TAKDIR DAN KEHENDAK ALLAH SERTA CARA MENGHADAPINYA
Tanya Jawab Aqidah Ahlus sunnah, Syaikh Hafizh al Hakami
141.Tanya:
Bagaimana dalil tentang takdir seumur hidup ketika awal penciptaan nuthfah (mani) itu?

Jawab:
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“... Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”(An Najm: 32).
Didalam shahihain dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
          “Sesungguhnya seseorang terkumpul kejadiannya dalam perut ibunya empat puluh hari berupa mani, kemudian berupa ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula, kemudian berupa segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat yang meniupkan ruh kepadanya, dan diperitahkan untuk mencatat empat kalimat, diperintahkan untuk mencatat rezekinya, ajalnya, amalnya, dan nasib baik atau sialnya (bahagia atau celaka).’ Maka sesungguhnya, adakalanya seorang dari kamu melakukan amalan ahli surga sehingga jaraknya dengan surga hanya sehasta tetapi didahului ketentuan dalam takdir lalu beramal dengan amalan ahli neraka maka dia masuk kedalam neraka. Dan seseorang dari kamu melakukan amalan ahli neraka sehingga jaraknya dengan neraka hanya sehasta tetapi didahului ketentuan dalam takdir lalu beramal dengan amalan ahli surga maka dia masuk kedalam surga.”(HR. Bukhari-Muslim).

142.Tanya:
Bagaimana dalil takdir tahunan pada malam Qadar itu?

Jawab:
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul.” (Ad Dukhaan: 4-5).
Yang dimaksud dengan urusan yang penuh hikmah diatas adalah masalah rezeki, hidup, mati, nasib baik dan buruk, bahagia dan celaka. Berkaitan dengan masalah itu, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Dari induk kitab, dicatatlah pada malam Qadar apa-apa yang terjadi dalam sunnah, baik soal kematian, kehidupan, rezeki, hujan, hingga soal siapa-siapa yang pergi haji.”

143.Tanya:
Bagaimana dalil takdir harian itu?

Jawab:
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
          “... Setiap waktu Dia dalam kesibukan.”(Ar Rahmaan: 29).
Didalam shahih Al Hakim, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Diantara bahan (yang dipakai Allah) untuk menciptakan Lauhul Mahfuzh adalah mutiara yang putih (bening, jernih) dengan kombinasi batu zamrud merah. PenaNya adalah cahaya; bukuNya adalah cahaya. Allah melihat 360 kali penglihatan setiap hari. Setiap kali melihat, Dia menciptakan, menghidupkan, mematikan, memuliakan, dan merendahkan.”
Inilah pengertian dari ayat: ‘Setiap hari Dia menangani urusan.’. Semua bentuk takdir diatas sifatnya azali yang ketika penciptaannya telah Allah perintahkan untuk ditulis di Lauhul Mahfuzh. Itulah tafsir dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum tentang firman Allah berikut:
“... ‘Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan’.”(Al Jaatsiyah: 29).
Dan semua itu bersandar pada ilmu Allah yang merupakan salah satu sifat Allah subhanahu wata’ala.

144.Tanya:
Bagaimana usaha kita jika takdir telah menetapkan kecelakaan dan kebahagiaan?

Jawab:
Seluruh kitab samawi dan sunnah-sunnah para nabi telah sepakat menyatakan bahwa ketetapan takdir itu tidaklah mencegah suatu amalan dan tidak mengharuskan bagi hambaNya pasrah begitu saja pada nasib. Seharusnyalah setiap hamba gigih dan berusaha sungguh-sungguh untuk senantiasa beramal shalih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri ketika ada yang bertanya, ‘Apa yang mesti diperbuat lagi jika semuanya telah ditetapkan?’ Nabi menjawab, “Jangan pasrah, justru beramallah kalian sebab setiap amal telah diringankan.’ Lalu beliau membaca ayat:
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (Al Lail: 5-10).
Allah subhanahu wata’ala Maha Bijaksana. Dia telah menentukan takdir yang pasti yang dilengkapi dengan sebab-sebab nasib hamba, baik dalam kehidupan maupun masalah tempat kembali (surga atau neraka). Dia pun telah meringankan melalui ketetapan bahwa setiap orang beramal sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadanya atau untuk mencapai apa yang dimudahkan Allah baginya. (lihat HR. Bukhari-Muslim diatas). Maka hendaklah setiap hamba mengetahui bahwa kemaslahatan akhirat berkaitan erat dengan penyebabnya. Karenanya, kegigihan usaha untuk senantiasa beramal shalih didunia merupakan penyebab kemaslahatannya. Hal ini dilakukan oleh para sahabat yang jauh lebih gigih daripada kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Carilah dengan gigih apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah mengendur.”
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya: ‘Apakah obat yang kita pakai untuk mengobati dan penangkal dengan bacaan-bacaan bisa menolak takdir Allah ta’ala?’ beliau menjawab, “Itu adalah takdir Allah.” Artinya, Allah telah menetapkan yang baik dan yang buruk berikut penyebab-penyebabnya serta obat dari takdir Allah.

145.Tanya:
Bagaimana dengan dalil yang berkenaan dengan beriman kepada kehendak Allah?

Jawab:
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah ...”(Al Insaan: 30).
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): ‘Insya Allah’ ...”(Al Kahfi: 23-24).
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja) ...”(An Nahl: 93).
“... Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus.” (Al An’aam: 39).
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit ...”(Al An’aam: 125).
“Sesungguhnya keadaan (perintah)-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah dia.”(Yaasiin: 82).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:
“Hati para hamba berada diantara jari-jari Ar Rahman, bagaikan hati yang satu, diperlakukannya dengan apa yang dikehendakiNya.”
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibawah ini berkenaan dengan berkuasanya Allah subhanahu wata’ala terhadap hamba-hambaNya yang tengah tidur. Dia berkuasa untuk membangunkannya maupun untuk tidak membangunkannya kembali:
          “Sesungguhnya Allah ta’ala menggenggam arwah (ruh para hamba) manakala Dia menghendaki dan mengembalikannya lagi manakala Dia menghendaki.”
Dalam kesempatan lain, beliau pun bersabda:
“Janganlah kalian berkata apa yang dikehendaki Allah dan dikehendaki fulan, tetapi katakanlah: ‘Atas kehendak Allah semata. Barangsiapa Allah menghendaki bagi hamba suatu kebaikan, maka diberiNya dia itu pengetahuan tentang agama’.”
“Jika Allah menghendaki rahmat bagi umat, maka Allah mewafatkan nabinya sebelumnya; dan jika Allah menghendaki kebinasaan umat, diadzablah umat itu, sementara nabinya masih hidup.”
Jelaslah, kehendak dan iradah Allah tak terbilang dan tak terbatas oleh campur tangan makhlukNya.

146.Tanya:
Allah ta’ala mengabarkan bebagai berita melalui kitab maupun lisan NabiNya dan sifat-sifatNya. Dia mencintai orang-orang baik (muhsinin), orang-orang bertakwa (muttaqin), dan orang-orang yang bersabar. Sebaliknya, Dia tidak menyukai orang-orang kafir dan orang-orang zhalim. Dia juga tidak ridha atas kekufuran dan perbuatan merusak hamba-hambaNya. Namun, semua itu tidak terlepas dari kehendak dan iradahNya. Jika hal itu tidak dikehendaki Allah, tentu hal itu tidak akan terjadi. Bagaimana Allah itu menghendaki sesuatu yang tidak diridhai atau tidak disukaiNya?

Jawab:
Ketahuilah, iradah seperti itu mengacu pada iradah kauniyyahqadariyyah, yaitu kehendak, dan tak ada keharusan pilih-pilih, bahkan berlaku untuk hal-hal yang dicintai, diridhai maupun yang tidak disukai, orang-orang kafir, orang-orang mu’min, orang taat, orang maksiat, dan lain-lain. Iradah itu bukan untuk satu jenis manusia, sebagaimana telah difirmankan Allah:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit ...”(Al An’aam: 125).
“... Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”(Al Maaidah: 41).
Iradah lainnya berkaitan dengan iradah diniyyah syar’iyyah yang khusus ditujukan bagi orang-orang yang diridhai dan dicintaiNya. Atas iradah inilah hamba-hamba itu diperintah dan dilarang sebagaimana firmanNya ini:
“... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ...”(Al Baqarah: 185).
“Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para Nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(An Nisaa’: 26).
Iradah diniyyah syar’iyyah tak akan muncul sebelum didahului iradah kauniyyah. Dengan begitu, pada diri orang mu’min yang taat itu terkumpul iradah kauniyyah dan iradah diniyyah syar’iyyah. Sedangkan pada orang yang fajir (durhaka) dan maksiat hanya terdapat iradah kauniyyah tanpa iradah syar’iyyah. Karenanya, Allah senantiasa menyeru hamba-hambaNya untuk menggapai keridhaan dan petunjukNya. Siapapun berhak menyambut seruan tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam).” (Yuunus: 25).
“... Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (An Najm: 30).



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------