- Hukum pedagang spekulan, yaitu pedagang yang menjual barang yang bukan menjadi profesinya. Misalnya seorang tidak pernah menjadi pedagang motor lalu karena ada pesanan maka ia menjadi pedagang dadakan. Hal ini tidak mengapa karena tidak ada larangan melakukan hal serupa dalam syariat islam.
- Sistem jual beli diatas memiliki kemiripan dengan jenis jual beli yang dinamakan jual beli murabahah KPP (karena permintaan pembeli). Dimana pembeli memesan kepada penjual untuk menyediakan barang tertentu dengan sifat dan ukuran tertentu. Lalu penjual mencari barang tersebut dan membelinya untuk dijual secara kredit kepada pembeli.
- Nampak dari sini ada dua akad: pertama akad pemesanan dan permintaan barang dan kedua akad jual beli kredit. Hal ini karena barang pada akad pertama tidak dimiliki oleh penjual tersebut, namun akan dibeli dengan dasar janji untuk membelinya. Apabila akad pertama mengikat sehingga pemesan harus membeli barang tersebut maka tidak diperbolehkan. Hal ini berdasarkan beberapa argumen diantaranya:
- Kewajiban mengikat dalam janji pembelian sebelum kepemilikan penjual barang tersebut masuk dalam larangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjual barang yang belum dimiliki. Kesepakatan tersebut pada hakekatnya adalah akad dan bila kesepakatan tersebut diberlakukan maka ini adalah akad batil yang dilarang, karena penjual ketika itu menjual kepada pembeli sesuatu yang belum dimilikinya.
- Muamalah seperti ini termasuk al-Hielah (rekayasa) atas hutang dengan bunga, karena hakekat transaksi adalah jual uang dengan uang lebih besar darinya secara tempo dengan adanya barang penghalal diantara keduanya.
- Jual beli jenis ini masuk dalam larangan Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam dalam hadits yang berbunyi:
Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid hafidzahullah menjelaskan ketentuan diperbolehkannya jual beli murabahah KPP ini dengan menyatakan bahwa jual beli Muwaa’adah diperbolehkan dengan tiga hal:
- Tidak terdapat kewajiban mengikat untuk menyempurnakan transaksi baik secara tulisan ataupun lisan sebelum mendapatkan barang dengan kepemilikan dan serah terima.
- Tidak ada kewajiban menanggung kehilangan dan kerusakan barang dari salah satu dari dua belah pihak baik nasabah atau lembaga keuangan, namun tetap kembali menjadi tanggung jawab lembaga keuangan.
- Tidak terjadi transaksi jual beli kecuali setelah terjadi serah terima barang kepada lembaga keuangan dan sudah menjadi miliknya.[2]
Artikel UstadzKholid.Com, juga dipublikasikan oleh EkonomiSyariat.Com
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------