Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, "Apakah dibolehkan menunda haji hingga setelah pernikahan bagi orang yang mampu. Khususnya pada zaman sekarang, para pemuda menghadapi tantangan dan godaan, baik yang kecil maupun besar?"
MANAKAH YANG DIDAHULUKAN ANTARA
MENIKAH DENGAN HAJI
Jawaban Syaikh
Moh. Shalih al Munajjid hafadlahullah, dalam Islam QA :
Pertama:
Haji
diwajibkan secara langsung menurut pendapat yang paling shahih di antara dua
pendapat ulama, sebagaiman dijelaskan dalam jawaban no. 41702.
Jika harta cukup untuk haji atau menikah, maka hendaknya mendahulukan menikah
jika dia membutuhkan pernikahan dan khawatir terjerumus dalam perkara haram.
Dan didahulukan haji jika tidak membutuhkan (segera) pernikahan.
Ibnu Qudamah
rahimahullah dalam kitab Al-Mughni (5/12) berkata, "Jika dia membutuhkan
pernikahan dan khawatir dirinya kesulitan (karena belum menikah), maka
hendaknya dia mendahulukan pernikahan, karena (ketika itu, pernikahan) wajib
baginya dan tidak dapat diabaikan seperti memberi nafkah. Jika dia tidak
khawatir, maka hendaknya dia medahulukan haji, karena (ketika itu) pernikahan
adalah sunah, maka tidak didahulukan dari haji yang wajib."
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, "Apakah dibolehkan menunda haji hingga setelah pernikahan bagi orang yang mampu. Khususnya pada zaman sekarang, para pemuda menghadapi tantangan dan godaan, baik yang kecil maupun besar?"
Beliau
menjawab, " Tidak diragukan lagi, pernikahan jika sudah ada dorongan
syahwat lebih diutamakan daripada haji. Karena jika seseorang telah memiliki
dorongan syahwat yang kuat, maka perkawinannya ketika itu merupakan keharusan
dalam kehidupannya. Dia seperti makan dan minum. Karena itu, dibolehkan bagi
orang yang membutuhkan pernikahan sedangkan dia tidak punya harta, diberitakan
kepadanya harta zakat untuknya menikah. Sebagaimana zakat diberikan kepada
fakir agar mereka dapat makan dan mengenakan pakaian untuk menutupi auratnya.
Karena itu
kami katakan, Jika dia membutuhkan pernikahan, hendaknya dia mendahulukan
pernikahan dari haji, karena Allah Ta'ala mensyaratkan wajibnya haji dengan
'kemampuan'. Dia berfirman, "Dan karena Allah, diwajibkan bagi manusia
menunaikan haji ke Baitullah, bagi yang mampu menempuh perjalanannya."
(QS. Ali Imran: 97)
Adapun orang
yang masih remaja, dan belum ada keinginan untuk menikah pada tahun ini atau
sesudahnya, maka hendaknya dia mendahulukan haji, karena dia tidak mendesak
untuk mendahulukan haji atas nikah."
(Fatawa
Manarul Islam, 2/375)
Karena itu,
jika anda tidak khawatir terhadap diri anda untuk menunda pernikahan, maka
segeralah melakukan haji. Allah akan memberikan kebaikan sebagai penggantinya.
Karena haji merupakan fardhu dan syariat Islam yang agung. Dalam masalah ini,
anda tidak diharuskan melaksanakan pesan orang tua, baik saat dia masih hidup
atau sesudah meninggal. Karena hal itu akan berakibat tertundanya pelaksanaan ibadah
haji tanpa kebutuhan yang ada pada anda.
Kedua:
Seharusnya
anda berusaha mencari ridha bapak anda dengan menikah dahulu sebelum
melanjutkan program S2. Imam Ahmad telah menegaskan bahwa pernikahan menjadi
wajib jika diperintahkan salah satu kedua orang tua.
Al-Mardawai,
"Apakah pernikahan menjadi wajib karena perintah kedua orang tua, atau
perintah salah satu dari keduanya?" Imam Ahmad berkata, "Jika dia
memiliki kedua orang tua yang memerintahkannya untuk menikah, maka saya perintahkan
dia untuk menikah, atau jika dia seorang pemuda khawatir dirinya terjerumus
maksiat, maka aku perintahkan dia untuk menikah." Beliau menjadikan
perintah kedua orang tua seperti kekhawatiran seorang pemuda terjerumus dalam
perbuatan nista." (Al-Inshaf, 8/14)
Ketiga:
Tidak masalah
bagi sang bapak jika dia menunaikan haji dengan biaya dari anaknya. Bahkan
tidak ada masalah bagi seseorang menunaikan haji dari harta orang lain secara
mutlak. Akan tetapi, jika seseorang belum pernah menunaikan haji fardhu, apakah
dengan adanya orang lain yang memberinya harta, dia menjadi orang yang mampu
dan harus menerimanya untuk menunaikan haji? Dalam masalah ini terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Ibnu Qudamah
rahimahullah berkata, "Dia tidak diharuskan menunaikan haji dari pemberian
orang lain kepadnaya dan tidak menjadi orang yang mampu dengan sebab itu,
apakah yang memberi adalah kerabat atau orang lain. Apakah pemberiannya berupa
kendaraan atau perbekalan, atau pemberian harta. Sementara Asy-Syafii berpendapat
bahwa jika yang memberinya adalah anaknya dan cukup untuk ongkos haji, dia
menjadi wajib, karena dia menjadi punya kemampuan melakukan haji tanpa
pemberian yang mengikat atau bahaya yang akan datang. Dia seperti orang yang
memiliki perbekalan dan kendaraan. Kami memiliki dalil dari sabda Nabi
shallallahu alaihi wa sallam tentang wajibnya haji, yaitu "Bekal dan
kendaraan." Maka diharuskan adanya kepemilikan terhadap hal tersebut, atau
memiliki sesuatu yang dengan kita dapat meraihnya, dengan dalil seandainya sang
pemberi adalah orang lain, karena dia bukanlah pemilik bekal dan kendaraan,
juga tidak memiliki ongkosnya, maka ketika itu tidak diwajibkan baginya haji.
Begitupula jika sang pemberi adalah bapaknya.." (Al-Mughni, 3/87)
Kesimpulan
jawaban adalah bahwa anda diharuskan segera melaksanakan ibadah haji selama
diri anda tidak merasa khawatir terjerumus dalam perkara haram jika menunda
pernikahan. Dan hendaknya anda beristighfar kepada Allah Ta'ala karena tidak
menuruti perintah nikah dari bapak anda kali pertama dahulu.
Kita mohon
taufiq dan petunjuk dari Allah Ta'ala.
Wallahua'lam.
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------