Kamis, 31/03/2011 22:10 WIB | eramuslim.com, Jum`at, 15 Rajab 1432/17 Juni 2011
Pengantar admin:
Islam telah mengajarkan kepada kita bahwa makna Tawakkul (Tawakkal) adalah “usaha secara optimal dalam mengambil sebab-sebab keberhasilan atau apa-apa yang diinginkan sesuai dengan garis-garis ilahiyat dan kemampuan, barulah menyerahkan diri sepenuhnya (hasil yang diharapkan itu) kepada Allah Subnahahu wa Ta`ala.
Dalam teori himpunan (matematika), kita menyaksikan di pasar-pasar tradisional maupun modern, di sana tertata rapi, ada kios buah-buahan, sayur-mayur, daging dan yang lainnya, mereka para pedagang telah mengambil sebab agar dagangan nya laku dan didatangi para pembeli, walau harus bersaing satu dengan lainnya, pedagang di sekitarnya.
Bahkan terkadang ada sebuah mobil (calon pembeli) berhenti di depan kios A (sering kita saksikan di area-area wisata, kios-kios oleh khas daerah), eh namun justru dia menuju ke kios sebelahnya, Kios B atau C atau lainnya) . Lalu bagaimana mesti kita (pedagang muslim, pemilik kios A) mensikapinya ? Itu lah “Taqdir Allah”, bahwa yang mengirim datangnya “Pembeli” ke kios tertentu, adalah Allah SWT. Itulah ketika kita menyimak beberapa ayat di dalam QS an Naba’, disana ada firman Allah yang berbunyi, “Kami telah menjadikan malam sebagai pakaian, dan menjadikan siang sebagai (lahan pencarian) kehidupan”.
Setiap pedagang muslim, setiap harinya berusaha mengambil sebab – dengan kulak, memilih barang dagangan yang baik, dan menjajakannya dengan menarik dan jujur, serta melayani setia[p calon pembeli dengan ramah penuh senyum dan sapa serta santun – dan malam harinya (apalagi pada sepertiga malam terakhir: dimulai dengan shalat tahajjud, lalu di akhiri dengan munajjad kepada Allah, berdo`a kepada Nya, agar Dia melimpahkan rezki di siang harinya melalui dagangannya (dengan seluruh upayanya), agar Allah mengirim calon-calon pembeli ke pasar kiosnya)… Itulah Tawakkal: mengambil sebab (al akhdzu bil Asbab) dan Menyandarkan hasil pada Allah Ta`ala ( al I`timad `alallah). Begitu pula halnya, anak rajin dan semangat tinggi dalam menyiapkan ulangan-ulangan, belum sepenuhnya menjamin hasil yang memuaskan (sukses), walau telah mengambil sebab-sebab untuk sukses….. Disini lah perlunya kita melibatkan (menyerahkan diri sepenuhnya akan hasil yang kita harapkan) Allah Subhanah wa Ta`ala dalam segala hal, sebab Allah lah sebagai penentu akhir dari setiap usaha hamba. Apabila “tawakal” sepeeti ini lalu membuahkan hasi;l yang kita inginkan, maka itulah pemberian Allah yang sebenarnya, sebagai fadflun minallah. Namun jika pemberian Allah itu, justru kita peroleh dalam posisi kita tak peduli pada Allah, bermalas-malas dalam ibadah dan ketaatan, tak mengambill sebab sebagaimana mestinya, atau yang fatal lagi dengan cara tawassul (mencari berkah dan rezeki) dengan mendatangi para dukun atau dengan memasang sesajen dan sejenisnya, namun justru lancer rezekinya. Maka inilah yang harus kita waspadai, sebab pemberian Allah semacam ini bukan karena Allah suka pacda kita, namun lebih hanyalah sebagai ISTIDRAJ (disungkun, menurut orang sunda, atau di-lulu menurut orang jawa. Sebuah siksa yang tertunda, diangkat sesaat untuk dibanting kemudianya. Na`udzu billahi minasy syaithanirrajim.
Kata Nabi Saw, “Jika anda menyaksikan Allah memberikan sesuatu (dunia) kepada hamba padahal Dia membenci (tak menyukainya), ketahuilah bahwa pemberian ini hanyalah sebagai Istidraj.
Dan dalam sabdanya yang lain, “Allah memberi dunia kepada manusia, tanpa memandang keimanannya – mukmin atau kafir - , namun Allah memberikan akhirat hanya kepada yang mukmin saja”. Sebab bagi Allah dunia itu tak ada nilainya, dan andaikan bobot dunia itu ada nilainya seberat sebelah sayap lalat, tentulah Allah tak akan beri minum orang kafir.
Oleh karenanya pemberian Allah itu (dalam hal dunia) dialamatkan kepada siapa saja – yang taat dan yang maksiat, yang beriman dan yang kafir. Bedanya adalah dalam bersyukur ketika rezeki itu sudah sampai pada manusia. Orang mukmin pandai bersyukur, sedangkan orang kafir itu tetap inkar dan tak pandai bersyukur. Hakikat syukur adalah “fi`lul ma’mur” (melaksanakan yang dirintah) dan hakikat sabar adalah “tarkul mahzhur” meninggalkan yang dilarang). Sehingga agama ini separohnya syukur dan separuhnya lagi sabar…… Dan pengambilan usaha serta memasrahkan hasil kepada Allah tentu dipahalai sebagai pahala ibadah. Dengan demikian pedagang muslim harus berbeda dengan pedagang kafir, dan pedagang yang taat harus berbeda dengan pedagang yang durhaka……(Afa)
(Artikel dari eramuslim.com) berikut :
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak.
Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya didunia dan di akhirat.
Dan barangsiapa yang menutup aib orang muslim , niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan akhirat.
Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar menolong saudaranya. (HR. Muslim)
Di tengah acara sebuah komunitas wirausaha Muslim terjadi sebuah dialog untuk membangun dan mencari solusi ekonomi ummat, banyak hal yang dibahas tentang bagaimana membuka peluang usaha dan perlunya bersaing secara profesional dengan para pengusaha 'non Muslim' yang saat ini begitu menguasai perekonomian negeri ini, diskusi lama lama terkesan sangat teoritis, dan beberapa dari mereka terjebak kearah materialistik cara pandangnya, padahal semua yang hadir adalah kaum muslimin juga, tapi ternyata kami semua lupa, bahwa yang hadir tersebut memiliki warisan yang tak ternilai harganya. Ternyata umat Islam sudah memiliki rumusan dan standar usaha yang telah di bimbing oleh Rasul SAW dan dicontohkan oleh para sahabatnya ra, bimbingan yang sederhana, bimbingan yang sangat mendarat dan manusiawi, penuh fitrah, penuh sunnatullah, dan di-support dengan janji Allah. Allah melibatkan diriNYa atas janjiNya.
Berdasarkan hadis shahih di atas, mari kita urai dan tinjau agar mendapatkan makna dan rumusan agar urusan ujian manusia maupun bisnis muslim ini dapat melibatkan dan tertolong oleh bantuan Allah, sebagai berikut :
“Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak”
Siapa sih manusia yang tidak mengalami ujian dan cobaan dalam kehidupannya. Apalagi dalam menjalankan bisnis, ujian naik turun itu menjadi suatu hal yang berulang terjadinya. Ketahuilah setiap hamba Allah pasti mengalami masalah, mengalami kedukaan maupun kesukacitaan , tidak ada satupun yang terlepas dari seleksi Allah. Ujian dan cobaan kepada hamba Allah tersebut untuk menguji siapa yang lebih baik amalnya.
Justru menurut hadist di atas, dan itu adalah sunnah Allah, dikala kita mengalami kesulitan dan kesusahan dalam menghadapi ujian kehidupan, dan kita berharap sekali untuk diangkat kesulitan oleh Allah, justru salah satu solusinya adalah dengan membantu dan menyelesaikan kesusahan hamba yang lain. konsep ini sangat sulit dipahami dengan ilmu keduniaan, apalagi ilmu matematis. tapi inilah hukum Allah, inilah sunnatuLlah. inilah cara agar Allah terlibat! Mulailah dengan cara ini, niscaya permasalahan perekonomian umat akan tuntas.
Ingatlah sebuah contoh nyata yang pernah diabadikan dalam kisah sahabat Abdurrahman bin Auf ra dengan dipersaudarakan Saad bin Rabi ra dari Madinah.
Berkatalah Saad kepada Abdurrahman, Wahai saudaraku, aku adalah penduduk madinah yang kaya raya. Silahkan pilih separuh hartaku dan ambillah, dan aku mempunyai dua isteri, pilihlah salah satu yang menurut anda lebih menarik,dan akan aku ceraikan dia supaya anda bisa memperisterinya.
Jawab Abdurrahman bin Auf, “Semoga Allah memberkati anda, isteri anda dan harta anda. Tunjukkanlah jalan menuju pasar.”
Kemudian abdurrahman menuju pasar, membeli, berdagang dan mendapat untung besar, ketahuilah Allah terlibat! Allah berkahi saling tolong menolong tersebut, saling mendahulukan kepentingan saudaranya.
Pada suatu hari ia mendengar Rasulullah SAW, “Wahai Ibnu Auf, anda termasuk golongan orang kaya, dan anda akan masuk surga secara perlahan lahan. Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah jalan anda,” semenjak ia mendengar nasehat Rasulullah Saw tersebut, ia mengadakan pinjaman yang baik, maka Allah pun memberi ganjaran padanya dengan berlipatganda.
Ibnu Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya. Sebagai buktinya, ia tidak mau celaka dengan menyimpannya. Ia mengumpulkannya dengan santai dan dari jalan yang halal, tetapi ia tidak menikmati sendirian, keluarga, kerabat saudara dan masyarakat pun ikut menikmatinya. Karena begitu luas pemberian serta pertolongannya, orang orang madinah pernah berkata: "seluruh penduduk madinah berserikat (menjalin usaha) dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya kepada mereka, sepertiganya digunakan untuk membayar hutang hutang mereka, dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi bagikan kepada mereka."
Mereka saling mendahulukan kepentingan saudaranya, Allah bukakan keberkahan, Allah bukakan peluang menguasai ekonomi ummat, Pasar Madinah yang tadinya dikuasai yahudi berpindah ke tangan muslimin, berawal dari sikap tolong-menolong (ta'awun) sesama muslimin, bermula dari saling memecahkan masalah saudaranya, menjadi penguasa ekonomi saat itu, inilah hukum Allah, inilah sunnatullah.
Inilah cara melibatkan Allah... bukan dengan cara bersaing dengan pebisnis non-muslim melalui sistem yang dibuat oleh non-muslim juga, MUSTAHIL akan tampil. Bila ingin ummat ini kembali lagi menuju kejayaannya tidak pernah terjadi dan unggul melalui sistem buatan manusia. Kalau mau tampil harus kembali bersandarkan kepada SunnatuLLah dan Sunnah RasulNya.
Pembahasan ini membuat terhenyak para wirausaha yang hadir, diskusi terhenti dan terhenyak diam, ...semoga para peserta diskusi berfikir ulang dan mulai menapak tilas sunnah yang pernah dilakukan untuk membenahi kekuatan ekonomi ummat... Tolonglah sudaramu yang sedang kesulitan.... ini adalah langkah awal menuju kejayaan. (MM)
semoga....
bersambung.....
1 komentar:
makasi boz untuk artikelnya ,,,,,,,,,,
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------