Cinta Palsu Syi’ah Kepada Ahlul Bait
Sumber: Jurnal Salafiyyun
Di kalangan umat, muncul perbedaan yang demikian mencolok dalam mensikapi Ahlul Bait (keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Ada yang demikian tinggi memuliakan mereka -sampai menganggap sebagian Ahlul Bait sebagai Tuhan- ada pula yang demikian merendahkan dan membenci mereka. Sementara Ahlus Sunnah, sebagai kelompok yang senantiasa bersikap pertengahan, memiliki sikap memuliakan mereka namun tidak terlalu berlebihan. Karena Ahlul Bait juga manusia biasa yang kemuliaan mereka tergantuk pada agama mereka.

Siapakah Ahlul Bait Itu?
Ahlul Bait merupakan sebutan lain dari Alul Bait dan Al-’Itrah [1] sebagaimana yang dinyatakan Al-Imam Asy-Syafi’i, Al-Imam Ahmad, Asy-Syarif Abu Ja’far dan yang lainnya. (Minhajus Sunnah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (7/75) dan Daf’ul Kadzibil Mubin, karya Dr. Abdul Qadir bin Muhammad ‘Atha hal. 27)
Mereka adalah keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik keluarga yang tinggal serumah dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam (yakni para istri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam) atau keluarga yang terkait hubungan nasab dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang tidak diperbolehkan memakan harta shadaqah. [2] Mereka adalah semua Bani Hasyim, semua putri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga anak cucu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hingga hari kiamat. Demikian pula Bani Al-Muthalib menurut salah satu pendapat para ulama. [3] (Lihat Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, karya Al-Imam Ahmad bin Hajar Al-Haitami hal. 222, dan Minhajus Sunni, 4/595, 7/239-240)

Sikap Syi’ah Terhadap Ahlul Bait
Syi’ah Rafidhah, mereka adalah orang-orang yang sangat berlebihan di dalam memuliakan dan mengkultuskan Ahlu Bait (versi mereka), [4] bahkan di antara mereka (yakni kelompok Saba’iyyah) memposisikan ‘Ali bin Abi Thalib sebagai Tuhan yang berhak diibadahi. (Lihat Firaq Mu’ashirah, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Iwaji, juz 1, hal. 144-146)

Mereka juga menyatakan bahwa para imam Ahlul Bait adalah ma’shum (terjaga dari segala dosa) dan mengetahui perkara-perkara ghaib. Sebagaimana disebutkan Al-Kulani dalam kitabnya Al-Kaafi (setingkat Shahih Al-Bukhari di sisi Ahlus Sunnah) Kitabul Hujjah juz 1, hal. 149, dengan menukil (secara dusta) perkataan Ja’far Ash-Shadiq (salah seorang Imam Ahlul Bait): “Kami adalah perbendaharaan ilmu Allah, kami adalah penerjemah wahyu Allah, kami adalah kaum yang ma’shum, Allah telah memerintahkan (umat manusia) untuk menaati kami dan melarang mereka untuk menyelisihi kami… Kami adalah hujjah Allah yang kokoh atas seluruh makhluk yang berada di bawah naungan langit dan berpijak di atas bumi.”
Adapun keyakinan bahwa para imam Ahlul Bait mengetahui perkara-perkara ghaib, maka bisa dilihat dalam kitab Al-Kaafi pula juz 1, hal. 200-203 Kitabul Hujjah, bab ‘Sesungguhnya para imam mengetahui sesuatu yang telag terjadi dan yang akan terjadi dan tidak ada sesuatu pun yang terluput dari mereka.’
Mereka juga berkeyakinan bahwa para imam Ahlul Bait lebih mulia dari malaikat dan nabi, sebagaimana yang dikatakan Khomeini: “Sesungguhnya di antara prinsip terpenting dari agama kami adalah tidak ada seorang pun yan dapat meraih kedudukan para imam (kami), walaupun malaikan terdekat di sisi Allah atau nabi utusan Allah sekalipun.” (lihat Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hal. 25)
Syi’ah Rafidhah juga berpandangan, bahwa di antara konsekuensi kecintaan kepada Ahlul Bait adalah bersikap bara’ (benci/berlepas diri) dari Abu Bakr dan ‘Umar serta mayoritas para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (lihat Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, karya Al-Imam Ibnu Abil ‘Iz, hal. 697). Sehingga -dalam kaca mata mereka- siapa saja yang mencintai Abu Bakr dan ‘Umar, maka dia tergolong sebagai musuh Ahlul Bait.

Sikap Kelompok An-Nawashib terhadap Ahlul Bait
Bertolak belakang dari sikap Syi’ah Rafidhah, maka An-Nawashib atau An-Nashibah atau Ahlun Nashb adalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa membenci dan memusuhi ‘Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya (Ahlul Bait) merupakan bagian dari agama. (Lihat Lisanul ‘Arab dan Minhajus Sunnah, 4/554)
Mereka sangat bangga ketika berhasil menyakiti Ahlul Bait,
sampai-sampai tokoh kondang mereka yang bernama ‘Imran bin Hiththan melantunkan bait-bait kegembiraannya atas keberhasilan Abdurrahman bin Muljim Al-Muradi dalam operasinya membunuh ‘Ali bin Abi Thalib. Bait “petaka” itu adalah sebagai berikut:

“Duhai sebuah tebasan pedang dari seorang yang kembali kepada Allah Tidaklah dia melakukannya kecuali untuk meraih ridha Allah
Sungguh hari-hariku selalu mengingatnya
Karena keyakinanku bahwa dia (Abdurrahman bin Muljim) adalah seorang yang telah meraih pahala besar di sisi Allah.” (Al-Milal Wan Nihal, karya Asy-Syahrastani, hal. 120)


Keanehan Syi’ah
Seperti telah dijelaskan bahwasanya Syi’ah Rafidhah sangat berlebihan dalam mencintai Ahlul Bait (versi mereka). Namun ketahuilah, hakekatnya mereka tidak beda dengan An-Nawashib di dalam memusuhi Ahlul Bait. Memang ini terasa aneh, tapi itulah fakta dan kenyataan. Di antara sekian bukti dari permusuhan mereka terhadap Ahlul Bait adalah sebagai berikut:
1. Pernyataan mereka bahwa para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah “pelacur’. Dalam Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal hal. 57-60, Ath-Thusi menukilkan (secara dusta) perkataan Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang dari sembilan pelacur yang ditinggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam…” (Daf’ul Kadzibil Mubin, hal. 11)
2. Pelecehan mereka terhadap ‘Ali bin Abi Thalib sebagaimana dalam kitab Salim bin Qais, hal. 221: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika bersama ‘Aisyah hanya mempunyai satu selimut, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun tidur (ketika itu) di antara Ali dan ‘Aisyah dengan satu selimut tersebut. Di saat bangun malam, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil selimut tersebut dan meletakkannya di antara Ali dan ‘Aisyah.” (Lihat Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 273)
3. Pelecehan mereka terhadap Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa dia menikah dengan ‘Ali bin Thalib karena terpaksa. Sebagaimana dalam kitab Al-Kaafi (Al-Furuu’ minal Kaafi): “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahkan ‘Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah, maka beliau pun menemui keduanya, dan Fathimah saat itu sedang menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Mengapa engkau menangis? Demi Allah, kalaulah ada dari keluargaku yang lebih baik dari ‘Ali maka aku akan nikahkan kamu dengannya, tidak dengan ‘Ali. Namun Allah yang menikahkan kamu.” (Dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 272)
4. Mereka ramai-ramai mengeroyok (memukuli) Hasan bin ‘Ali, hingga salah seorang dari mereka (Al-Jarrah bin Sinan) berhasil menusuk paha Hasan hingga robek dan mengenai tulangnya. (Lihat Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 278)
5. Mereka telah berkhianat kepada Husain bin ‘Ali, hingga menyebabkan terbunuhnya beliau radhiyallahu ‘anhuma. Sebagaimana yang disebutkan Muhsin Al-Amin dalam A’yaanusy Syi’ah bagian I hal. 34, “Kemudian 20.000 penduduk Irak membai’at Husain, lalu mereka berkhianat dan tidak menaatinya, padahal bai’at ada di leher mereka. Hingga akhirnya mereka membunuhnya.” (Dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 272)
6. Adapun Ahlul Bait lainnya, maka sangat banyak pelecehan terhadap mereka, sebagaimana dalam buku-buku ternama Syi’ah. (Lebih rincinya lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 266-297)

Sehingga tidaklah mengherankan bila:
• ‘Ali bin Abi Thalib berdoa (seperti yang mereka nukilkan): “Ya Allah, aku telah bosan dengan mereka (Syi’ah) dan merekapun telah bosan denganku. Maka gantikanlah untukku orang-orang yang lebih baik dari mereka, dan gantikan untuk mereka seorang yang lebih jelek dariku…” (Nahjul Balaghah, hal. 66-67, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 300)
• Hasan bin ‘Ali berkata: “Demi Allah, menurutku Mu’awiyah lebih baik daripada orang-orang yang mengaku sebagai Syi’ah-ku, mereka berupaya untuk membunuhku dan mengambil hartaku.” (Al-Ihtijaj, karya
Ath-Thabrisi hal. 148, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 300)

• Husain bin ‘Ali berdoa: “Ya Allah, jika Engkau beri mereka (Syi’ah) kehidupan hingga saat ini, maka porak-porandakanlah mereka dan jadikanlah mereka berkeping-keping. Dan janganlah Engkau jadikan para pemimpin (yang ada) ridha kepada mereka (Syi’ah) selama-lamanya. Karena kami diminta membantu mereka, namun akhirnya mereka justru memusuhi kami dan membunuh kami.” (Al-Irsyad, karya Al-Mufid hal. 341, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 302)
• ‘Ali bin Husain Zainal Abidin berkata: “Mereka (Syi’ah) bukan dari kami, dan kami pun bukan dari mereka.” (Rijalul Kisysyi, hal. 111, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 303)
• Muhammad Al-Baqir berkata: “Kalau seandainya semua manusia ini Syi’ah, niscaya tiga perempatnya adalah orang-orang yang ragu dengan kami, dan seperempatnya adalah orang-orang dungu.” (Rijalul Kisysyi, hal. 179, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 303)
• Ja’far Ash-Shadiq berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala berlepas diri dari orang-orang yang benci terhadap Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.” (Siyar A’lamin Nubala’, karya Adz-Dzahabi, 6/260)


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------