthan bin AbdurRahman Al-‘Iedhafizhahullah, cetakan ke-3, 1427 H.
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------