Kelahiran Rasulullah Saw

Kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Penulis: Kholid Syamhudi Lc
Setelah Abdulah bin Abdil Mutholib meninggal dunia di kota Madinah dan meninggalkan Aminah dalam keadaan hamil mengandung Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka diriwayatkan adanya beberapa beberapa peristiwa ajaib yang dialaminya sebelum dan ketika kelahiran beliau, namun banyak sekali yang tidak shohih periwayatannya. Diantara riwayat yang tidak shohih dalam berita tentang hal tersebut adalah:
1. Riwayat yang menyatakan bahwa ibu beliau tidak merasa berat dalam mengandung beliau.
2. Riwayat yang menyatakan bahwa ibunya mengenakan jimat dari besi lalu putus.
3. Riwayat yang menyatakan bahwa ibunya mendapat wangsit dalam mimpi akan ketinggian kedudukan beliau dan diperintahkan memberi nama beliau dengan nama Muhammad.
4. Riwayat yang menyatakan bahwa beliau lahir dalam keadaan bersandar kepada kedua tangan beliau dan menengadah kepalanya kearah langit.
5. Riwayat yang menyatakan bahwa bersama kelahiran beliau sepuluh balkon istana kisra runtuh dan api yang disembah orang majusi padam serta beberapa gereja disekitar daerah Buhairoh runtuh setelah ambles kedalam tanah. (Lihat: keterangan jelas tentang riwayat ini dalam kitab Al Sirah Al Shohihah karya DR. Akram Dhiya’ Al Umari 1/99-101).
Semua riwayat diatas diriwayatkan dengan jalur periwayatan yang sangat lemah sekali, sehingga tidak dapat dijadikan sandaran kuat untuk menetapkan kejadian tersebut. Adapun riwayat yang dapat dijadikan sandaran mengenai peristiwa sebelum kelahiran beliau yang menimpa ibunya adalah kisah yang diriwayatkan Ibnu Sa’ad, bahwa ibunda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Saya melihat ketika akan melahirkan bayiku cahaya yang keluar dari kemaluanku menyinari istana-istana Busyra’ di negeri Syam. (Kisah ini diriwayatkan dengan sanad hasan, lihat Al Sirah Al Shohihah 1/101).
Waktu kelahiran beliau
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada hari senin, sebagaimana beliau jelaskan sendiri dalam sabdanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ
Dan beliau ditanya tentang puasa hari senin, lalu menjawab: itu adalah hari kelahiranku dan hari diutusnya aku (menjadi nabi).HR Muslim.
 Dan tepat di tahun gajah , sebagaimana ditunjukkan oleh pernyataan Qais bin Makhramah :
وُلِدْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيلِ فَنَحْنُ لِدَانِ وُلِدْنَا مَوْلِدًا وَاحِدًا
Aku dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lahir di tahun gajah sehingga kami Liddaan, kami lahir dalam satu waktu yang sama. HR Ahmad

Sedangkan tanggal dan bulannya masih diperselisihkan para ulama, diantara mereka ada yang merojihkan tanggal 9 Rabi’ul Awal diantaranya Al Mubarakfuri dan Mahmud Basya al Falaki dan mensetarakan dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M dan ada yang menyatakan tanggal 10 dan 12 Rabui’ul Awal. Sedangkan yang masyhur dikalangan kaum muslimin adalah tanggal 12 Rabi’ul Awal dan ini pendapat Ibnu Ishaaq.
Sambutan Sang Kakek atas kelahiran cucu laki-lakinya
Demikianlah kelahiran beliau ditunggu keluarga dan kerabatnya, sehingga setelah Aminah melahirkan maka diutuslah seseorang memberitahukan kabar gembira ini kepada Abdul Mutholib kakek beliau. Tentunya Abdul Mutholib datang dalam keadaan berbahagia kemudian membawanya keka’bah seraya berdo’a dan bersyukur. Lalu memberi nama Muhammad, nama yang tidak dikenal dan popular dikalangan bangsa Quraisy. Ia ketika ditanya tentang sebab tidak sukanya beliau menamakan bayi tersebut dengan nama-nama keluarga dan kerabatnya maka ia menjawab bahwa ia ingin Allah memuji bayi tersebut dilangit dan orang-orang memujinya juga di permukaan bumi ini. Demikianlah sambutan kakek beliau dengan kelahiran ini. Kemudian kakeknya mengkhitannya dihari ketujuh beliau setelah kelahiran beliau sebagaimana umumnya adat kebiasan bangsa Arab waktu itu.dan menyiapkan pesta makanan untuk mensyukuri kelahiran di hari tersebut.
Memang ada sebagian ulama siroh yang menyatakan bahwa beliau lahir sudah dalam keadaan dikhitan, bahkan sebagian ulam besar seperti imam Adz Dzahabi menguatkan pendapat ini, namun riwayat yang menjadi sandaran mereka sangat lemah sekali sedangkan kebahagian kakek beliau Abdul Mutholib atas kelahiran cucu laki-lakinya dan apa yang ia lakukan seperti mengkhitan, mangadakan walimah makan-makan seperti adat kebiasaan kaumnya tidak butuh dalil keabsahannya, sebab itulah adat yang berkembang ketika itu. Sehingga mengambil pendapat yang menyatakan kakeknyalah yang memberi nama, mengkhitan dan mengadakan walimah makan-makan tersebut lebih pas dan kuat. Wallahu A’lam.
Ibu Susuan beliau
Kemudian setelah itu beliau disusui oleh Tsuwaibah budak perempuan paman beliau Abu Lahab yang sedang menyusui anaknya yang bernama Masruuh dan sebelumnya Tsuwaibah ini juga pernah menyusukan paman beliau Hamzah bin Abdul  Mutholib serta menyusukan Abu Salamah bin Abdulasad Al makhzumie setelah menyusukan beliau. Sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki saudara sesusuan melalui Tsuwaibah ini Pamannya Hamzah bin Abdul Mutholib dan sahabat beliau Abu Salamah bin Abdilaswad Al makhzumi yang juga masih saudara sepupu beliau, sebab ibu Abu Salamah ini adalah bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Barrah bin Abdil Mutholib.
Kisah tentang Tsuwaibah ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya dengan lafadz:
عَنْ أُمِ حَبِيبَةَ بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ انْكِحْ أُخْتِي بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ فَقَالَ أَوَتُحِبِّينَ ذَلِكِ فَقُلْتُ نَعَمْ لَسْتُ لَكَ بِمُخْلِيَةٍ وَأَحَبُّ مَنْ شَارَكَنِي فِي خَيْرٍ أُخْتِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ ذَلِكِ لَا يَحِلُّ لِي قُلْتُ فَإِنَّا نُحَدَّثُ أَنَّكَ تُرِيدُ أَنْ تَنْكِحَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ بِنْتَ أُمِّ سَلَمَةَ قُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ لَوْ أَنَّهَا لَمْ تَكُنْ رَبِيبَتِي فِي حَجْرِي مَا حَلَّتْ لِي إِنَّهَا لَابْنَةُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ أَرْضَعَتْنِي وَأَبَا سَلَمَةَ ثُوَيْبَةُ فَلَا تَعْرِضْنَ عَلَيَّ بَنَاتِكُنَّ وَلَا أَخَوَاتِكُنَّ قَالَ عُرْوَةُ وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ummu Habibah bintu Abu Sufyan beliau berkata: saya berkata: Wahai Rasulullah nikahilah saudari saya putri Abu Sufyaan lalu beliau menjawab: apakah kamu menyukai hal itu? Ia menjawab: Ya, sayakan tidak sendirian menjadi istrimu dan saya ingin saudariku tersebut juga merasakan bersama saya dalam kebaikan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Sesungguhnya itu tidak halal bagiku, lalu saya berkata lagi: sesunguhnya telah sampai kepada kami bahwa engkau ingin menikahi putri Abu Salamah, Rasulullah menyatakan: Putrinya Ummu Salamah? Saya menjawab: Ya, , maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata lagi: seandainya ia bukan anak istriku yang dalam pangkuanku maka iapun tidak halal bagiku, karena ia adalah anak saudaraku sepersusuan. Tsuwaibah telah menyusukan aku dan Abu Salamah, maka janganlah kamu tawari aku dengan anak-anak kalian dan tidak juga saudari-saudari kalian. Urwah bin Zubair (perawi hadits) berkata: Tsuwaibah adalah budak perempuan Abu Lahab yang dimerdekakan, lalu menyusukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR Al Bukhari)
Dijelaskan Al Hafiz Ibnu hajar rahimahullah dalam Fathul Bari bahwa putri Abu Sufyaan tersebut namanya Urwah.
Demikian kisah kelahirannya dan bersambung dengan kisah beliau dengan Halimah Al Sa’diyah Insya Allah.



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------