Kartu Diskon dalam Timbangan Syariat
13 Mei 2011 | Kategori: Hukum - Hukum Perdagangan
Ust. Aris Munandar, S.S., M.A.
Beliau adalah pengasuh milis syariah Komunitas Pengusaha Muslim PM-Fatwa dan website PengusahaMuslim.com



Kartu diskon yang dikeluarkan oleh pusat-pusat perbelanjaan, agen perjalanan, perusahaan penerbangan, dan lain-lain--yang menyebabkan pemegang kartu mendapatkan diskon ketika membeli barang atau memanfaatkan jasa pihak yang menerbitkan kartu diskon itu--bisa dibagi menjadi dua kategori:

1. Kartu diskon yang didapatkan dengan cara membayar nominal tertentu sebagai syarat untuk menjadi anggota, dengan status keanggotaan yang harus diperbarui dalam kurun waktu tertentu.

2. Kartu diskon gratis. Kartu tersebut adalah hadiah untuk konsumen, dari pihak yang menerbitkan kartu, dalam rangka memotivasi konsumen untuk giat berbelanja atau memanfaatkan jasa yang dijual oleh pihak penerbit kartu. Terkadang, "kartu diskon gratis" ini diberikan kepada konsumen yang berbelanja dalam nominal tertentu.

Perihal kartu diskon yang diperoleh melalui sebuah pembayaran
Kartu diskon yang diperoleh dengan cara membayarkan sejumlah uang tertentu, hukumnya, adalah haram karena mengandung beberapa pelanggaran syariat. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pelanggaran pertama: Ketidakjelasan dan gharar
Konsumen menyerahkan sejumlah uang untuk mendapatkan kartu tersebut, dengan tujuan mendapatkan diskon. Besaran riil diskon ini tidak diketahui. Boleh jadi, kartu diskon tersebut tidak digunakan, atau digunakan namun nominal rupiah dari diskon tersebut boleh jadi lebih rendah atau lebih tinggi daripada uang yang dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan kartu diskon.
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Rasulullah melarang jual beli gharar.” (H.R. Muslim, no. 1513)
Jual beli "gharar" adalah 'jual beli yang mengandung ketidakjelasan'.

Pelanggaran kedua: Dalam kartu diskon jenis ini terdapat unsur untung-untungan; boleh jadi untung, boleh jadi buntung (baca: rugi)
Konsumen yang menyerahkan sejumlah uang, untuk mendapatkan kartu diskon itu, boleh jadi untung jika mendapatkan diskon, yang jika dirupiahkan ternyata lebih banyak dibandingkan uang yang pernah diserahkan. Namun, boleh jadi pula, konsumen merugi jika nilai diskon ternyata lebih kecil daripada uang yang diserahkan. Inilah hakikat judi yang diharamkan dalam syariat Islam.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
Wahai orang-orang yang beriman, khamar, judi, berhala, dan penentuan pilihan dengan menggunakan anak panah adalah suatu hal yang kotor, merupakan perbuatan setan, maka jauhilah agar kalian beruntung.” (Q.S. Al-Maidah:90)

Pelanggaran ketiga: Sering kali, kartu diskon ini adalah upaya untuk menipu banyak orang, demi mengeruk harta orang lain
Alasannya, mayoritas diskon yang dijanjikan adalah bohong-bohongan. Banyak pusat perbelanjaan, pada awalnya, menaikkan harga barang yang dijual dari harga normalnya sehingga seakan-akan pihak pusat perbelanjaan itu memberikan diskon. Padahal, realitanya, harga barang yang didiskon--setelah mendapatkan diskon itu--sama dengan harga normal barang tersebut.

Pelanggaran keempat: Uang yang diserahkan konsumen untuk mendapatkan kartu diskon itu terkadang tidak memiliki kompensasi yang nyata
Terkadang, konsumen yang tidak memegang kartu diskon, ketika dia meminta diskon dari pemilik toko, bisa mendapatkan diskon yang sama atau agak sama dengan konsumen pemegang kartu diskon. Jika demikian, berarti sejumlah uang yang diserahkan untuk mendapatkan kartu diskon itu tidak memiliki kompensasi. Oleh karena itu, penerbitan kartu diskon dalam hal ini adalah termasuk upaya mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak benar.

Majma' Fiqhi Islami yang berada di bawah naungan Rabithah Alam Islami, dalam pertemuan ke-18, telah mengeluarkan keputusan mengenai haramnya penggunaan kartu diskon semacam ini.
Di antara isi keputusan Majma' Fiqhi Islami adalah, “Setelah menyimak makalah yang disampaikan dalam tema ini dan diskusi yang berlangsung mengenai hal tersebut, Majma' Fiqhi Islami memutuskan tidak bolehnya menerbitkan kartu diskon tersebut atau membelinya, jika kartu diskon didapatkan sebagai kompensasi dari sejumlah uang tertentu atau jika keikusertaan dalam keanggotaan harus diperbaharui setiap tahunnya dengan membayar sejumlah uang tertentu. Kartu diskon semacam ini terlarang karena mengandung gharar. Konsumen--yang membeli kartu--menyerahkan sejumlah uang dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu yang akan dia dapatkan sebagai kompensasi dari uang tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini, kerugian pihak konsumen adalah sebuah keniscayaan, sedangkan keuntungkan yang akan didapatkannya hanyalah sebuah kemungkinan.”

Demikian pula, Lajnah Daimah Kerajaan Arab Saudi mengeluarkan fatwa berisi haramnya penggunaan kartu diskon jenis ini. Haramnya penggunaan kartu diskon semisal ini juga merupakan fatwa Syekh Ibnu Baz dan Syekh Ibnu Utsaimin.
Silahkan menyimak permasalahan ini lebih lanjut pada Fatawa Lajnah Daimah, 14:6 dan Fatawa Ibnu Baz, 19:58.

Perihal kartu diskon gratis

Adapun kartu diskon yang diberikan secara cuma-cuma, itulah kartu diskon yang diberikan kepada konsumen tanpa kompensasi materi apa pun. Hukumnya adalah boleh dipergunakan dan dimanfaatkan. Dengan diberikannya kartu diskon tersebut secara cuma-cuma, penggunaan kartu ini menjadi bagian dari transaksi sosial (baca: memberi hadiah), sedangkan gharar dan ketidakjelasan adalah suatu hal yang dimaafkan jika dijumpai dalam transaksi sosial. Jika kartu diskon jenis kedua ini tidak dimanfaatkan untuk mendapatkan diskon, konsumen tidak dirugikan sedikit pun.

Kesimpulan ini juga merupakan keputusan Majma' Fiqhi Islami. Majma' Fiqhi Islami mengatakan, ”Jika kartu diskon tersebut diberikan kepada konsumen tanpa kompensasi apa pun (alias 'gratis') maka kegiatan menerbitkan dan menerimanya adalah suatu hal yang boleh menurut syariat. Pemberian kartu diskon, dalam hal statusnya, adalah berjanji untuk memberikan sumbangan atau pun hadiah kepada pihak konsumen.”

Referensi penting dalam masalah ini adalah buku Bithaqah At-Takhfidh Haqiqatuha: At Tijariyyah wa Ahkamuha Asy Syar’iyyah, karya Syekh Bakr Abu Zaid dan Al-Hawafiz At-Tijariyyah At-Tawiqiyyah wa Ahkamuha fi Al-Fiqh Al-Islami, karya Dr. Khalid Al-Mushlih.
Rujukan:

http://islamqa.com/ar/ref/121759

Ust. Aris Munandar, S.S., M.A.
Beliau adalah pengasuh milis syariah Komunitas Pengusaha Muslim PM-Fatwa dan website PengusahaMuslim.com



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------