Abu Deedat Bicara Tentang Gerakan Kristenisasi di Indonesia
JAKARTA (voa-islam.com) -
Kristolog Abu Deedad memberikan gambaran yang begitu luas dan mendalam,
bagaimana modus kristenisasi di Indonesia, dan mereka menggunakan berbagai cara
methode mengajak Muslim masuk atau murtad dan menjadi kristen.
Sungguh pengalaman Abu Deedad ini, dapat memberikan
gambaran yang sangat lengkap pola gerakan kristenisasi. Di bawah ini kami
turunkan wawancara dengan Abu Deedad :
Anda begitu mendalami dunia Kristen. Pernahkah
terbersit di hati Anda untuk masuk Kristen?
Tidak ada keinginan untuk masuk Kristen walaupun saya
sudah banyak sekali membedah Bibel. Justru keyakinan saya terhadap kebenaran
Islam semakin kuat, karena setiap saya membaca Bibel selalu ada perbedaan
redaksi dalam setiap edisi cetakannya. Misalnya dalam edisi lama ada istilah
Tuhan. Tapi di edisi baru pada tempat yang sama ditulis Tuan. Begitu juga
istilah Babi diganti menjadi Babi Hutan.
Abud mengoleksi 49 kitab Injil modern dan klasik,
termasuk Injil dalam sejumlah bahasa daerah yakni Jawa, Minang dan Sunda.
Sebagian besar didapatnya secara cuma-cuma dari diskusi yang dilakukannya
bersama pendeta. Selebihnya didapat dari hasil investigasi dan membeli di pasar
loak.
Setelah sekian lama menggeluti ajaran Kristen, apakah
Anda menemukan sisi positifnya?
Al-Quran sendiri menyatakan, telah terjadi
percampuradukan antara yang benar dan yang batil dalam ajaran ahlul kitab. Ini
berarti menunjukkan ada juga kebenarannya. Hanya saja memang madu dan racun itu
sudah digabung menjadi satu. Seperti ayat-ayat tauhid dalam Markus pasal 12
ayat 25 Yesus berkata, “Dengarlah wahai Bani Israel Tuhan kita dalah Tuhan
Esa.”
Ini menunjukkan Tuhan mereka adalah esa disamping
memang ajaran mereka khusus hanya kepada golongan Bani Israel. Tapi ada juga
racunnya, apa yang dikatakan Paulus dalam Roma pasal 9 ayat 5 misalnya, “Yesus
adalah Allah yang harus disembah.”
Datanglah ayat Al-quran sebagai korektor bagi mereka,
misalnya surah Al-Maidah ayat 72 menyebutkan, “Telah kafir orang yang
mengatakan al-Masih adalah Tuhan.” Makanya, kalau kita berinteraksi dengan para
aktivis Kristen kita jangan hanya mengatakan kitab Injil sudah tidak asli atau
palsu, lebih baik kita tunjukkan yang menyimpang dan salah pada Injil tersebut.
Apa yang menyebabkan kaum Nasrani tidak menyadarinya?
Di samping kekuatan dana, mereka ada dogma, bahwa
apapun yang terjadi apakah ajaran itu rasional atau tidak, harus diterima
karena ia merupakan firman Tuhan. Dan ditanamkan kepada mereka hanya orang
Kristen saja yang selamat, yang lain tidak selamat dan harus diselamatkan.
Misi inilah yang membuat mereka agresif untuk
melakukan pemurtadan. Apalagi misi itu didukung dengan fasilitas yang cukup.
Mereka tidak lagi memikirkan urusan kebutuhan keluarga, karena sudah dijamin.
Lain dengan dai-dai kita yang dikirim ke pelosok paling hanya digaji Rp
50.000-150.000 per bulan.
Apa yang membuat mereka menerima dogma tersebut,
sehingga mereka tetap menjadi umat terbesar?
Secara umum orang ingin mencari yang gampang. Dan di Kristen
itu memang gampang. Kalau melakukan tindakan yang tidak berakhlaq tidak ada
masalah karena nantinya akan diampuni juga, dan cukup hanya sekali seminggu
datang ke gereja. Paulus mengatakan dalam Roma pasal 5 ayat 20, “Semakin banyak
dosa semakin melimpah kurnia Tuhan.”
Makanya di Barat kita ketahui kehidupan mereka rusak,
terutama dalam kebebasan seks. Dan kerusakan itu mengacu kepada ajaran Bibel
yang memang banyak memuat cerita-cerita porno yang vulgar. Misalnya diceritakan
bagaimana Nabi Daud sebagai orang yang rusak moralnya menghamili Batseba istri
Uria.
Begitu pula Nabi Luth diceritakan menghamili anaknya
sendiri. Makanya, Jasmen Alfa, seorang Sosiolog Kristen, mengatakan Bibel itu
jangan sampai dibaca anak-anak, lebih baik ia dimasukkan ke dalam peti besi,
kemudian petinya dikunci dan kuncinya dibuang ke laut.
Bagaimana reaksi mereka bila mendengar hal itu dari
Anda?
Mereka membenarkan dan meyakini kebenaran cerita
persundelan itu. Misalnya sebuah acara di televisi pernah menampilkan dua orang
pelacur yang menjadi germo kemudian bertaubat menjadi hamba Tuhan.
Saya sampaikan bahwa cerita ini mirip dengan apa yang
ada dalam Bibel. Pembawa acara yang Kristen itu kemudian membenarkan. Kemudian
saya balikkan, berarti Yesus anak pezina karena dalam Matius ayat 1 dan
seterusnya menceritakan bahwa silsilah keturunan Yesus bertemu dengan raja Daud
yang menzinai Batseba. Tapi telepon saya akhirnya ditutup.
Kalau sudah mentok biasanya apa yang mereka lakukan?
Ada yang jujur dan mengatakan ini PR buat saya. Ada
yang tidak jujur dengan cara menghindar dan lari ke masalah lain. Maka kalau
debat dengan mereka jangan beri kesempatan buat beralih pembicaraan.
Mereka meyakini semua orang berdosa dari Adam sampai
manusia kemudian, kecuali Yesus yang tidak berdosa. Inilah sebenarnya skenario
Paulus menjalankan misinya, yang membuat citra bahwa Yesus itu juru selamat.
Selama beraktivitas di bidang ini Anda sudah terjun
kemana?
Seluruh wilayah Jawa Timur sudah, begitu pula Jawa
Tengah dan Sumatera juga serta Kalimantan. Program ke depan adalah Irian dan
Sulawesi. Kalau ini sudah berarti semua pulau besar sudah. Jadwal terbang Abud
memang padat. Ketika kami menemuinya seusai berkhutbah Jumat di sebuah
perkan-toran ia mengaku baru tiba dari Kalimantan. Sesudah itu ia punya agenda
di dua tempat sampai malam.
Karena waktu yang terbatas wawancara itu urung
dilangsungkan. Karena esok siangnya ia berceramah di Universitas Trisakti untuk
selanjutnya terbang ke Palembang, Sahid mewawancarainya pagi hari selama waktu
menunggu jemputan dan dalam perjalanan menuju lokasi seminar. Itu pun masih
sering disela oleh telepon, antara lain dari daerah yang memintanya datang
yakni Pekalongan dan Padang.
Apa yang biasanya Anda lakukan di berbagai tempat itu?
Kita memberikan informasi sekitar cara-cara pemurtadan
dan kita dorong mereka memperdalam pemahaman keislaman. Jangan sampai nanti
kawan dibilang lawan dan lawan dibilang kawan, karena memang gerakan mereka
ibarat musang berbulu ayam, lihai dan licik.
Misalnya sekarang di Meruya Ilir (Jakarta) mereka
mendirikan Sekolah Tinggi Theologia Kalimatullah, yang semua mahasiswanya
memakai kopiah dan mahasiswinya memakai jilbab. SKS Islamologinya yang dulu
hanya 20 SKS sekarang menjadi 40 SKS. Semester dua saja mereka sudah dilatih
berdiskusi dengan para ustadz. Sedang mahasiswa IAIN saja tidak dipersiapkan
untuk menghadapi para pendeta. Ada juga yang mengaku-ngaku anak kiai, mantan
ustadz dan lain-lain.
Mereka menggunakan cara-cara itu untuk mencari
legitimasi?
Semacam itu. Tidak jarang yang mengaku pernah jadi
aktivis Muhammadiyah. Bahkan di rumah sakit pun mereka beraksi. Pasien yang
tidak berdaya disuruh beriman kepada Yesus agar sembuh.
Padahal kalau mau jujur, saya mempunyai tetangga
Katolik yang mengeluh karena habis biaya untuk berobat strok tapi tidak juga
sembuh, terus saya balikkan saja, katanya Tuhan Anda bisa menyembuhkan. Jadi
semua akal-akalan orang Kristen untuk menjerat orang Islam. Kalau sudah menjadi
Kristen ya akhirnya diterlantarkan.
Seberapa sering Anda menangani kasus-kasus pemurtadan?
Banyak sekali. Yang paling sering biasanya kasus
pemuda Kristen memacari dan menghamili pemudi Muslimah. Ada juga kasus nikah
beda agama yang belakangan menim-bulkan masalah besar.
Apa hikmah terbesar menjadi seorang Kristolog?
Di sini saya bisa menguji kemampuan lewat berdebat
dengan mereka, kalau ada yang kurang saya pelajari terus. Di samping itu
memudahkan sayaberda’wah kepada mereka, karena Islam ini juga wajib dida’wahkan
kepada mereka. Lihat saja surah Ali-Imronayat 71. Sementara perintahbagi mereka
untuk berdakwah kepada orang Islam itu batal karena dalilnya di Matius pasal 28
ayat 16 dibuat setelah Yesus mati. Karenanya, kalau Anda didatangi misionaris
Kristen, jangan diusir. Da’wahi mereka.
Tapi kan tidak semua orang punya bekal?
Makanya para aktivis da’wah harus menyiapkan bekal
itu. Tim FAKTA insya Allah siap membantu. Dimana saja, sampai ke Irian
sekalipun, kami siap memberikan bekal.
FAKTA didirikan 1998 dengan latar belakang belum
banyaknya lembaga yang secara khusus menangani persoalan Kristenisasi.
Dengan fasilitas yang sangat terbatas 7 dari 20
relawan (diantaranya bekas pendeta) yang aktif hingga kini masih rutin
melakukan berbagai kegiatan antisipasi pemurtadan antara lain dengan
menerbitkan buletin, membuka ruang konsultasi akidah di sebuah majalah Islam,
memberikan seminar, ceramah dan pelatihan Kristologi di berbagai kota, dan
belakangan di kampus-kampus.
Melalui lembaga inilah Abud membangun jaringan anti
pemurtadan secara nasional. Sayangnya, untuk kebutuhan operasional FAKTA masih
mengandalkan kocek para relawannya sendiri.
Apa saja langkah yang harus diambil jika sebuah
masyarakat berhadapan dengan kristenisasi?
Kristenisasi ini bervariasi. Kalau mereka mengadakan
santunan sosial, pembagian sembako atau lainnya, maka umat Islam harus
melakukan hal yang sama sebagai counternya. Kalau mereka menyerang lewat buku
kita juga mempersiapkan buku dan tulisan-tulisan, sekaligus menyerang balik
kepada mereka.
Tapi kalau kasusnya hipnotis maka kita harus laporkan
kepada pihak yang berwajib dan melakukan upaya advokasi bertemu dengan upaya
hukum. Aparat juga harus peka. Kalau tak ada langkah hukum masyarakat bisa
kehilangan kesabaran.
Kepada para misionaris, langkah pertama, tolak mereka
dengan cara yang baik, karena Islam tidak mengajarkan cara kekerasan jika kita
tidak diperlakukan keras.
Konkritnya kalau menemukan sudah ada bukti-bukti itu,
ambil bukti-bukti itu kemudian serahkan kepada ulama setempat dan beritahukan
kepada aparat, lantas jelaskan kepada mereka ini melanggar kode etik penyebaran
agama. Kalau mereka berbuat zhalim baru kita lakukan hal yang sama tapi tidak
boleh berlebihan.
Ummat Islam jangan menjadi ummat yang bodoh karena
Islam bukan agama yang sempit. Kepada ummat Kristen yang tidak menggangu jangan
diganggu pula mereka.
Tindakan ummat Islam selama ini cenderung reaktif
terhadap isu-isu kristenisasi, misalnya seperti yang terjadi di Doulos.
Bagaimana menurut Anda?
Jangan salah tafsir. Ummat Islam tidak pernah
mengadakan aksi. Mereka hanya bereaksi. Karena aksi-aksi Kristen melanggar kode
etik maka ummat Islam bereaksi.
Mungkin, karena begitu concernnya terhadap bidang
Kristologi, dosen Institut Agama Islam Al-Ghuraba ini, sampai menamakan anak
keduanya dengan seorang tokoh Kristologi terkemuka dari Afrika, Ahmad Deedat.
“Saya memang mengaguminya dan ingin agar dia menjadi ulama seperti Ahmad
Deedat,” jelas Kristolog yang mengaku memiliki kemiripan jalan hidup dengan
Ahmad Deedat itu.
Itulah sebabnya di kalangan teman-temannya, serta
belakangan di kalangan media dan umat, anak ketujuh dari 13 bersaudara pasangan
Mahfudz dan Hanafiyah itu lebih sering dikenal sebagai Abu Deedat. Padahal nama
aslinya adalah Shihabuddin.
Mengapa Anda tertarik dan tekun menekuni Kristologi?
Saya terjun di dunia Kristologi tahun 1982, ketika
bekerja di sebuah perusahaan swasta. Di perusahaan itu kebetulan direkturnya
seorang pendeta. Begitu pula para pimpinan lainnya yang memegang posisi penting
rata-rata adalah aktivis gereja.
Salah satu dari mereka, yakni kepala bagian keuangan
berusaha menginjili (‘mendakwahkan’ injil) para karyawan Muslim melalui
berbagai tulisan dan diktat tentang potongan-potongan ayat Qur’an yang terkesan
seperti mendukung agama mereka.
Saya penasaran. Maka saya datangi orang itu. Ketika
saya tanya, katanya tulisan-tulisan itu disusun oleh orang yang sudah
berpuluh-puluh kali naik haji. Saya pun terlibat diskusi kecil-kecilan dengan
mereka.
Apa bekal Anda waktu itu?
Bekal saya waktu itu Injil pemberian seorang Kristen
Manado yang saya pelajari. Kebetulan juga saya lulusan Fakultas Ushuluddin,
jurusan Penyiaran Islam di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sana ada mata
kuliah khusus tentang Kristologi.
Dengan modal itu saya terus menggeluti dunia
Kristologi secara otodidak, selain mengikuti kursus-kursus Kristologi secara
tertulis. Misalnya di Pelita Hidup tahun 1986 dengan menggunakan nama samaran.
Alhamdulillah dari situ saya banyak mendapatkan dokumen penting yang berguna
untuk antisipasi gerakan mereka.
Ia dibesarkan di pesantren NU sampai SMP di
Tasikmalaya, Jawa Barat. Orang tuanya juga berlatar belakang NU. Karena banyak
berinteraksi dengan aktivis Persis, ayahnya lalu banyak mendorong untuk
berdakwah. Berbagai diskusi dan kegiatan PII ditekuninya.
Di rumahnya Abud sering meladeni permintaan debat dari
para pendeta dan aktivis gereja. Hal yang sama juga dilakukan di berbagai
tempat. Dan itu sudah berlangsung ratusan kali. Dari kalangan Budha dan Aliran
Kepercayaan ada juga yang pernah menjadi lawan debat Abud.
Menurut Abud, banyak di antara mereka yang menyerah
tapi tidak mau mengakui kesalahannya. Kalau pun ada yang mengaku salah, mereka
khawatir kalau masuk Islam akan miskin. Tidak sedikit juga yang mendapat
hidayah.
Buku apa saja yang Anda jadikan pegangan untuk
mendebat mereka?
Ketika masih SMU di kampung, saya sudah memiliki
referensi buku-buku Islam, kurang lebih 500 judul. Yang pertama saya pelajari
adalah dialog Islam-Kristen berjudul “Bibel lawan Bibel” karangan A Hassan dan
buku-buku Pak Abdullah Wasian tentang Kristologi.
Bagaimana Anda mendidik anak Anda, Deedat, supata
kelak jadi seperti Ahmad Deedat?
Saya sekarang sedang berusaha menyiapkannya menjadi
aktivis da’wah. Ketika saya menangani kasus pemurtadan di rumah, saya sengaja
menyuruhnya untuk melihat.
Bagaimana mengatur kesibukan da’wah dengan keluarga?
Saya mencoba bagaimana kebutuhan rumah tangga bisa
terpenuhi, karenanya saya juga berwiraswasta. Istri saya banyak sekali membantu
dan mendorong saya ketika menangani kasus-kasus pemurtadan terutama terhadap
Muslimah. Jadi antara saya dan istri sejalan. Dia juga tahu tugas saya,
sehingga untuk anak-anak kita beri penjelasan kepada mereka.
Anda pernah mengalami teror?
Iya, sebatas teror telepon dan surat kaleng biasa.
Istri saya juga pernah diancam melalui telepon. Berjuang harus ada tantangan
dan itulah risiko.
Peristiwa apa yang paling berkesan bagi Anda?
Yang tidak pernah bisa saya lupakan adalah ketika saya
mengobati anaknya kiai, di mana seumur hidup baru kali itu saya menceramahi
kiai secara langsung. Anaknya kuliah di salah satu perguruan tinggi di
Semarang, dibawa kabur oleh anak pendeta kemudian di-Kristenkan, bahkan sudah
dihamili. Akhirnya pak kiai ini mendatangi saya dan minta tolong kepada saya
untuk menangani kasus ini.
Alhamdulillah, saya pun dapat melakukan penyadaran
kepada anak tersebut dan kepada kiai itu sekaligus yang merasa terpukul dengan
keadaan anaknya. Kesan lain, ketika saya menghadapi kasus-kasus Muslimah yang
termurtadkan. Ini sering membuat saya sedih.
Apakah perhatian yang mendalam itu tidak membuat Anda
emosional?
Saya sangat prihatin sekali, karena lembaga yang lain
masih sangat minim perhatiannya terhadap masalah seperti ini. Inilah kelemahan
di kalangan kita. Kalau kejadian seperti ini belum menimpa keluarga kita
sendiri, hal itu dianggap biasa saja. Kalau sudah tertimpa musibah baru merasa.
Sebuah Kasus Keluarga Dewi
Sepucukam surat tergeletak di meja redaksi kami, Maret
lalu. Surat itu dari seberang pulau, Kalimantan Timur. Nama pengirimnya singkat
saja, Dewi. Tetapi persoalan yang diadukan tak sesingkat namanya. Coba simak
isi surat itu:
“Saya seorang ibu 29 tahun dan suami 31 tahun. Kami
telah dikaruniai dua anak. Yang pertama pria (6), dan kedua putri (2). Kami
menikah 7 tahun yang lalu, dia adalah teman sekampus saya. Saat pertama
mengenalnya, saya benar-benar benci. Maklum, saya lahir dari keluarga Muslim
yang taat, sementara dia pemeluk Protestan.
Tapi entahlah, mungkin karena dia tak pernah putus
asa, saya kemudian menerimanya menjadi pacar. Saya benar-benar semakin sayang
setelah dia kemudian menerima menikah dalam Islam. Saya benar-benar bahagia
sekali.” Tetapi setelah datangnya anak pertama lalu disusul anak kedua, banyak
perubahan yang terjadi pada suami saya.
Tiba-tiba dia jarang shalat dan sering keluar tanpa
pamit. Belakangan saya tahu ternyata dia tidak benar-benar meninggalkan
agamanya. Bahkan, sejak anak kedua kami lahir, secara terang-terangan dia
pernah mengatakan kepada saya. `Saya masih seperti dulu, jadi jangan harap ada
perubahan.’”
“Mendengar kata-katanya, saya hampir tidak percaya.
Suami saya yang tadinya pendiam itu tiba-tiba seperti itu. Yang membuat saya
benar-benar takut dan sedih, hari-hari ini, dia sering memaksa saya mengikuti
jejaknya untuk datang di kebaktian.’
Kisah memilukan itu tidak cuma dialami Dewi, tapi juga
seorang ibu asal Palu yang datang ke kantor Suara Hidayatullah (Sahid)
Surabaya, Juli lalu. Wanita berperawakan sedang ini datang bersama suaminya
dengan wajah sembab. Kepada Sahid, ia menceritakan musibah yang menimpa
keluarganya. Singkat cerita, sang adik diketahui hamil di luar nikah sesaat sebelum
menyelesaikan gelar sarjananya.
Yang membuat musibah itu terasa amat berat,
pacar sang adik itu ternyata pemuda beragama lain. “Adik saya dihamili oleh
pemuda Kristen,” ucapnya sembari menyeka linangan air matanya. Padahal, sang
adik dikenal sebagai wanita pendiam dan jarang keluar rumah. Selain itu, selama
ini, dia dibesarkan dan dididik dalam lingkungan keluarga Muslim yang sangat
taat.
Peristiwa memalukan itu memang kemudian bisa dicarikan
solusinya. Singkatnya, sang adik akhirnya menikah dengan pacarnya pemuda
Kristen dalam upacara Islam.
Setelah itu, keduanya pindah kota yang jauh dari
keluarga, di Palu. Hanya saja, kepergiannya masih tetap menyisakan luka yang
mendalam bagi pihak keluarga. Terutama setelah diketahui bila sang adik telah
ikut sang suami menjadi aktifis gereja bersama semua anaknya.
Kisah cinta seperti Dewi dan adik si ibu tadi bukan
hal baru di negeri ini. Banyak pemuda dan pemudi pernah mengalami hal serupa.
Memiliki teman dekat atau calon suami yang berbeda agama. Ujung-ujungnya, dalam
banyak kasus, hubungan keduanya kemudian terhambat karena adanya perbedaan
agama.
Bagi yang taat pada agama, mereka memutuskan untuk
berpisah. Sebagian lagi memilih kompromi, yakni memilih mengikuti salah satu
dari agama yang dianut pasangannya. Pada pilihan yang terakhir inilah yang
perlu diwaspadai, utamanya para gadis muslimah.
Kejahatan kristenisasi itu, kini dilengkapi dengan
kenyataan kristenisasi yang sangat menghina umat Islam, yaitu memperkosa
muslimah murid Madrasah Aliyah di Padang yang selanjutnya dimurtadkan.
Khairiyah Enisnawati alias Wawah (17 thn)
pelajar Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Gunung Pangilun, Padang, Sumatera Barat
adalah salah satu dari 500 orang Minang yang dimurtadkan.
Gadis berjilbab itu diculik, diperkosa dan dipaksa keluar
dari agamanya lewat misi rahasia yang dijalankan sekelompok orang Kristen, di
rumah Salmon seorang Jemaat Gereja Protestan di Jl. Bagindo Aziz Chan, Padang
tempat memaksa Wawah untuk membuka jilbab dan masuk Kristen. Gereja itu
dipimpin Pendeta Willy, sedang Salmon adalah jemaat yang juga karyawan PDAM
Padang. (Dialog Jumat, 6 Agustus 1999).
Tentu saja saya punya data mengenai itu, kan tinggal
kontak FAKTA. untuk pemanasan nich ada data hamilisasi yang pernah terjadi di
Tambun – dan Kranji Bekasi!!
Banyak muslimah telah jadi korban pemurtadan. Hanya
orang-orang yang tinggal di selatan Pasar Tambun yang mengenal H Kacep. Mungkin
sebab itu, kasus kematian mubaligh kondang untuk ukuran kampungnya yang sungguh
mengenaskan, sama sekali luput dari pemberitaan media massa.
Kejadiannya sekitar setahun yang lalu. Berawal dari
pertemuan puterinya dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut. Kian hari
kian akrab. Gadis muslimah itu kian sering dijumpai berduaan dengan sang
pemuda. Sang ayah, H. Kacep, suatu waktu memanggil keduanya.
Mubaligh itu bagaimana pun tahu bahwa berpacaran
adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. “Wa la taqrabuu zina, demikian
peringatan Allah SWT dalam al-Qur’an.” Karena hubungan antara puterinya dengan
sang pemuda sudah terlihat begitu erat dan berjalan sudah relatif lama, maka
sebagai seorang ayah yang bertanggungjawab, H. Kacep berniat untuk meresmikan
hubungan kedua insan itu ke dalam jenjang pernikahan.
Secara bijak H. Kacep mengutarakan keinginannya pada
sang pemuda. Puterinya menyimak baik-baik apa yang dikatakan ayahnya itu.
Hatinya berbunga-bunga.
Yakin bahwa sang pemuda pujaan tidak akan keberatan
dengan maksud ayahnya. Setelah mendengar penuturan H. Kacep, sang pemuda dengan
enteng menjawab, “Ya, saya mau saja menikahi anak bapak. Asalkan pernikahannya
dilakukan di gereja!”
Bagai disamber geledek di siang bolong. Bapak dan anak
puterinya terkaget-kaget dibuatnya. Sama sekali tidak pernah terlintas di
pikirannya bahwa pemuda yang selama ini dekat dengannya ternyata seorang non-Muslim.
Padahal dulunya ia pernah bilang bahwa dirinya juga Islam. Dari hari ke hari
gadis muslimah tersebut mengurung diri di kamarnya.
Hingga suatu hari sosok remaja tersebut ditemukan
terbujur kaku dengan mulut berbusa. Sekaleng racun serangga ditemukan tergolek
di sampingnya. Besar kemungkinan, sesuatu yang berharga telah dipersembahkan
gadis tersebut pada sang pemuda hingga ia memilih mati ketimbang menanggung
malu.
Kematian puteri tercintanya membuat H. Kacep menangung
kesedihan yang amat sangat. Belum lagi kasak-kusuk tetangganya yang kerap
terdengar tidak sedap. Akhirnya H. Kacep jatuh sakit. Dua bulan kemudian, sang
ayah menyusul puteri tercintanya ke alam baka. Pesantren yang dikelolanya pun
bubar.
Di daerah Kranji, masih Bekasi, beberapa tahun lalu
juga terjadi kasus yang mirip. Seorang Muslimah berteman akrab dengan seorang
pemuda. Dari pertemanan tersebut, si gadis pun hamil. Sang ayah yang tahu
sedikit banyak tentang Islam pun marah besar.
Segera dipanggilnya sang pemuda untuk dimintai
pertanggungjawabannya. Juga dengan enteng, si pemuda menjawab, “Saya mau nikah
dengan anak bapak, asal dilakukan di gereja!” Ayah beranak itu kaget
mendengarnya. Sama sekali mereka tak menyangka siapa gerangan pemuda itu.
Tapi sikap dan pendirian sang ayah cukup tegas:
ketimbang anaknya murtad, lebih baik menolak mentah-mentah syarat sang pemuda
Kristen tersebut. Janin yang dikandung anaknya dibiarkan lahir tanpa ayah.
“Kini anaknya dirawat oleh orangtua si gadis”, ujar Drs. Abu Deedat
Syihabuddin, MH, Sekjen FAKTA(Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan) Jakarta.
Kristenisasi melalui jalur pemerkosaan gadis-gadis
muslimah. Khairiyah Anniswah alias Wawah, siswi MAN Padang, setelah diculik dan
dijebak oleh aktivis Kristen, diberi minuman perangsang lalu diperkosa. Setelah
tidak berdaya, dia dibaptis dan dikristenkan. Kasus serupa menimpa Linda, siswi
SPK Aisyah Padang. Setelah diculik dan disekap oleh komplotan aktivis Kristen,
dia diperlakukan secara tidak manusiawi dengan teror kejiwaan supaya murtad ke
Kristen dan menyembah Yesus Kristus.
Di Bekasi, modus pemerkosaan dilakukan lebih jahat
lagi. Seorang pemuda Kristen berpura-pura masuk Islam lalu menikahi seorang
gadis muslimah yang salehah. Setelah menikah, mereka mengadakan hubungan suami
isteri. Adegan ranjang yang telah direncanakan, itu foto oleh kawan pemuda
Kristen tersebut. Setelah foto dicetak, kepada muslimah tersebut disodorkan dua
pilihan: “Tetap Islam atau Pindah ke Kristen?”.
Kalau tidak pindah ke Kristen, maka foto-foto
talanjang muslimah tersebut akan disebarluaskan. Karena tidak kuat mental, maka
dengan hati berontak muslimah tersebut dibaptis dongan sangat-sangat terpaksa
sekali, untuk menghindari aib. Di Cipayung Jakarta Tirnur, seorang gadis
muslimah yang taat dan shalehah terpaksa kabur dari rumahnya. Masuk Kristen
mengikuti pemuda gereja yang berhasil menjebaknya dengan tindakan pemerkosaan
dan obat-obat terlarang.
*(Al-Dakwah/DekaK/afgh/voa-islam.com)
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------