02 Sep 2013
Syaikh
Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin ditanya, “Sebagian orang datang dari negeri
yang jauh untuk melaksanakan umrah di Makkah. Mereka melaksanakan umrah, lalu
bertahallul. Kemudian setelah itu mereka keluar ke Tan’im, lantas menunaikan umrah kembali.
Maksudnya, dalam sekali safar melakukan melakukan beberapa kali umrah.
Bagaimana hukum hal ini?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“Barakallahu fiik, perbuatan termasuk amalan yang dibuat-buat (tanpa ada
dalil). Karena kita telah mengetahui bahwa tidak ada yang lebih semangat dalam
ibadah dari Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabat.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana kita ketahui
bersama ketika Fathul Makkah di akhir Ramadhan, beliau berdiam di Makkah selama
19 hari. Ketika itu beliau tidak keluar menujuTan’im untuk berihram
umrah. Demikian para sahabat tidak melakukan demikian. Oleh
karenanya, berkali-kali berumrah dan satu safar termasuk amalan yang
mengada-ada.” [Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 28: 121][1]
Dalam
lanjutan fatwa tersebut, beliau rahimahullah mengatakan, “Jika
engkau ingin mendapatkan ganjaran, melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah itu
lebih baik untukmu daripada engkau mesti keluar ke Tan’im. Kemudian kami juga
katakan bahwa saran untuk memperbanyak thowaf tadi jika bukan pada musim haji.
Jika pada musim haji, maka cukup bagimu dengan thowaf di awal. Berilah
kesempatan pada yang lain untuk melakukan thowaf keliling Ka’bah. Karena kita
dapati sendiri bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdalam
beberapa umrahnya tidaklah melakukan thowaf berulang kali. Beliau pun tidak
keluar menuju Tan’im untuk melakukan umrah lagi. Ketika haji
wada’ (haji terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang
beliau lakukan hanyalah thowaf manasik yaitu thowaf qudum, thowaf ifadhoh dan
thowaf wada’. Kita pun mengakui bahwa kita masih kalah semangat dibanding
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Oleh
karenanya kami sarankan, jangan mempersusah dirimu sendiri. Cukupkan dengan
umrah pertama (sekali umrah dalam satu safar). Jika engkau ingin meninggalkan
Makkah, lakukanlah thowaf wada’. Walhamdu lillah.[2]
Syaikh
Sholih Al Munajjid berkata, “Tidaklah disunnahkan dan tidak pula termasuk
petunjuk salaf mengulangi umrah dalam sekali safar
baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Asalnya, satu umrah dilakukan
dalam satu safar. Barangsiapa yang bersafar untuk umrah, maka tunaikanlah satu
umrah dalam safar tersebut. Tidak disyari’atkan untuk mengulang beberapa umrah
dalam sekali safar. Kecuali jika seseorang keluar dari Makkah untuk bersafar
lantas kembali lagi ke Makkah, ketika itu baru ia bisa melakukan umrah yang
lain.” [Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 134276][3]
Jika
dikatakan tidak ada dalil dalam masalah ini dan tidak pernah dicontohkan oleh
para salaf, ini menunjukkan bahwa berkali-kali umrah dalam sekali safar adalah
amalan yang tidak ada tuntunannya dan perbuatan yang mengada-ada tanpa
ada burhan (dalil). Sehingga tentu amalan tersebut adalah
amalan yang keliru. Wallahu a’lam.
Wallahu
waliyyut taufiq.
@ Makkah Al Mukarromah, diselesaikan di pagi hari
penuh berkah di Hotel Manarotul Asheel, 20 Syawal 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------