MENDIDIK ANAK USIA 6 TAHUN DAN SETELAHNYA
DALAM MANHAJ PENDIDIKAN ISLAM
oleh : Yusuf Muhammad Al-Hasan
UPDATED AFA LAJNAH PENDIDIKAN IMAM BUKHARI-JATINANGOR, 9 MEI 2011

Dan orang-orang yang berkata : "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami dan keturunan kami kesenangan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." ( QS. Al-Furqan : 74 )

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At Tahrim: 6 ).

"Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya." (HR. Muslim, dari Abu Hurairah)



MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA

Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.)
Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini.

Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:

1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.
Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. "Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak." (Muhammad Quthub,Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.)
Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.

2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.
Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
3. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.
Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. "Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga.
Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak.
Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya." (Ibid.)

4. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.

Antara lain: (Silahkan lihat Ahmad Iuuddin Al Bayanuni, Minhaj At TarbiyahAsh Shalihah.)
1.      Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan  kanan nya secara halus.
2.      Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
3.      Dilarang tidur tertelungkup dandibiasakan _ tidur dengan miring ke kanan.
4.      Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
5.      Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
6.      Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
7.      Dilarang bermain dengan hidungnya.
8.      Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
9.      Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
10.   Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.
11.   Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
12.   Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
13.   Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
14.   Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.
15.   Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
16.   Dibiasakan membaca "AZhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah" kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah".
17.   Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
18.   Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
19.   Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak). Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
20.   Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.
21.   Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.
22.   Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan "Assalamu ’Alaikum" serta membalas salam orang yang mengucapkan nya.
23.   Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
24.   Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
25.   Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
26.    Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
27.   Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
28.   Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola,
29.   mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
30.   Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.

MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA SETELAH ENAM TAHUN PERTAMA

Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak.

Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Yaitu:

1. Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana.
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah ’Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya.

Diajarkan kepadanya:
1.    Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
2.    Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai,bumi,pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
3.    Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur’an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti firman-Nya: "Tidakkah kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu nikmatnya lahir dan batin..."(Surah Luqman : 20). "Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi...."(Surah Fathir :3).  Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadan-Nya." (Surah Al Qashash : 73).

2. Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram.
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya.
Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata

Sufyan Al Tsauri:
"Seorang bapak barns menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia pmanggung jawabnya."
(Muhammad Hasan Musa, Nuzharul Fudhala’ Tahdzib Siar A’lamin Nubala :Juz 1.)

3. Pengajaran baca Al Qur’an.
Al Qur’an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qu an dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya agar mengbafal Al Qur’an atau sebagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur’an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu’adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".

Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur’an bagi anak-anak mereka.
Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam AnNawawi,
Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur’an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al Qur’an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku:
Tukang ramalkah Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang hal ini.
Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur’an ketika menginjak dewasa."

4, Pengajaran hak-hak kedua orangtua,
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini.

Firman Allah Ta’ala :
’Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesanyangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Surah Al-Isra’: 23-24).

Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu ’Anhu bahwa Nabi bersabda:
"Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya, disebutkan dalam kitab ’Uyunul Akhbar : "Al Ma’mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada bapaknya daripada Al Fadhl bin Yahya. Karena kebaikannya, sampai bapaknya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam penjara, para sipir melarang memasukkan kayu bakar di malam yang ding-in. Maka Al Fadhl, ketika bapaknya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik
kepada bapaknya agar dapat berwudhu dengan air hangat."

5. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu ’Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya, diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau:
Diriwayatkan bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan /bayarhutang)"
Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik."
Kemudian beliau berpaling kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan
dibayarkan besok.""

Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu’adz bin Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah bin Abu Jahal memukulku pada lengan hingga terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku.
Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya, karena aku ketika ifu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah terasa sakit karenanya, kuletakkan kakiku di.atasnya ialu kutarik hingga terputus."
Sejarah umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang menunjukkan keutamaan dan makna yang indah.

6. Pengajaran etiket umum.
Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan nninum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya.
Diajarkan pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di masjid dan disekolahan.
Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan.

7. Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak.
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan.
Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.

Perhatikan kisah berikut yang menunjukkan rasa percaya diri: Diriwayatkan oleh Al Hafizh Ibnu Asakir, ketika Abdullah bin Az Zubair sedang bernain-main dengan anak-anak sebayanya, lewatlah khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu ’Anhtr.
Maka larilah semua anak karena takut kepada beliau, kecuali Abdullah bin Az Zubair yang masih tinggal di tempat. Lalu Umar menghampirinya dan bertanya kepadanya: "Kenapa kamu tidak lari bersama teman-temanmu,nak?" Dengan berani dan tenang Abdullah menjawab: "Ya Amirul Mu’minin!  Aku bukan seorang yang bersalah sehingga harus takut, dan jalan pun tidak sempit sehingga aku harus minggir.


Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggung jawab yang besar.
Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah; sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis karena Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi karena simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu syuhada dalam peperangan itu.

Rasulullah juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di antara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda belia tetapi ia orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah anak-anak kita sekarang ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi?


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------